Pastor Eric Chang | Matius 5:3-12 |

Hari ini kita melanjutkan pelajaran kita akan Firman Allah dalam Khotbah di Bukit.  Kita akan terus meneliti Ucapan Bahagia dalam Matius 5 karena terdapat banyak kekayaan disini yang belum kita pertimbangkan. Minggu lalu kita telah melihat hubungan antara buah Roh and Ucapan Bahagia. Kita sudah melihat, seperti dikatakan oleh Paulus di Galatia 6:8, jika kita menabur di dalam Roh, dari Roh itu kita akan  menuai hidup yang kekal. Apa artinya menabur di dalam Roh? Nah, kita telah melihat jawabannya di Khotbah di Bukit dan khususnya di Ucapan Bahagia. Banyak kali sebagai seorang Kristen yang baru bertobat, saya bertanya-tanya pada diri saya: ketika Yesus berkata, “Berjuanglah untuk masuk melalui pintu yang sesak itu!” [Luk. 13:24] , apa artinya ‘berjuanglah’? Apa sebenarnya sih yang harus saya lakukan? Nah, andainya saya melihat satu pintu dan saya diberitahu untuk berjuang untuk masuk melalui pintu itu, saya tahu apa yang harus dilakukan. Saya mengeluarkan sedikit upaya untuk melalui pintu itu. Tapi secara rohani saya tidak tahu apa artinya. Saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan untuk “berjuang untuk masuk melalui pintu yang sesak itu”. Namun sekarang kita menemukan jawabannya tepat di sini dalam Ucapan Bahagia: yaitu kita harus berusaha untuk menjadi miskin di hadapan Allah. Kita harus berusaha untuk berdukacita atas dosa, berusaha menjadi lemah lembut, menjadi haus dan lapar akan kebenaran dan sebagainya. Kita menjadikan semua hal ini menjadi gol [atau, tujuan] yang harus dicapai di dalam kehidupan kita.


Kita berusaha mencapai hal-hal rohani melalui anugerah Allah

Namun ini menimbulkan satu pertanyaan. Jika selama ini anda telah mendengarkan khotbah-khotbah tentang Ucapan Bahagia, anda mungkin segera bertanya: “Tidakkah anda mengatakan bahwa semua ini adalah pekerjaan Allah di dalam diri kita? Bahwa Allah yang menjadikan kita miskin? Dia yang menjadikan kita lemah lembut? Dia yang memungkinkan kita untuk berdukacita karena dosa. Dia yang menolong kita melihat dosa apa adanya.  Dialah yang  membangkitkan kelaparan dan kehausan akan kebenaran. Kalau begitu, apakah ini sesuatu yang membutuhkan usaha kita? Apakah ini sesuatu yang harus diperjuangkan? Atau, apakah ini sesuatu yang dilakukan oleh Allah di dalam diri kita? Bagaimana anda bisa berkata di satu pihak bahwa ini adalah sesuatu yang dilakukan Allah di dalam diri kita, dan di lain pihak, ini adalah sesuatu yang harus diperjuangkan?” Nah, jika anda berpikir bahwa terdapat kontradiksi (pertentangan) di sini, itu berarti anda masih belum memahami satu prinsip yang sangat penting dalam firman Tuhan.

Sebagai misal, buah Roh. Buah Roh adalah kasih, sukacita, damai sejahtera dan hal-hal indah seperti itu. Buah yang pertama dan yang terutama adalah kasih. Tapi sekalipun kasih merupakan buah Roh, kasih juga adalah satu perintah bagi kita. “Kasihilah Tuhan Allahmu.” [Mat. 22:37] “Kasihilah sesama manusia seperti dirimu sendiri.” [Mat. 22:39] Anda harus saling mengasihi. Yesus mengatakan di Yohanes 15:12, “Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi.” Jadi, di satu pihak, ia merupakan satu perintah untuk ditaati; dan kita harus berusaha untuk taat (berarti, kita harus berusaha untuk mencapainya), dan di lain pihak, ia adalah sesuatu yang dilakukan Allah dalam diri kita. Tidak ada pertentangan di dalam Alkitab sama sekali: karena Allah yang memungkinkan kita untuk melakukannya. Kita mendapati hal yang sama, berulang-ulang kali, dalam ajaran Paulus. Di satu pihak Paulus memberitahu kita bahwa kasih adalah buah Roh, dan di lain pihak ia juga memberitahu kita bahwa kasih adalah sesuatu yang kita kejar, sesuatu yang harus diperjuangkan, sesuatu yang harus dicapai lewat usaha. Di 1 Korintus 14:1 Paulus mengatakan, “Kejarlah kasih.” Jadikan kasih sasaranmu! Kata Yunani itu berarti “mengejar”, “berlari-lari mengejar” kasih supaya mencapainya. Jadi di satu pihak ia adalah satu perintah, namun di lain pihak ia adalah sesuatu yang harus dicapai – dicapai oleh anugerah Allah. Jadi terdapat pekerjaan Allah dan kerinduan kita akan pekerjaan Allah di dalam diri kita. Keduanya saling mengimbangi. Ini bukanlah suatu pertentangan di dalam firman Tuhan. Kedua pernyataan itu harus dipandang sebagai dua pernyataan yang sejajar dan bukan dua isu yang bertentangan. Dengan cara yang sama, sebagai misal, buah Roh di Gal. 5:22-23 adalah kasih, sukacita, damai sejahtera, kesetiaan, kelemahlembutan dan hal-hal seperti itu. Di 2Tim. 2:22 Paulus menasihati Timotius untuk menjadikan hal-hal ini sebagai gol. Timotius harus mengejar kasih dan damai dan kesetiaan dan kekudusan. Hal-hal seperti ini harus dia kejar. Dengan kata lain, kita harus ‘berjuang’ untuk mendapatkan buah Roh. Kita harus berusaha untuk mencapai buah Roh. Ia harus menjadi gol kita, arah kita.

Kita mendapati hal yang sama di seluruh Firman Allah. Firman Allah memberitahu kita bahwa Allah yang menyelamatkan kita. Namun begitu, kita juga diperintahkan untuk menyelamatkan diri kita. Rasul Petrus di Kisah 2:40 dalam khotbahnya kepada penduduk Yerusalem mengatakan, “Selamatkanlah dirimu dari angkatan yang jahat ini.” Jadi, siapa yang menyelamatkan? Apakah Allah yang menyelamatkan atau kita yang menyelamatkan diri kita? Apakah Allah yang menyelamatkan kita?  Atau, apakah kita menyelamatkan diri kita? Nah, sekali lagi kita melihat bahwa Firman Allah tidak melihat kontradiksi dalam hal ini. Allah yang menyelamatkan kita. Tapi Ia tidak menyelamatkan kita tanpa mempertimbangkan kehendak kita. Berarti, jika kita menolak keselamatan, Allah tidak akan memaksakan keselamatan kepada kita. Ia menyelamatkan kita bukan tanpa kerjasama kita. Lalu bagaimana kita menyelamatkan diri kita? Nah, dalam perikop yang sama, Petrus memberitahu mereka bahwa pertama-tama, kita harus bertobat. Jadi Kisah 2:38 menyatakan, “Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu dibaptis.”  Bahkan sebelum ini, di ayat 21, kita diberi tahu satu hal lagi yang harus dilakukan, kita harus berseru kepada nama Tuhan. Jadi kita menyelamatkan diri kita dengan menyediakan diri kita untuk diselamatkan melalui pertobatan dan berseru kepada nama Tuhan. Hal-hal ini harus kita lakukan supaya Allah menyelamatkan kita.

Jadi gambarannya sedikit seperti ini: Allah mengulurkan tangan-Nya untuk menyelamatkan kita, tapi kita harus juga mengulurkan tangan kita untuk memegang tangan-Nya. Itulah tindakan iman. Jika Ia tidak ada disitu  untuk menyelamatkan kita, kita tidak ada harapan sama sekali. Percuma kita mengulurkan tangan kita. Jika anda sedang tenggelam di tengah laut dan tidak ada orang disitu untuk menyelamatkan anda, anda bisa terus mengulurkan tangan anda dan berteriak sekuat hati, itu tidak akan menolong anda sama sekali. Tapi jika terulur suatu tangan yang siap untuk menyelamatkan anda, anda bisa mengulurkan tangan anda dan memegang tangan tersebut. Itu adalah bagian yang harus kita lakukan. Sebagai contoh lagi, Yesus mengatakan, “Berjuanglah untuk masuk melalui pintu yang sesak itu, karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kehidupan.” Kehidupan adalah suatu anugerah, tapi kita harus berjuang untuk mencapainya. Dengan kata lain, pintu itu terbuka bagi kita, namun Allah tidak memaksa kita masuk ke dalam pintu itu. Kita harus berjuang untuk masuk ke dalam melalui pintu itu. Jika Allah tidak membuka pintu itu, anda bisa berjuang sekuat hati anda, tapi anda tidak mungkin dapat masuk. Jika Ia tidak  membuka pintu itu dalam kemurahan-Nya, anda tidak mungkin bisa masuk, tidak kira berapa banyak anda berjuang. Tapi dalam kemurahan-Nya Ia telah membuka pintu itu untuk kita. Ia telah membuka pintu itu. Ia telah menyediakan kehidupan bagi kita. Ia memberikan kehidupan ini dalam Kristus Yesus. Namun begitu kita harus berjuang untuk masuk melalui pintu itu. Jadi saya mau anda memperhatikan dua faktor ini dengan jelas: bahwa tidak terdapat semacam kontradiksi di dalam firman Tuhan diantara anugerah Allah di satu pihak, dan usaha kita di lain pihak. Kedua-duanya dibutuhkan.


Allah memberikan anugerah dan kita berpegang padanya

Terdapat begitu banyak kekeliruan dalam hal ini: kita menekankan anugerah sehingga manusia tidak ada tanggung jawab sama sekali, atau sebaliknya kita menekankan usaha manusia sedemikian rupa anugerah menjadi tidak berarti.  Kita harus menghindari kedua jenis kekeliruan ini. Adalah keliru untuk menekankan anugerah sehingga manusia menjadi sama sekali pasif, yaitu, manusia tidak melakukan apa-apa sama sekali. Yang ini sangat dekat dengan ajaran predestinasi yang mengajarkan bahwa jika Allah ingin menyelamatkan anda, Ia akan menyelamatkan anda, apakah anda suka atau tidak. Tidak ada ajaran seperti itu dapat ditemukan dalam Alkitab. Di lain pihak, kita harus menghindari kesalahan yang satu lagi yang menyatakan bahwa melalui usaha kitalah kita menyelamatkan diri kita. Yang ini sama palsunya, sama saja tidak masuk akal. Dalam firman Tuhan, kedua-duanya benar. Di satu pihak, Allahlah yang mengambil inisiatif (prakarsa). Allahlah yang mengulurkan tangan untuk menyelamatkan kita. Allahlah yang menjadikan anugerah-Nya tersedia bagi kita dalam keselamatan. Allahlah yang memberikan kita hidup yang kekal dalam Kristus Yesus. Tapi di lain pihak, adalah tanggungjawab kita untuk menerima anugerah itu, untuk berpegang padanya, untuk menjadikan anugerah itu milik kita.  Seperti kata Paulus, “Kristus telah menjadikan aku milik-Nya, dan aku akan menjadikan Kristus milik-ku.” [Fil. 3:12] Aku menjadikan hidup kekal milik-ku. Itulah sebabnya Paulus berkata, “Aku berlari-lari ke depan. Aku menegangkan setiap urat untuk mencapai garis akhir. Tapi jika bukan karena anugerah Allah, aku tidak mempunyai kekuatan untuk berlari. Jika bukan karena kasih karunia Allah, bahkan panggilan sorgawi itu juga tidak ada. Sekarang Allah telah memberikan  satu tujuan hidup dan Ia juga memberikan kekuatan padaku untuk mencapai tujuan itu.” Paulus berkata di Filipi 4:13,

“Aku dapat melakukan segala sesuatu di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.”

Tapi masih saya yang harus melakukannya, meskipun anugerah-Nyalah yang memungkinkan saya melakukannya. Saudara-saudara sekalian, kita harus memelihara keseimbangan dalam pengertian kita. Kita jangan jatuh kedalam satu kesalahan atau kesalahan yang lain. Satu kesalahan mengatakan bahwa Allahlah yang melakukan segala sesuatu dan kita hanya sekedar pasif; kita tidak berbuat apa-apa sama sekali. Di lain pihak, kita melakukan segala-sesuatu dan Allah tidak melakukan apa-apa. Kedua-duanya keliru. Izinkan saya katakan sekali lagi: Allah yang memegang inisiatif. Dialah yang, pertama-tama dan terutama, membuat anugerah kekal-Nya tersedia bagi kita dalam Kristus Yesus Tuhan kita. Tetapi Ia tidak memaksakan anugerah itu kepada kita. Kita harus berjuang untuk mendapatkannya. Kita harus berusaha untuk menjadikannya milik kita. Kita dapat melihat sekarang bahwa itulah sebabnya mengapa kedua aspek itu sentiasa ditempatkan berdampingan di dalam Firman Allah. Karena itu Paulus bisa berkata, di satu pihak, bahwa kasih adalah buah Roh, dan di lain pihak, memberitahu kita bahwa kita harus mengejar kasih, harus menegangkan setiap saraf untuk menangkap kasih, untuk menjadikan kasih milik kita. Paulus tidak melihat pertentangan dalam hal ini sama sekali.

Itulah sebabnya sewaktu saya membahaskan Ucapan Bahagia, saya sentiasa menekankan bahwa hanya Allah yang dapat memungkinkan kita menjadi semua itu, yaitu, menjadi miskin di hadapan Allah, menjadi lemah lembut, untuk menjadi, singkatnya, seorang manusia baru. Tapi kitalah yang harus menghendaki hal-hal itu, dan tidak hanya menghendaki dengan cara yang samar-samar, tapi amat menghendakinya, hingga “berlari-lari mengejarnya“, mengutip kata-kata Paulus di Filipi 3:12 . Jadi kita harus memperhatikan kedua aspek ini dengan seksama. Hanya setelah kita memahami kedua aspek ini dengan sepenuhnya dan dengan jernih, kita dapat menghindari bermacam-macam kekeliruan rohani. Saat kita memahami hal ini, kita berada di dalam posisi yang lebih baik untuk memahami Ucapan Bahagia karena, pertama-tama, kita harus menghendakinya, kita harus hendak menjadi miskin di hadapan Allah. Jika kita bahkan tidak mau menjadi miskin di hadapan Allah, bagaimana Allah dapat menjadikan kita miskin di hadapan-Nya? Apakah Ia entah bagaimana memaksa anda menjadi miskin di hadapan-Nya? Jika Ia melakukan itu, kita semua secara otomatis akan diselamatkan. Kita semua secara otomatis akan menjadi miskin di hadapan Allah. Kita semua akan menjadi lemah lembut. Semuanya akan baik-baik saja di dalam gereja.

Tapi apakah kita melihat orang-orang di gereja miskin di hadapan Allah? Apakah kita melihat orang-orang di gereja lemah lembut? Apakah kita melihat orang-orang sangat lapar dan haus akan kebenaran? Apakah setiap orang di dalam gereja lapar dengan cara ini? Tentu saja tidak! Apakah anugerah-Nya tidak cukup bagi kita?  Atau apakah Allah tidak berbuat apa-apa sama sekali? Apakah anugerah-Nya tidak berkesan? Tentu saja tidak! Lalu mengapa kita tidak semua miskin di hadapan Allah? Mengapa kita bukan manusia-manusia Allah yang besar sebagaimana seharusnya?

Tentu saja tanggung jawab itu, saat anda memahami apa yang telah saya katakan sejauh ini, menjadi sangat jelas. Tanggung jawab itu terletak pada kita. Karena kita tidak menghendaki kemiskinan di hadapan Allah ini, kita masih hidup dalam kesombongan kita. Kita tidak mau menjadi miskin. Kita ingin menjadi kaya dalam roh. Kita ingin merasa cukup, bergantung pada diri sendiri. Kita tidak mau bergantung pada Tuhan. Dan saat kita tidak menghendaki hal-hal tersebut, maka tentu saja,  kita tidak akan menjadi miskin di hadapan Allah, meskipun Allah, oleh kuasa-Nya, dapat menjadikan kita miskin. Namun kita tidak menghendakinya.


Bagaimana memahami perhambaan kehendak

Oleh karena itu sangat penting untuk kita memahami bahwa dalam hal keselamatan, Firman Allah sentiasa meletakkan tanggung jawab itu kembali bahkan pada orang yang belum diselamatkan, jangankan orang Kristen yang mempunyai lebih banyak tanggung jawab. Terdapat satu ayat yang ditulis Paulus di Roma 7:18 yang seringkali kurang dimengerti di mana Paulus mengatakan,

“Sebab kehendak memang ada di dalam aku, tetapi bukan hal berbuat apa yang baik.” 

Ayat ini menyimpulkan dengan singkat semua yang ingin disampaikan Paulus di Roma 7 dan merupakan gagasan kunci kepada seluruh Roma 7. Anda lihat, kehendak memang ada di dalam aku, tetapi aku tidak dapat melakukannya. Itulah inti kepada seluruh persoalan manusia. Kehendak manusia tidak terikat sehingga ia tidak dapat menghendaki apa yang baik.

Untuk mengatakan bahwa kehendak manusia diperhambakan sehingga ia tidak dapat menghendaki apa yang baik adalah palsu. Itu bertentangan dengan firman Tuhan. Pernyataan ini menyesatkan – dan saya berkata ini  menyesatkan  karena Paulus tidak pernah mengatakan bahwa kehendak manusia telah diperhambakan. “Aku dapat menghendaki apa yang baik…” Masalah saya bukan karena saya tidak dapat menghendaki, tetapi saya tidak dapat melakukannya. Kita semua tahu tentang azam (resolusi) Tahun Baru. “Pada tahun akan datang, aku akan berbuat ini dan berbuat itu. Aku akan bangun jam 7.00 pagi dari pada jam 8.00 pagi supaya aku dapat membaca Alkitab satu jam lebih dan berdoa lebih lama. Aku akan melakukan sedikit jogging dan sebagainya.” Tidak lama kemudian, semuanya menjadi kabur. Saya dapat menghendaki tapi melakukan saya tidak tahu bagaimana. Saya entah mengapa tidak dapat melakukannya. Tidak ada perhambaan kehendak dalam pengertian kita tidak dapat menghendaki apa yang baik. Bahkan orang yang belum lahir kembali juga dapat membuat azam-azam yang baik. Ia dapat menghendaki apa yang baik. Ia dapat menilai apa yang baik. Masalahnya tidak terletak pada ketidakmampuan untuk menghendaki. Masalahnya, ia tidak dapat melakukan apa yang dihendaki.

Hal ini benar bukan saja untuk orang yang belum lahir kembali. Saya pasti anda telah mendapati bahwa hal ini berlaku juga untuk orang yang telah lahir kembali. Sebenarnya saat kita datang pada hal-hal rohani, kita dapat sentiasa menghendaki hal-hal yang indah. Tapi kita tidak dapat melakukannya. Itulah masalahnya.  Persoalannya ialah kita mungkin bahkan tidak menghendakinya. Saya bahkan tidak hendak menjadi miskin dihadapan Allah. Tapi jika saya mau, saya dapat menghendaki kemiskinan dihadapan Allah itu. Tidak ada perhambaan kehendak dalam hal ini. Kehendak manusia hanya diperhambakan dalam pengertian bahwa, meskipun ia dapat menghendaki, ia tidak dapat melakukannya. Hanya dalam pengertian ini kehendak itu diperhambakan. Dengan kata lain, kehendak itu tidak efektif. Anda tidak dapat melaksanakannya.

Di sini sangat penting untuk kita membedakan diantara dua arti perhambaan kehendak ini.  Kalau tidak, kita akan jatuh kedalam kesalahan yang serius. Karena jika kita berkata perhambaan kehendak berarti manusia tidak dapat menghendaki apa yang baik – dia bahkan tidak dapat menginginkan keselamatan – maka tentu saja ia tidak mungkin akan dapat berseru kepada nama Tuhan untuk diselamatkan. Jika begitu, tentu saja, kita kembali kepada satu posisi predestinasi: manusia itu sepenuhnya pasif dan apakah dia diselamatkan atau tidak bergantung sepenuhnya kepada apakah Allah telah memilihnya atau tidak. Jika Ia mau anda ke neraka, anda ke neraka. Anda tidak dapat berbuat apa-apa tentang hal itu. Anda tidak mungkin mempunyai keinginan untuk diselamatkan. Nah, ajaran ini tidak Alkitabiah. Paulus dengan jelas mengatakan di Roma 7, “kehendak memang ada di dalam aku” – apakah sudah lahir kembali atau belum. Aku dapat menghendaki apa yang baik. Aku tidak dapat melakukannya.

Jika kita telah memahami hal ini, kita akan memahami seluruh ajaran tentang anugerah. Untuk dapat melakukanlah dimana kita membutuhkan anugerah. Saya bisa mempunyai keinginan untuk diselamatkan tetapi saya tidak dapat menyelamatkan diri saya. Namun begitu saya masih harus menginginkannya. Saya harus mempunyai keinginan untuk menyelamatkan diri saya. Saya harus ingin diselamatkan.  Dan kemudian anugerah Allah datang dan secara efektif melakukannya.

Jadi terdapat dua tahap. Pertama, anda paling tidak harus mempunyai keinginan untuk diselamatkan. Jika anda tidak ingin diselamatkan, apa yang dapat kami lakukan? Saat anda mempunyai keinginan untuk diselamatkan, anda kemudiannya harus bersungguh-sungguh berseru kepada nama Tuhan. Ini sangat penting.

Jadi sekarang kita kembali ke Ucapan Bahagia, dan disini prinsip ini berlaku lagi. Pertanyaan pertama adalah: apakah kita ingin menjadi orang yang diberkati yang dibicarakan oleh Yesus ini? Jika anda bahkan tidak ingin menjadi orang yang miskin di hadapan Allah, maka anda juga tidak lapar dan haus akan kebenaran; anda begitu mencintai dosa. Jika dosa begitu menyenangkan dan manis, tentu saja anda tidak mau haus dan lapar akan kebenaran. Itu jelas.


Ucapan Bahagia harus dijadikan sebagai pokok doa

Tapi melalui firman Tuhan dan melalui pemberitaan firman Tuhan atau melalui pengalaman-pengalaman pahit, anda menyadari betapa buruknya dosa, dan anda mulai menginginkan kebenaran, anda menginginkan kerendahan hati, anda menginginkan kualitas-kualitas itu. Tapi meskipun anda menghendakinya, anda tidak dapat mencapainya. Disinilah dimana kita membutuhkan anugerah dan kuasa Allah. Meskipun demikian hal yang harus anda catatkan tentang Ucapan Bahagia adalah bahwa kita harus merindukan, kita harus punya keinginan untuk menjadi seperti orang yang dilukiskan oleh Yesus itu. Jika anda masih tidak punya keinginan, maka berdoalah agar Tuhan membuka mata anda untuk melihat betapa berbahagianya menjadi orang seperti ini, yang diberkati Allah, yang berkenan di mata Allah. Oleh karena itu, disini ialah satu poin penting yang harus kita pelajari tentang Ucapan Bahagia: kita harus menjadikan Ucapan Bahagia sebagai pokok doa. Saya tidak tahu apa yang anda doakan sewaktu saat teduh. Kadang-kadang kita kehabisan pokok doa untuk didoakan. Nah, Ucapan Bahagia adalah sesuatu untuk didoakan. Sangat penting untuk mendoakan hal-hal itu. Berdoalah agar Tuhan menjadikan kita miskin di hadapan-Nya. Berdoalah agar Tuhan membolehkan kita berdukacita atas dosa, untuk melihat dosa apa adanya dan menangis karenanya. Berdoalah agar Tuhan menjadikan kita lemah lembut. Berdoalah agar Tuhan menjadikan kita haus dan lapar akan kebenaran. Semua ini harus dijadikan pokok doa. Setiap hari anda bisa mendoakan ini: agar Tuhan akan membolehkan kita menjadi semua itu. Atau anda bisa mendoakan satu butir satu hari dan hari yang berikut, butir yang lain.  Jadi anda punya sembilan butir untuk didoakan dalam urutan yang bergilir. Disini saya mendapati sesuatu muncul.  Ucapan Bahagia harus dijadikan pokok doa bagi kita. Kita tidak harus semata berkata, “Nah, aku tidak miskin di hadapan Allah, jadi apa yang dapat aku lakukan karena Allah tidak berkenan menjadikan aku miskin di hadapan-Nya?” Itu sikap yang sangat salah. Kita harus berdoa agar Allah berkenan memberikan anugerah-Nya untuk menjadikan kita orang yang berbahagia, berbahagia di hadapan Allah.


Hubungan  Antara Ucapan Bahagia dan Doa Bapa Kami

Tapi mengapa kita tidak mendapati Ucapan Bahagia disebutkan sebagai suatu pokok doa? Atau apakah ia disebutkan sebagai suatu pokok doa? Nah, menurut pikiran dan pengetahuan saya, belum ada orang yang pernah menghubungkan Doa Bapa Kami dengan Ucapan Bahagia. Pernahkah anda perhatikan berapa butir yang terkandung di dalam Doa Bapa Kami? Sembilan butir. Satu kebetulan? Tidak. Nah, anda lihat sejauh pengetahuan saya, tidak ada orang yang pernah menghubungkan Ucapan Bahagia dan buah Roh. Dan kita telah melihat bahwa terdapat satu hubungan yang intim dan mendalam diantara keduanya. Dan ketika saya merenungkan dan mendoakan tentang hal ini, saya tiba-tiba menyadari bahwa terdapat juga satu hubungan internal diantara Doa Bapa Kami dan Ucapan Bahagia.

Mari kita melihat hubungan itu. Dalam beberapa butir, hubungannya begitu jelas sehingga mengherankan mengapa tidak seorangpun, menurut pengetahuan saya, yang pernah memperhatikannya. Sebagai contoh, pas di tengah-tengah Doa Bapa Kami dikatakan, “Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya“. Kalau kita memahami artinya, kita akan segera melihat hubungannya dengan haus dan lapar akan kebenaran. Namun kebanyakan orang yang berpikir “makanan yang secukupnya” ini merujuk kepada makanan jasmani! Tentu saja ini merupakan satu kekeliruan! Makanan yang dimaksudkan oleh Yesus bukanlah makanan jasmani tapi makanan surgawi. Yesus berkata, “Aku adalah roti hidup, bekerjalah bukan untuk makanan yang dapat binasa melainkan untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal.”  (Yoh. 6:27, 35, 41, 48) Andai saja kita  memahami poin ini, kita pasti dapat melihat hubungan internal diantara Ucapan Bahagia dan Doa Bapa Kami. Tapi kita tidak.

Ambil dua yang terakhir yang begitu jelas. “Dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami dari pada yang jahat.”  Apakah dua ucapan bahagia yang terakhir? Dua ucapan yang terakhir justru berhubungan dengan penganiayaan oleh sebab kebenaran (dari mana datangnya pencobaan) dan ucapan yang terakhir berbunyi, “kepadamu difitnahkan segala yang jahat… Lepaskanlah kami dari pada yang jahat…” Disini kita seharusnya melihat hubungan itu dengan segera. Tapi herannya sejauh yang saya tahu tidak seorangpun yang pernah saya dengarkan yang  melihat hubungan itu, meskipun hubungan itu tampaknya sedang terbelalak menatap kita. Jadi, Yesus menjadikan Ucapan Bahagia itu sebagai pokok doa di bagian yang disebut Doa Bapa Kami itu.


1. “Bapa kami yang di surga” dan “miskin di hadapan Allah”

Mari kita menelusuri hubungan itu dari butir-butir yang tampaknya kurang begitu jelas. Butir yang pertama menyatakan, “Bapa kami yang di sorga”. Bapa kami yang di surga – apakah anda melihat hubungannya dengan miskin di hadapan Allah? Jika anda agak lebih akrab dengan ajaran Tuhan, anda akan melihat hubungannya dengan segera. Bagaimana? Misalnya Matius 18:3.  Apa yang dikatakan di Matius 18:3? Yesus berkata di sini, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi…”  Seperti apa? “…seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga.”  Apakah ucapan bahagia yang pertama? “Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah empunya Kerajaan Sorga.”  Siapakah empunya Kerajaan Sorga? Yesus mengatakan bahwa kecuali anda menjadi seperti anak kecil, anda tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Surga, karena merekalah empunya Kerajaan Surga. Anak-anak kecil! Merekalah empunya Kerajaan Surga. Jadi, mereka yang miskin di hadapan Allah adalah anak-anak kecil – anak-anak kecil rohani! Apa artinya menjadi anak kecil rohani? Kecuali anda menjadi anak kecil, orang yang tak berarti di dunia ini, samasekali bergantung kepada Allah sebagaimana seorang anak kecil bergantung kepada bapanya, anda tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Surga. Hubungannya sangat jelas. “Bapa kami…” – hanya mereka yang miskin di hadapan Allah, mereka yang telah menjadi seperti anak kecil memanggil-Nya ‘Bapa’. Anak-anak kecil ialah orang-orang yang tak berarti di dunia ini. Mereka tidak memiliki apa-apa; mereka tak berarti. Mereka miskin dalam pengertian bahwa, meskipun mereka adalah ahli waris, sebagaimana kata Paulus di Galatia, mereka tidak lebih baik dari hamba, selama mereka masih anak-anak kecil.

Anak-anak kecil adalah mereka yang tidak punya kedudukan di dunia ini. Mereka tidak berarti. Yesus berkata kepada murid-murid-Nya, “Sesungguhnya jika kamu tidak merendahkan dirimu dan menjadi orang tak berarti di dunia ini” (seperti anak-anak kecil ini yang berlari keliling tanpa dipandang siapapun, tidak dihiraukan oleh siapapun karena mereka tak berarti. Mereka belum mencapai apa-apa; mereka belum menghasilkan apa-apa), “kecuali kamu menjadi seperti mereka, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Surga” – kecuali anda menjadi anak kecil, kecuali anda bisa berkata dalam kemiskinan roh, “Bapaku, aku bergantung sepenuhnya kepada Engkau. Aku tak berarti. Aku tak memiliki apa-apa. Aku hanyalah anak-Mu. Perhatikanlah aku.” Hubungannya begitu jelas.

Bagaimana mungkin kita melalaikan hubungan diantara Ucapan Bahagia dan Doa Bapa Kami ini? “Bapa kami”! Saya pikir tidak ada yang dapat dengan sungguh-sungguh memanggil Allah “Bapa” kecuali orang yang benar-benar miskin dihadapan Allah, orang yang telah menjadi anak kecil secara rohani. Dalam hubungannya dengan Allah, ia semata seorang anak yang bergantung sepenuhnya pada Dia. Apa yang dapat dilakukan oleh seorang anak kecil? Jika anda tidak keluar bekerja, anak anda akan mati kelaparan karena dia tidak bisa keluar cari makan. Anak anda itu tidak punya kekuatan atau pengetahuan maupun pengertian untuk melakukan apa-apa. Ia tidak dapat berlangsung hidup di dunia ini. Seorang anak kecil bergantung kepada bapanya selama dia masih seorang anak kecil. Itulah rupa hubungan kita dengan Allah. Kita menjadi anak-Nya. Kita tidak menaruh keyakinan pada diri sendiri. Kita tidak berusaha untuk memperoleh keselamatan kita lebih dari seorang anak kecil dapat memperoleh pendapatannya. Ia akan mati kelaparan.

Anak perempuan saya sering bercakap-cakap dengan saya dan saya akan bertanya kepadanya, “Kamu ingin jadi apa setelah kamu besar nanti?” Nah, di tahap ini cukup sulit untuk memikirkan suatu pekerjaan yang dapat dilakukannya. Ia bahkan tidak dapat menyapu dengan betul. Apa yang dapat kamu lakukan? Apa yang dapat kamu lakukan untuk mendapat penghasilan? Seorang anak kecil tidak mempunyai sarana guna berlangsung hidup di dunia ini selain daripada belas kasihan orang-orang dewasa, terutama orangtuanya. Mereka tidak dapat bertahan. Dengan cara yang sama kita tidak dapat berlangsung hidup secara rohani. Kita bergantung secara total kepada Allah demi kelangsungan hidup kita. Bergantung secara total! Kita tidak ada pilihan lain. Jadi hanya setelah kita mengakui ketergantungan kita, kita dapat memanggil-Nya Bapa. Terkadang seorang anak kecil tidak menyadari ketergantungannya. Ia berpikir, “Aku dapat melakukannya!” Biarkanlah dia pergi  dan lihat apa yang terjadi. Ia tidak bisa melakukannya, tapi terkadang ia pikir ia bisa. Jadi saat kita menyadari keadaan kita yang sebenarnya, dan kita menjadi miskin dihadapan Allah, hanya di saat itu kita dapat berseru, “Bapa kami yang ada di sorga…..” Hubungannya begitu jelas, bukan? Tapi jelas hanya setelah dijelaskan. Jadi sekarang bagaimana dengan butir-butir yang lain? Semua butir yang lain mengikut dengan cara yang sama. Sebenarnya saya dapat menjejaki hubungan tersebut di begitu banyak tempat tapi waktu kita tidak cukup untuk ini.

Saya dapat menunjukkan kepada anda, misalnya, bahwa Ucapan Bahagia itu dapat ditemukan dimana-mana dalam ajaran Paulus. Ajaran Paulus dipenuhi dengan setiap butir dari Ucapan Bahagia, dan ini menunjukkan betapa pentingnya Ucapan Bahagia itu dalam pemikiran Paulus. Sebenarnya seluruh doktrin keselamatan Paulus didasarkan pada kemiskinan dihadapan Allah ini – bahwa kita tidak dapat menyelamatkan diri kita dengan melakukan Hukum Taurat dan dengan usaha kita sendiri, tapi kita, seperti anak kecil, bergantung sepenuhnya kepada Allah. Roh Allah yang telah disuruh kedalam hati kita itu, yang memungkinkan kita untuk berseru di dalam kemiskinan roh, “ya Abba, ya Bapa.” Disinilah letaknya seluruh dasar bagi teologia Paulus. Paulus memahami ajaran Yesus dengan begitu baik dan sempurna. Dimana-mana, butir demi butir dari Ucapan Bahagia, dapat ditemukan diseluruh ajaran Paulus. Sebenarnya anda dapat menemukan semuanya bahkan hanya dalam satu surat – dalam surat biografinya, surat Filipi, surat yang saya sebutkan sebagai surat biografi Paulus. Anda dapat menemukan setiap butir dari Ucapan Bahagia di dalam surat ini. Misalnya dia berbicara tentang kehilangan segala sesuatu. Saat anda kehilangan segala sesuatu, anda menjadi miskin. Paulus menganggap semuanya sebagai sampah. Itu adalah kemiskinan di hadapan Allah! Ia menganggap semua itu tidak berharga supaya dia dapat memperoleh Kristus.


2. “Dikuduskanlah Nama-Nya” dan “Suci Hatinya”

Mari kita lihat hubungan yang kedua. Disini saya memperhatikan satu perubahan, satu perubahan dalam susunan, dan ini agak penting. Butir yang kedua ini adalah kekudusan, “Dikuduskanlah Nama-Mu“. Ketika saya membandingkan ini dengan Ucapan Bahagia, saya mendapati satu-satunya butir yang sepadan dengan yang ini adalah “suci hatinya”. Siapa yang suci hatinya kecuali dia yang berusaha menguduskan nama Allah, menjadikan nama Allah kudus di dalam kehidupannya dan juga di dalam kehidupan orang lain, supaya nama Allah ditinggikan dan dimuliakan.  Suci di dalam hati! Sebentar lagi kita akan melihat mengapa terjadinya perubahan dalam sususan. Ini merupakan satu-satunya butir di dalam Doa Bapa Kami yang mengalami perpindahan: butir yang keenam dari Ucapan Bahagia dipindahkan menjadi doa permohonan yang pertama. Ini sangat menarik. Tapi anda bisa melihat dengan segera bagaimana “Berbahagialah orang yang suci hatinya” dan “Dikuduskanlah nama-Mu” itu berhubungan. Hal ini sangat mudah dilihat dan tidak membutuhkan banyak penjelasan.


3. “Datanglah Kerajaan-Mu” dan “Berdukacita”

Mari kita lihat butir yang berikut, “Datanglah Kerajaan-Mu“. Sekali lagi jika anda akrab dengan ajaran firman Tuhan khususnya dari Perjanjian Lama, anda akan melihat dengan segera bagaimana ini bertepatan dengan orang yang berdukacita. Siapa yang merindukan kedatangan Kerajaan Allah melainkan mereka yang berdukacita karena keadaan dunia yang dipenuhi dosa, yang berdukacita karena dosa didalam dirinya sendiri, yang berdukacita karena dosa didalam gereja? Mereka rindu supaya, “Datanglah Kerajaan-Mu.” Jika anda tidak berdukacita karena dosa, anda tidak dapat mengatakan dari hati anda, “Datanglah Kerajaan-Mu” karena anda puas dengan apa adanya. Dosa tidak menganggu anda; ia tidak menyusahkan anda. Saya tidak melihat banyak orang Kristen yang menginginkan kedatangan Kerajaan Allah, bahwa Yesus akan datang kembali, karena saya tidak melihat banyak keprihatinan akan kebenaran, akan kekudusan. Saya tidak melihat banyak yang berdukacita atas dosa. Saya tidak melihatnya. Jika kita amat menderita karena dosa, kita akan selalu merindukan kedatangan Kerajaan-Nya, Kerajaan-Nya yang akan melepaskan kita dari dosa. Sebagaimana kata Paulus, “Aku, manusia celaka! Siapakah yang akan melepaskan aku dari tubuh maut ini?” [Roma 7:24] Siapakah yang akan melepaskan aku? Ia tahu akan dosa-dosanya. “Aku, manusia celaka!” kata Paulus di Roma 7. Dan karena itu Paulus merindukan keselamatan Allah, dan kedatangan Kerajaan Allah: “Syukur kepada Allah!” Kristus memberi kita kemenangan. Ia merindukan dengan pengharapan yang bersungguh-sungguh, dengan leher yang terulur akan kedatangan Kerajaan Allah. “Leher yang terulur” – itulah artinya dalam bahasa Yunani. “Datanglah Kerajaan-Mu”. Paulus merindukan Kerajaan Allah karena dia berdukacita atas dosa. Ia membicarakan dirinya sebagai manusia celaka – dia di dalam tubuh yang masih diperhambakan kepada dosa.

Jadi, hubungannya agak jelas. Jika anda melihat dalam Perjanjian Lama, hubungannya juga sama jelas. Di Mazmur 80:6 pemazmur berbicara tentang air mata, tentang dukacita karena dosa. Di ayat 3 ia berkata, “Bangkitlah, datanglah untuk menyelamatkan kami! Pulihkanlah kami!” Atau di Mazmur 6:7-8 kita melihat hal yang sama. Kita membaca tentang tangisan dan dukacita atas dosa. Di ayat 5 kita baca disitu, “Kembalilah, TUHAN, selamatkanlah aku.” Kembalilah dan selamatkan kami. Kembalilah. Datanglah padaku. Selamatkanlah aku. Kerinduan akan kedatangan Allah, karena kedatangan Kerajaan Allah adalah kedatangan Allah sendiri, yaitu, kedatangan Yesus. Jadi anda melihat hubungan yang terus menerus ini diantara dukacita atas dosa dan kerinduan akan kedatangan Allah untuk menyelamatkan.


4. “Jadilah kehendak-Mu” dan “lemah lembut”

Kita melanjutkan ke butir yang berikut, “Jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di surga.” Jadilah kehendak-Mu di bumi –  siapa lagi yang akan mendoakan hal semacam ini selain dari yang lemah lembut? Yang lemah lembut akan memiliki apa? Bumi. Kehendak-Mu jadi di bumi seperti di surga. Kata ‘bumi’ muncul di kedua ayat ini. Sangat menarik! Siapa yang merindukan agar kehendak Tuhan terjadi? Siapa yang berkata “Jadilah kehendak-Mu” selain dari yang lemah lembut? Orang yang lemah lembutlah yang menginginkan agar kehendak Tuhan terjadi di bumi ini. “Bukan kehendak-ku, Tuhan, jadilah kehendak-Mu.” Itulah bahasa orang yang lemah lembut. Yang sombong berkata, “Jadilah kehendak-ku. Aku maunya seperti ini.” Yang lemah lembut berkata, “Jadilah kehendak-Mu! Sebagaimana kehendak-Mu jadi dengan sempurna di surga, jadilah kehendak-Mu dengan sempurna di bumi ini.”


5. “Berikanlah kami pada hari ini makanan yang secukupnya” dan “lapar dan haus akan kebenaran”

Paralel yang berikutnya sudah begitu jelas. “Berikanlah kami pada hari ini makanan yang secukupnya.” Siapa lagi yang akan mendoakan doa seperti ini selain dari mereka yang lapar dan haus akan kebenaran? Merekalah orang yang lapar dan haus akan roti yang hidup.  Karena dimana lagi terdapat kebenaran selain dari roti yang hidup itu? Dimana-mana hubungannya begitu jelas.


6. “Ampunilah kami akan kesalahan kami” dan “murah hati”

Perhatikan hubungan itu di butir yang berikut: “Ampunilah kami akan kesalahan kami.” Siapakah orang yang merindukan pengampunan? Mereka yang telah diampuni dosa-dosanya! Merekalah orang yang murah hatinya. Sebenarnya, di dalam ajaran Yesus, kemurahan hati dan pengampunan dosa mempunyai arti yang sejajar. Apakah artinya bermurah hati? Artinya mengampuni dosa. Mengapa kita mengampuni dosa? Karena kita sendiri telah diampuni. Hubungan diantara kemurahan hati dan pengampunan ini, Yesus mengajarkan dengan eksplisit di Matius 18:32-33. Ayat 33 berbicara tentang kemurahan hati dan ayat 32 tentang pengampunan. Kemurahan hati dan pengampunan mempunyai arti yang sama di dalam ajaran Yesus.


7. “Seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami” dan “membawa damai”

Dengan cara yang sama mari kita lihat hubungan yang selanjutnya. “Seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami.” Siapa yang berbicara seperti ini melainkan orang yang membawa damai? Hanya mereka yang menginginkan damai, yang membawa damai, siap mengampuni kesalahan orang lain. Adalah sikap seorang pendamai untuk tidak menyimpan dendam di dalam hatinya. Jika anda menyimpan dendam, jika anda enggan mengampuni, bagaimana anda dapat membawa damai? Seorang pembawa damai tidak akan mengingati dosa orang lain. Seorang pembawa damai akan secepat mungkin mencari perdamaian. Ia tidak akan berkata, “Sudah, kita tidak berbicara lagi. Lupakan saja! Jika kamu orang Kristen, lupakan saja. Aku tidak akan berbicara dengan orang seperti kamu lagi.” Seorang pembawa damai adalah orang yang berkata, “Oke. Kamu telah menyalahi aku, tapi sudahlah, aku tidak akan simpan dalam hati.” Ampunilah dengan cuma-cuma! Di Efesus 4:32 Paulus berkata, “kamu saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu.” Saling mengampuni! Seorang yang membawa damai adalah orang yang mengampuni dengan cuma-cuma karena dia sendiri telah diampuni. Jadi anda mendapati bahwa disini terdapat satu hubungan yang tak dapat dipisahkan diantara pengampunan dan menjadi orang yang membawa damai.


8. “Janganlah membawa kami ke dalam pencobaan” dan “penganiayaan”

Mari kita datang ke butir yang kedelapan: “Janganlah membawa kami ke dalam pencobaan”. Sebagaimana yang telah kita lihat, disini hubungannya begitu jelas sehingga hampir tidak membutuhkan penjelasan apapun. “Janganlah membawa kami……” Kapan kita menghadapi pencobaan yang paling berat? Tentu saja dibawah penganiayaan bagi mereka yang telah berpaling dari dosa. Tidak pernahkah anda berpikir sendiri, “Dapatkah aku bertahan dibawah penganiayaan?” Bahkan mereka yang dilatih untuk pekerjaan Tuhan, berapa banyak kali anda berpikir sendiri, “apa akan terjadi jika aku dianiaya dengan berat karena iman? Dapatkah aku bertahan dalam ujian ini, pencobaan ini? “Janganlah membawa kami ke dalam pencobaan“. Dapatkah saya bertahan? Oleh anugerah Allah, ya!

Namun begitu, kita jangan meletakkan diri kita di posisi pencobaan. Kita tidak mencari pencobaan. Sekalipun kita mengasihi Allah, kita tidak pergi mencari pencobaan. Doa ini menjadi satu peringatan supaya kita tidak mencari kesusahan. Terdapat cukup banyak kesusahan yang akan datang pada anda tanpa perlu anda mencarinya. Hal ini mengingatkan kita akan gereja awal. Ada diantara mereka, karena semangat yang tak terdidik, pergi mencobai si pencoba. Mereka mencari masalah. Ketika Kaisar Roma mengeluarkan satu dekrit yang memerintahkan penganiayaan terhadap orang-orang Kristen, gubernur kota itu mendapati kantornya dikerumuni sekelompok orang Kristen yang berkata, “Kami disini. Kaisar telah memerintahkan supaya orang-orang Kristen dianiaya. Kami orang Kristen. Silakan saja.” Janganlah mencari masalah! “Janganlah membawa kami ke dalam pencobaan.” Ia tidak akan membawa kita dan janganlah anda pergi mencarinya. Tapi pencobaan dan penganiayaan akan datang. Tapi yang terutama, yang paling dikuatirkan adalah pencobaan itu, yaitu, pencobaan untuk murtad ketika kita menghadapi tekanan. Dari pencobaan seperti inilah kita berdoa untuk dilepaskan.


9. “Lepaskanlah kami dari pada yang jahat” dan “difitnahkan segala yang jahat’

Kemudian perhatikan butir yang terakhir dalam Doa Bapa Kami yang begitu jelas, begitu terang. Apakah yang disebutkan di Ucapan Bahagia yang terakhir? Bacalah perkataan-perkataan itu dengan teliti. “Berbahagialah  kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat.”(perhatikan kata “difitnahkan segala yang jahat”) dan “Lepaskanlah kami dari pada yang jahat.” Justru itulah yang kita doakan – “lepaskanlah kami dari pada yang jahat”. Disini hubungan internalnya begitu jelas dan hampir tidak membutuhkan penjelasan.


Doa Bapa Kami mewujudkan intisari dari Ucapan Bahagia

Saya mau anda catatkan bahwa Yesus dalam hikmat-Nya yang tertinggi telah menunjukkan kepada kita apa yang telah Ia lakukan. Ia telah mengambil Ucapan Bahagia, yang diucapkan-Nya di permulaan Khotbah di Bukit, dan mengubahnya menjadi suatu pokok doa dan mengubahnya sedemikian sehingga mewujudkan intisarinya. Ah, ajaran Tuhan begitu ajaib, begitu indah. Dapatkah anda melihat hubungannya sekarang? Tahukah anda apa yang anda lakukan ketika anda mendoakan Doa Bapa Kami itu? Anda sebenarnya sedang mendoakan isi kepada Ucapan Bahagia itu. Saya percaya anda tidak akan mendoakan Doa Bapa Kami tanpa memahami  apa yang anda ucapkan lagi. Ketika anda berkata, “Bapa kami,” anda sebetulnya sedang berdoa, “Tuhan, jadikan aku miskin di hadapan-Mu.” Di lain pihak, jika anda tidak miskin di hadapan Allah, anda tidak dapat mengatakan dengan berarti, “Bapa kami.” Anda tidak mempergunakan kata-kata itu pada tempatnya. Anda mempergunakan kata-kata tersebut tanpa pengertian dan anda semata mempergunakannya dengan sembarangan. Anda sadar sekarang bagaimana anda harus mendoakan Doa Bapa Kami. Anda mendoakan Doa Bapa Kami dengan sikap yang miskin di hadapan Allah. Anda menyadari orang yang bagaimana yang dapat berkata, “Bapa kami”. Hanya mereka yang miskin di hadapan Allah yang berhak berkata, “Bapa kami yang ada di sorga.” Kemudian anda menyadari anda harus menjadi suci di dalam hati supaya dapat mengatakan dengan sungguh-sungguh, “dikuduskanlah nama-Mu“, karena jika anda tidak suci di dalam hati dan anda berkata, “dikuduskanlah nama-Mu”, anda benar-benar berlaku munafik. Bagaimana anda bisa berkata, “dikuduskanlah nama-Mu” jika anda tidak suci di dalam hati? Saya merasa ngeri memikirkan orang-orang yang berkomat-kamit mengucapkan Doa Bapa Kami setiap hari, dan di banyak kebaktian gereja mereka mengakhiri kebaktian dengan mengucapkan, “Bapa kami yang ada di sorga.” Mereka bahkan tidak tahu apa yang mereka ucapkan. Tahukah kita apa yang kita ucapkan?

Saya dibesarkan di sebuah sekolah Katolik Roma. Salah satu dari doa-doa pertama yang pernah saya pelajari adalah, “Bapa kami yang ada di sorga” dan saya bahkan tidak tahu apa yang saya ucapkan. Setiap hari saya bertelut ditempat tidur dan mendoakan ini sehingga pada akhirnya saya memutuskan untuk tidak lagi berurusan dengan agama Kristen dan tidak lagi berdoa dan tidak lagi berpikir tentang gereja dan orang Kristen. Banyak tahun kemudian Tuhan membawa saya kembali dan membawa saya ke dalam Kerajaan-Nya. Tapi di sekolah Katolik tersebut, seperti semua anak-anak yang lain, anda hanya mengulangi apa saja yang diajarkan. Saya hanya bertelut ditempat tidur dan berkata, “Bapa kami yang ada di sorga…..” dan seterusnya.  Terkadang saya berpikir, “Ini sedikit terlalu cepat.” Jadi saya berkomat-kamit mengucapkan sekali lagi, “Bapa kami yang ada di sorga…..” Saya pikir sangat menyedihkan karena terdapat banyak orang di gereja hari ini yang menggunakan rosario untuk menghitung berapa banyak kali mereka berkata, “Bapa kami…..”. Dan kadang-kala jika anda pergi kepada seorang pastor untuk pengakuan dosa, pastor itu akan berkata kepada anda, “Oke, memandangkan kamu telah mengaku dosa-dosamu, aku memberikan pengampunan dosa, tapi kamu harus mengucapkan Doa Bapa Kami 20 kali.” Jadi orang itu pergi dan bertelut dan mengucapkan doa itu, “Bapa kami di sorga….”, lebih cepat diucapkan, lebih cepat selesai. (Anda menekan satu manik di rosario and kemudian satu lagi untuk menghitung berapa banyak kali anda telah mengucapkan doa itu.) Sangat memualkan! Adalah benar-benar menyedihkan jika orang harus disuruh melakukan hal-hal yang mereka sendiri tidak memahaminya. Kita harus mendoakan hal-hal ini jika kita ingin berdoa dengan betul, hanya dengan memahami Ucapan Bahagia di dalam hati kita, yaitu, hanya jika memahami dengan benar apa yang sedang kita lakukan.


Suci di dalam hati – Menghendaki satu hal

Yang terakhir, tadi saya menyebutkan bahwa terdapat satu perubahan yang signifikan pada urutan Ucapan Bahagia. Sejauh ini hanya terdapat satu perubahan dalam susunan, yaitu, “Berbahagialah orang yang suci hatinya”. Ucapan Bahagia yang keenam ini dinaikkan ke atas untuk menjadi pokok doa yang pertama setelah, “Bapa kami.” Hal ini sangat penting. Seorang ahli teologia dan ahli filsafat Denmark, Sǿren Kirkegaard, menulis sebuah buku yang berjudul, “Kesucian Hati Ialah Menghendaki Satu Hal.” Ia sungguh benar! Ia benar-benar memahami ajaran Tuhan atas hal ini. Kesucian hati berarti anda tidak mengabdi kepada dua tuan. Anda tidak mengabdi kepada Allah dan Mamon. Kesucian hati berarti anda menghendaki hanya satu hal, yaitu, anda melayani hanya Allah dengan segenap hati anda, dengan segenap keberadaan anda. Kesucian hati berarti hati yang tidak terbagi-bagi. Tidak ada kepentingan yang lain, tidak ada tuan yang lain untuk dilayani. Anda melayani Allah dan hanya Allah. Sungguh luar biasa bahwa ucapan yang khusus ini dimajukan ke depan. Tentu saja bukan suatu kebetulan ia dimajukan ke depan. Kesucian dalam hati ini adalah hal yang paling penting yang harus kita doakan untuk tetap setia kepada Allah. Di butir yang berikutnya dalam ajaran Tuhan, anda akan melihat bahwa ia menjadi hal yang menentukan kelangsungan hidup. Jadi mulai sekarang saya percaya anda dapat mendoakan Doa Bapa Kami dengan berarti, dan tidak hanya mengulangi doa tersebut.

Doa Bapa Kami, sebagaimana telah kita sebutkan tadi, adalah satu model doa. Itu berarti Tuhan tidak semata berkata, “Hanya ulangi perkataan-perkataan ini”, tapi sebaliknya, “Jadikannya sebagai suatu pokok doa, jadikannya sebagai pola bagi doa anda. Teladanilah doa anda atas doa model ini” Dan setiap kali anda mengucapkan Doa Bapa Kami ini, anda telah meliputi setiap butir dalam Ucapan Bahagia itu. Hal ini benar-benar indah. Semoga Allah membolehkan kita untuk benar-benar masuk ke dalam semangat Doa Bapa Kami dengan memahami dengan lebih mendalam dan dengan lebih jelas Ucapan Bahagia itu. Renungkanlah hal ini. Dan seperti yang saya katakan dari permulaan, jadikanlah Ucapan Bahagia suatu pokok doa seperti yang diajarkan oleh Tuhan dalam apa yang disebut Doa Bapa Kami ini.

 

Berikan Komentar Anda: