Pastor Eric Chang | Matius 16:24-26 | Markus 8:31-38 |
Mengapa kita tidak menjadi raksasa rohani sebagaimana yang diharapkan?
Di Matius pasal 11 Yesus menyatakan bahwa yang terkecil di dalam Kerajaan Allah itu lebih besar, bukan sekadar lebih besar dari yang lain, tetapi lebih besar daripada Yohanes Pembaptis. Ini adalah firman yang sangat tegas. Lalu, kita bertanya-tanya mengapa saat kita melihat di sekeliling kita, kita bahkan tidak melihat ada orang yang sanggup menyamai Yohanes Pembaptis secara rohani, apalagi sampai lebih besar daripada Yohanes Pembaptis? Kita berada di tengah angkatan yang kerdil secara rohani. Kita tidak dapat menemukan para raksasa rohani yang ingin Yesus wujudkan lewat kematiannya.
Hari ini, kita akan meneliti penyebab dari masalah ini. Mengapa kita tidak bisa menemukan raksasa rohani di tengah-tengah kita? Atau, dengan kata lain, mengapa kita tidak menjadi para raksasa rohani seperti yang Yesus harapkan?
Yesus telah melakukan pengorbanan yang besar untuk menebus dan memerdekakan kita dari kuasa dosa namun sangatlah menyedihkan balasan yang diberikan oleh jemaat. Sangatlah memalukan saat melihat pada persembahan iman kita kepadanya, kita memberi dengan setengah hati dan tidak serius. Jika kita yakin bahwa kita telah ditebus oleh darahnya, bahwa Allah lewat Yesus telah menebus kita dengan ongkos yang tak terkirakan mahalnya, beranikah kita menjalani kehidupan Kristen yang seperti terlihat dalam ‘kekristenan’ di masa ini? Jika kita ini memang benar-benar orang kudus Allah, mengapa kita tidak menemukan kekuatan rohani dan kemuliaan Allah di dalam kehidupan orang-orang Kristen di angkatan ini? Perkara inilah yang akan kita teliti hari ini.
Hal ini merupakan pokok yang sangat mendasar. Saat kita menghadapi masalah di dalam hidup, kita perlu kembali ke dasar dan meneliti akar dari iman kita. Kita harus melihat apa yang menjadi landasan dari kehidupan rohani kita. Hal inilah yang akan kita kerjakan dikhotbah ini, dan juga di dalam dua khotbah selanjutnya. Kita akan terus memperdalam hal ini sehingga, dengan kemurahan dan kasih karunia Allah, kita bisa menerapkan semua ajaran Yesus dan bisa melaksanakan panggilan kita. Saya sama sekali tidak ragu bahwa kepenuhan kuasa Allah dapat terwujud di dalam diri kita semua dan menjadikan kita lebih besar daripada Yohanes Pembaptis!
Dunia hanya dapat dimenangkan lewat bala tentara yang berkomitmen total
Inilah ambisi rohani saya: kita semua menjadi para raksasa rohani di tengah angkatan ini, bukan agar kita semua bisa memegahkan diri, melainkan supaya kita semua bisa menjadi efektif di dalam pekerjaan keselamatan. Saya prihatin dengan pekerjaan penginjilan. Saya ingin agar kita menjangkau keluar di saat kita siap melakukan itu.
Banyak gereja-gereja berlomba melakukan penginjilan. Bayangkanlah, orang-orang yang masih bayi secara rohani, yang masih di sekolah TK, bahkan tidak sanggup untuk berdiri sendiri, yang tidak mengerti apa isi Firman Allah, mereka semua melakukan outreach! Mereka tidak siap untuk ini. Anda sedang mengutus bayi-bayi untuk maju ke medan perang. Anda akan digempur habis oleh musuh sebelum Anda sempat berbuat apa-apa.
Apa yang akan Anda lakukan jika Anda ingin maju berperang? Anda akan melatih pasukan karena pasukan yang terlatih akan bisa berbuat lebih banyak di medan perang. Dengan apakah kita akan memenangkan dunia bagi Kristus? Apakah dengan sekumpulan orang yang tidak terlatih? Bahkan lebih buruk lagi, dengan sekumpulan orang yang tidak punya komitmen? Anda tidak akan bisa memenangkan dunia bagi Kristus dengan orang-orang semacam ini.
Jika penginjilan itu diartikan sebagai hal memenangkan dunia bagi Kristus, maka diperlukan suatu persiapan yang panjang sebelum kita bisa mulai masuk ke dalam peperangan rohani. Oleh karena itu, selama bertahun-tahun ini kami hanya berkonsentrasi untuk membangun pasukan Tuhan. Kami belum memusatkan perhatian pada penjangkauan dalam skala yang besar karena semakin besar jumlah pasukan, berarti semakin sukar pula melatih pasukan yang efektif. Anda tidak bisa lagi memberikan perhatian kepada setiap individu sesuai dengan kebutuhan mereka. Oleh karena itu, saya cukup puas dengan mengerahkan jumlah yang sedikit saja, seperti yang dulu dilakukan oleh Yesus – hanya dengan 12 orang. Dia mencurahkan waktu dan tenaganya buat mereka, pada 12 orang biasa-biasa ini. Kedua belas orang ini diperlengkapi dengan kuasa lewat Roh Allah, bukan saja di dalam perkataan mereka, tetapi mereka juga menjadi orang-orang di mana hidup Kristus terwujud dalam diri mereka. Hanya 12 orang saja yang dibutuhkan oleh Yesus untuk menjungkirbalikkan dunia. Itulah strateginya.
Akan tetapi ternyata kita tidak belajar dengan baik. Kita berkata pada orang Kristen yang masih baru, “Ayo, menginjillah!” Kita menginginkan suatu ‘ledakan penginjilan.’ Kita memang sudah mendapatkan ledakannya. Dan apa yang Anda dapat setelah terjadi ledakan? Kepingan-kepingan, sepotong di sini, di sana, dan di mana-mana. Saya tidak menginginkan ledakan. Yang kami inginkan adalah sesuatu yang bersifat membangun, yang bertumbuh dengan stabil mencapai kepenuhan kedewasaan Kristus. Dan Anda tidak akan mendapatkan kepenuhan kedewasaan Kristus dengan membuat ledakan, saya jamin itu tidak akan terjadi. Kita menginginkan hasil yang cepat, yang bisa dihitung dan dilihat, akan tetapi itu bukan rencana Allah.
Selama tiga tahun, waktu dan tenaga Yesus dicurahkan untuk membentuk 12 orang biasa-biasa itu! Cobalah pahami hal ini dengan baik. Inilah tujuan yang hendak kami kejar. Kita harus masuk ke dalam akar permasalahannya. Kita akan melakukan penjangkauan, dan kita pasti akan melakukannya. Jika pasukan sudah siap tempur, maka kita akan menaklukkan di dalam nama Kristus. Namun sebelum pasukan itu terbentuk, kita tidak akan mampu memenangkan satupun pertempuran rohani.
Bangunlah beberapa orang sampai tingkat kepenuhan kedewasaan Kristus
Saya mendapat pelajaran ini lewat jalan yang menyakitkan. Saya ingat betul kesalahan yang kami buat di gereja Tionghoa di London dulu. Oh, kami membuat ledakan, hal itu memang terjadi. Kami berkembang dalam kecepatan yang luar biasa. Jumlah kami bertambah sebanyak 500% dalam setahun! Jumlah jemaat bertambah sangat cepat. Orang-orang berbondong-bondong datang dari segenap penjuru Inggris untuk melihat apa yang terjadi pada gereja Tionghoa ini. Suatu pertumbuhan gereja yang fenomenal, fantastis! Ya, saya tahu benar apa itu pertumbuhan gereja. Kami membuat ledakan dan kami hancur berkeping-keping akhirnya. Itulah masalahnya, kami mengalami ‘peledakan’ (explosion). Jumlah jemaat berkembang pesat akan tetapi di bagian dalamnya ada kelemahan. Gereja itu tak mampu bertahan saat menghadapi satu serangan iblis dan langsung ambruk. Jumlah jemaatnya memang masih banyak, akan tetapi secara rohani, isinya sudah kosong. Lima tahun kemudian, ketika saya menjenguk gereja yang pernah saya bantu pengembangannya, gereja tempat saya melewatkan sebagian tahun-tahun terindah di dalam hidup saya, mempertaruhkan kelanjutan akademik saya demi membangun gereja itu, yang saya temukan adalah 98% dari jemaatnya sudah berpaling dari Tuhan. Saya bertekad untuk tidak lagi membangun gereja semacam ini.
Seandainya saja Tuhan saat itu mengajari saya cara mengerjakannya dengan benar: dengan menelusuri ke titik awal. Apakah cara yang dipakai oleh Tuhan? Jangan mengejar ledakan. Pusatkan perhatian pada pembangunan landasan yang kokoh. Atau dengan gambaran yang lain, fokus membangun sampai mereka mencapai tingkat pertumbuhan yang penuh dalam Kristus, maka mereka akan bisa berangkat menjangkau orang-orang, mereka akan memiliki kuasa, dan orang-orang akan ditarik kepada Tuhan, dan jika orang-orang sudah mulai ditarik kepada Tuhan, ulangi lagi memusatkan perhatian pada pembentukan murid. Begitulah cara Yesus melakukannya. Saya mendapat pelajaran ini lewat jalan yang menyakitkan. Kita sering merasa lebih pintar daripada Tuhan. Kita merasa mampu melakukan hal yang lebih hebat tetapi kita malah membuat kerusakan karena kita mengerjakannya tidak dengan cara Tuhan.
Mari kembali ke pokok bahasan. Mengapa kita tidak bisa menemukan orang-orang besar sekarang ini? Di manakah adanya orang yang besar ini? Sangat sukar untuk ditemukan. Jika Anda telusuri gereja-gereja modern untuk mencari orang besar itu, akan sangat sukar menemukannya. Jika Anda pernah menemukannya, tolong beritahu saya. Saya ingin segera bertemu dan bersahabat dengannya. Saya sungguh rindu untuk bertemu dengan manusia Allah yang besar. Apakah masalahnya? Mari kita lihat ajaran Yesus di Markus 8:31-38
Kemudian mulailah Yesus mengajarkan kepada mereka bahwa Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan bangkit sesudah tiga hari. Hal ini dikatakan-Nya dengan terus terang. Tetapi Petrus menarik Yesus ke samping dan menegor Dia. Maka berpalinglah Yesus dan sambil memandang murid-murid-Nya Ia memarahi Petrus, kata-Nya: “Enyahlah Iblis, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia.” Lalu Yesus memanggil orang banyak dan murid-murid-Nya dan berkata kepada mereka: “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku. Karena siapa yang mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku dan karena Injil, ia akan menyelamatkannya. Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia kehilangan nyawanya. Karena apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya? Sebab barangsiapa malu karena Aku dan karena perkataan-Ku di tengah-tengah angkatan yang tidak setia dan berdosa ini, Anak Manusiapun akan malu karena orang itu apabila Ia datang kelak dalam kemuliaan Bapa-Nya, diiringi malaikat-malaikat kudus.”
Saya yakin Anda akrab dengan perikop ini. Ayat-ayat ini menjelaskan bahwa tak seorangpun yang bisa menjadi muridnya tanpa menjalankan hal-hal berikut ini, yaitu menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Yesus. Hubungan antara ayat-ayat itu sangatlah jelas. Petrus baru saja membuat pengakuan bahwa Yesus adalah Mesias, Anak Allah. Yesus berkata bahwa Petrus membuat penilaian ini bukan berdasarkan pemahamannya sendiri melainkan karena Bapa telah mengungkapkan hal itu kepadanya.
Kristus, atau Mesias, berarti raja, Raja Israel. Mereka mengakui bahwa Yesus adalah Raja Israel, Anak Allah. Namun sebelum mereka sampai memahami secara keliru tentang kedudukannya sebagai raja dengan kemuliaan yang duniawi, Yesus segera mulai mengajar mereka bahwa Anak Manusia harus menderita banyak hal, bukannya kemuliaan namun segenap pemimpin agama malah akan menentang dia. Mereka semua akan menolak Mesias. Hal ini tampaknya sulit untuk dipahami oleh para murid pada saat itu, karena sampai pada waktu itu, penolakan dari kalangan agama masih belum terlihat nyata. Memang sudah mulai ada akan tetapi belum penentangan yang secara terbuka dan meluas. Dan juga akan adanya penolakan sulit dipahami karena Yesus saat itu sangat populer di kalangan rakyat.
Akan tetapi Yesus berkata, “Semua situasi ini akan berubah. Penolakan yang terselubung ini nanti akan segera menjadi terbuka dan mengeras. Lebih dari itu, aku akan dibunuh.” Dan hal ini disampaikan oleh Yesus secara terus terang. Saat Yesus berbicara, dia akan berbicara terus terang. Dia tidak akan mencoba untuk membingungkan kita. Dia ingin agar kita mengerti.
Akan tetapi Petrus tidak senang dengan apa yang dia dengar. Lalu dia mulai berdebat dengan Yesus dan menegur Yesus. Petrus berkata, “Oh tidak. Engkau tidak akan menjalani semua ini. Engkau tidak akan mati. Janganlah berpikiran negatif. Engkau harus lebih positif – berpikir positif. Urusan terbunuh ini sangatlah negatif. Engkau harus berpikir positif.” Demikianlah, dia mulai menegur Yesus. Namun karena usahanya itu, dia malah mendapat teguran keras: “Enyahlah Iblis (musuh, lawan), sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia.” “Jalan pikiranmu itu adalah jalan pikiran manusia; itu bukan jalan pikiran Allah.”
Lalu Yesus melanjutkan dengan membahas masalah ini dengan murid-murid, “Bukan saja aku harus pergi ke kayu salib, jika kalian ingin mengikut aku, kalian juga harus pergi ke kayu salib. Karena jika ke sanalah aku akan pergi, maka akan ke sana jugalah kalian mengikuti aku pergi.” Lalu Yesus berbicara tentang hal menyangkal diri, dan hal inilah yang akan kita pelajari hari ini.
Menyangkal diri Anda: berkata ‘tidak’ kepada diri Anda sendiri
Persoalannya adalah ini: dalam memahami hal menyangkal diri ini, sepertinya kita mengerti apa maknanya. Maksudnya, arti dari menyangkal diri Anda tentunya adalah menolak kehendak diri Anda. Ungkapan ini tampaknya sudah jelas. Arti dari menyangkal diri adalah berkata ‘tidak’ kepada diri Anda sendiri. Tampaknya kita mengerti apa maknanya, namun ketika sampai pada maknanya yang spesifik, kita sepertinya tidak tahu apa arti kata tersebut. Dan memang ada kebingungan dalam hal memahami arti menyangkal diri ini. Kita tampaknya tidak tahu apa makna ungkapan ini, tetapi kita mengira bahwa kita tahu artinya. Inilah hal yang harus kita perhatikan secara saksama. Saya telah bertemu dengan orang-orang yang mengaku berkomitmen total akan tetapi tanda ketiadaan komitmen terlihat di dalam kehidupan mereka. Akan tetapi mereka dengan lugu mengira bahwa mereka berkomitmen total. Di sinilah letak keanehan masalah ini. Entah karena mereka memang tidak tahu apa arti menyangkal diri, atau karena mereka tidak mau tahu apa maknanya. Saya harap penyebabnya adalah masalah yang pertama, bukan masalah yang kedua.
Kehilangan nyawa berarti menyangkal diri, memikul salib Anda dan mengikut Yesus
Mari kita meneliti lebih jauh lagi hubungan antara ayat-ayat tersebut, apakah hubungan antara ayat 34 dengan 35? Ayat 35 berkata, “Barangsiapa kehilangan nyawanya karena aku dan karena Injil, ia akan menyelamatkannya.” Hubungannya sangatlah jelas, kehilangan nyawa berarti menyangkal diri, memikul salib Anda dan mengikut Yesus. Itulah arti kehilangan nyawa Anda. Karena dengan adanya salib ini, berarti Anda akan disalibkan; Anda akan mati di sana. Salib adalah alat kematian. Akan tetapi Yesus berkata, “Jika kamu berpikir bahwa kamu akan menyelamatkan nyawamu dengan tidak memikul salib, maka kamu telah keliru. Dengan tidak memikul salib, justru kamu akan kehilangan nyawamu.”
Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi kehilangan nyawa?
Lalu apa hubungannya dengan ayat 36? “Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia?” Manusia duniawi akan mengira bahwa dia sedang menyelamatkan nyawanya dengan cara memperoleh dunia. Bagi dia, kehidupan dipahami dalam pengertian memperoleh dunia. Lihatlah seorang artis. Untuk apakah dia menjalani hidup ini? Dia menjalani hidup ini untuk mengejar pujian dan sanjungan dari orang lain. Bagi dia, pujian dari orang lain berarti memperoleh dunia, memperoleh pujian dari dunia.
Bagi kebanyakan orang, mereka cukup senang tanpa harus memperoleh seluruh dunia. Mereka mungkin punya ambisi untuk memperoleh seluruh dunia, akan tetapi mereka cukup senang jika sudah mendapat satu pojok kecil di dunia. Sebagian orang mengira bahwa mereka sedang sukses karena menjadi milyuner, namun jika dibandingkan dengan seluruh uang yang beredar di dunia ini, apa yang menjadi miliknya itu sangatlah kecil. Tak terhitung jumlah uang yang beredar di bumi ini, jika Anda menguasai beberapa juta, itu hanya sepotong kecil dari kue pai raksasa. Jadi, yang sedang dibicarakan oleh Yesus di sini bukanlah hal memperoleh seluruh dunia, karena sepotong kecil dari semua itu saja sudah sangat memuaskan bagi manusia duniawi. Seluruh matanya terarah untuk mengejar dunia. Bagi dia, dunia ini adalah hidupnya.
Ada pepatah dalam bahasa Tionhoa: 要錢不要命 (yao4 qian2 bu1 yao4 ming4), yang makna intinya adalah bahwa uang lebih berharga daripada nyawa Anda. Orang rela mati demi uang. Para pemburu harta tahu persis apa bahaya yang menghadang di bawah laut – bahaya serangan hiu. Para penyelam juga menghadapi bahaya itu. Anda bisa jatuh pingsan di bawah laut, Anda bisa terhanyut sebelum sempat pulih. Anda juga menghadapi bahaya akibat perubahan tekanan air ketika bergerak ke permukaan. Tentu saja, teknik penyelaman selalu berkembang, akan tetapi bahaya tetap ada, entah terjebak reruntuhan dan sebagainya. Anda tidak bisa lolos. Jika Anda menyelam dengan menggunakan selang, selang itu bisa saja terkena benda tajam dan terpotong, dan Anda bisa saja putus nafas air sebelum Anda sempat sampai di permukaan. Namun orang bersedia mempertaruhkan nyawa mereka untuk mendapatkan harta ini, sehingga harta tersebut bisa dikatakan lebih berarti daripada nyawa mereka sendiri.
Setiap saat kita sedang mempertaruhkan nyawa kita. Kita mempertaruhkan nyawa kita demi satu tujuan yang penting menurut kita. Kita rela mempertaruhkan nyawa demi dunia, untuk memperoleh dunia. Saya cukup akrab dengan masalah ini. Bagi mereka yang memiliki ambisi militer, akan selalu mempertaruhkan nyawa di garis depan. Kita memperoleh dunia lewat petualangan militer kita, akan tetapi kita bisa kehilangan nyawa bahkan sebelum kita berhasil memperoleh sedikit bagian dari dunia. Namun kita bersedia mempertaruhkan nyawa kita di garis depan. Bagi manusia duniawi, dia rela mempertaruhkan nyawanya demi dunia. “Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia kehilangan nyawanya?” Bukan sekadar nyawanya, yang lebih penting adalah jika Anda kehilangan kehidupan rohani Anda. Jika Anda kehilangan hidup kekal Anda, apa yang bisa Anda lakukan dengan dunia yang Anda miliki itu? Demikianlah, kita bisa melihat hubungan-hubungan antara ayat-ayat tersebut.
“Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus (1) menyangkal dirinya, (2) memikul salibnya dan (3) terus mengikut Aku”
Mari kita teliti ayat 34 yang merupakan ayat yang akan kita bahas. Ayat ini mengandung tiga unsur. Yesus berkata, “Setiap orang yang mau mengikut aku,” orang itu harus melakukan tiga hal: Pertama, dia harus menyangkal dirinya. Kedua, dia harus memikul salibnya. Dan ketiga, dia harus mengikut – kata yang digunakan adalah dalam bentuk sekarang dan berkelanjutan (present continuous), maka dia harus – terus mengikut Yesus. Jadi bukan sekadar ‘mengikut Aku’ satu kali saja melainkan terus ‘mengikut’. Dia harus mengerjakan ketiga hal tersebut.
Kegagalan dalam menyangkal diri akan berakibat fatal
Kita masuk ke dalam pokok tentang menyangkal diri. Pertama-tama, mengapa menyangkal diri ini begitu penting? Di mana letak arti penting pokok yang satu ini? Apakah bahaya dari ego ini sehingga harus disangkal? Jika kita telusuri sejarah umat manusia, kita melihat bahwa di dalam setiap kegagalan, sumber kegagalan itu tak lain adalah kegagalan dalam menyangkal diri.
Mengapa Hawa memakan buah yang terlarang itu? Jawabannya sederhana. Ego. Allah berkata, “Tidak,” tetapi saya berkata, “Ya.” Atau, “Aku mau mencobanya.” Hal yang semacam inilah yang kita lakukan. Ego membuat jalannya sendiri. Kita belum menyangkal diri ini. Hawa jelas belum menyangkal dirinya. Jika dia telah menyangkal dirinya, maka dia tidak akan memakan buah terlarang itu. Lalu mengapa Adam jatuh juga? Sama saja, dia juga tidak menyangkal dirinya. Mengapa orang jatuh ke dalam dosa? Karena ego ini, bukankah begitu? Penjelasannya selalu saja terkait dengan ego ini.
Saya menemukan hal yang sangat menarik saat berbicara dengan mereka yang jatuh. Sungguh sulit dipercaya. Mereka selalu punya pembenaran untuk kegagalan mereka. Jika ditelusuri kegagalan itu selalu berkenaan dengan alasan yang menurut mereka sangat meyakinkan. Dan alasan untuk jatuh itu wajar karena bagi mereka yang paling utama adalah ego. Logika, cara mereka berpikir, dikendalikan oleh prinsip kepentingan pribadi. Bagi orang yang rohani, ego bukanlah alasan pembenaran. Bagi rata-rata orang, jika ditanya, “Mengapa Anda jatuh ke dalam dosa?” “Oh, keadaan membuat saya sangat sukar untuk menolaknya.”
Itulah hal yang Adam katakan ketika dia ditawari buah terlarang itu. Seharusnya dia berkata, “Tidak, aku tidak mau makan buah ini. Aku sangat mencintaimu sebagai istriku. Dan Allah telah menganugerahkanmu kepadaku. Akan tetapi aku tidak akan memakan buah itu, sekalipun hal ini akan menyinggung hatimu, sekalipun engkau akan sangat marah kepadaku, sekalipun engkau akan melempari wajahku dengan buah itu, maaf, aku tidak bisa memakannya karena Tuhan sudah melarangku.” Akan tetapi Adam tidak berkata seperti itu. Lalu ketika dia jatuh, apakah alasannya? “Perempuan itu.” Lalu perempuan itu melemparkan kesalahan kepada ular, dan si ular tidak bisa melempar kesalahan itu ke pihak lain lagi.
Sungguh memalukan mengajukan alasan, “Aku gagal karena perempuan ini.” Anda gagal karena ego Anda sendiri. Anda gagal bukan karena perempuan itu. Kegagalan Anda bukan diakibatkan oleh orang lain. Orang yang gagal selalu menyalahkan orang lain sebagai penyebab kegagalannya. Anda harus pahami bahwa alasan itu tidak akan berlaku pada Hari Penghakiman nanti. Kita harus mempertanggungjawabkan kegagalan kita. Anda gagal karena ego Anda sendiri. Jika berkenaan dengan dosa, alasan orang yang berbuat dosa selalunya sama. “Mengapa kamu melakukan itu?” “Oh, situasi aku sangat sulit. Aku harus melakukannya.” Anda tidak harus melakukannya. Anda melakukannya karena Anda tidak berkata, “Tidak,” kepada diri Anda.
Jadi apa bahayanya jika kita tidak menyangkal diri? Bahayanya adalah bahwa Anda akan gagal. Anda tidak akan bisa bertahan karena, seperti Hawa, Anda akan jatuh, dan seperti juga Adam, Anda akan jatuh. Dan Daud, mengapa dia sampai jatuh? Kembali pada urusan ego ini. Dia melihat seorang perempuan cantik yang sangat memikat hatinya. Kedagingannya berhasil menguasai dia. Dia menatap dan terus menatap. Semakin dia menatap, semakin hatinya terpikat. Lalu apa yang dia lakukan? Dia melakukan pembunuhan untuk mendapatkan perempuan itu. Dia mengirim suami perempuan itu ke medan tempur yang paling berbahaya. Si suami meninggal sehingga Daud bisa menikahi perempuan itu. Ada apa dengan Daud? Masalah ego lagi. Begitulah selalu, masalah ego!
Kegagalan di dalam hal menyangkal diri akan berakibat sangat fatal. Anda harus memahami ini dengan sangat jelas, dan saya rasa Anda sudah cukup jelas memahaminya. Masalahnya adalah ketika tiba saatnya berhadapan dengan dosa yang nyata, kita lupa pada kebenaran yang satu ini. Saat kita duduk tenang di kursi dan merenungkan masalah ini, kita bisa memahaminya. Lantas, mengapa orang Kristen berbuat dosa? Jika Anda sudah tahu, mengapa Anda masih melakukannya?
Setiap orang jatuh ke dalam dosa dan dosa seksual karena masih belum menyangkal diri
Kita menyebut dunia, daging dan iblis sebagai musuh di dalam kehidupan Kristen. Tahukah Anda bahwa ketiganya itu sebenarnya sama saja? Semuanya bekerja melalui satu prinsip: ego. Dunia bekerja melalui prinsip kepentingan pribadi. Ego inilah yang, melalui daging, mendorong kita untuk mengerjakan kehendak daging. Dan iblis tentu saja selalu didorong oleh kepentingan pribadi. Ia akan berbisik kepada kita: “Mengapa mau mendengarkan Allah? Lakukan apa yang kau inginkan.”
Yesus berkata kepada Petrus, “Kamu tidak boleh mengandalkan ‘manusia’? Manusia, yang belum dilahirkan kembali, akan selalu dimotivasi oleh kepentingan pribadi. Mengapa orang Kristen jatuh? Kepentingan pribadi. Mengapa orang-orang muda jatuh ke dalam dosa seksual? Jawabannya sederhana: Anda belum mampu menyangkal diri. Oleh sebab itu, Anda melakukan dosa-dosa tersebut. Dan setelahnya, Anda merasa sangat menyesal; sangat menyesalinya. Akan tetapi Anda telah terlanjur melakukannya. Mengapa Anda belum menyangkal diri Anda? Tidakkah Anda tahu bahwa jika Anda belum menyangkal diri itu berarti Anda tidak bisa menjadi murid Tuhan? Itulah syarat yang Yesus berikan; bukan saya yang mengatakannya. Yesuslah yang mengatakannya.
Seluruh masyarakat, bergerak mengikuti prinsip kepentingan pribadi
Amatilah dunia ini. Dunia berfungsi sepenuhnya berdasarkan prinsip kepentingan pribadi. Di saat kita mengasihi diri sendiri, itu berarti kita telah mengasihi dunia. Tidak ada bedanya. Dunia beroperasi berdasarkan kepentingan pribadi. Segenap masyarakat, di mana kita tinggal, berfungsi menurut prinsip kepentingan pribadi. Jika Anda singkirkan prinsip ini dari dunia, maka seluruh masyarakat akan ambruk karena dunia tidak punya prinsip lain yang bisa dipakai untuk berfungsi. Segenap masyarakat bergerak berdasarkan prinsip ini.
Lihat saja iklan-iklan di sekitar Anda. Sebagai contoh, saya pernah mengamati iklan tentang perangkat audio mobil. Iklan ini terlihat sangat konyol. Iklan itu biasanya muncul sebelum atau sesudah berita. Di sana ditampilkan seorang gadis yang sangat cantik, yang menjadi pelayan di sebuah restoran yang melayani pesanan ke mobil-mobil. Lalu siapa yang sedang dilayani oleh gadis ini? Dia tidak peduli dengan pelanggan di mobil-mobil yang lainnya dan hanya mengurusi pelanggan yang satu itu saja! Lalu terdengar suara di dalam iklan itu, “Mengapa dia berbuat seperti itu? Mengapa dia hanya melayani pelanggan yang satu ini saja? Apakah karena mobilnya hebat? Itu hanya sebuah mobil kecil yang murah. Apakah karena pakaian orang ini? Dia hanya mengenakan pakaian biasa saja. Apakah karena ketampanan orang ini? Yah, dia cuma seorang paruh baya yang sudah botak!”
Demikianlah, perilaku gadis ini akan membuat Anda bertanya-tanya mengapa gadis ini mengabaikan para pelanggan yang lain, yang tampan dan datang dengan mobil mewah, namun gadis ini justru menghampiri si pria paruh baya berkepala botak, berpakaian sederhana, mengendarai mobil kecil yang murah? Jawabannya tentu saja, karena perangkat audio di mobilnya! Begitulah cara iklan itu disajikan! Begitulah cara mereka mengiklankan perangkat audio. Perangkat ini memikat si pelayan cantik untuk datang ke mobil Anda dan melayani Anda. Betapa menggelikan! Akan tetapi iklan ini menyinggung semua unsur di keegoisan: hasrat untuk diperhatikan, khususnya perhatian dari seorang gadis yang sangat cantik. Dan hasrat untuk memperoleh makanan – gadis ini tidak saja menghampiri Anda, dia juga membawa makanan buat Anda. Dan gadis itu mengabaikan semua orang serta memperhatikan Anda saja. Jadi, belilah produk ini. Sukar dipercaya! Rayuan terhadap unsur paling dasar dari keegoisan muncul di sana. Anda cukup mengamati iklan-iklan yang ada dan membuktikannya sendiri.
Ada lagi iklan tentang sebuah mobil. Mobil ini diparkir secara menyolok di depan Hotel Hilton. Apa hubungan hotel Hilton dengan mobil ini? Idenya tentu saja untuk memberi Anda gambaran bahwa orang yang mengendarai mobil ini adalah langganan hotel Hilton. Jadi, jika Anda membeli mobil ini, berarti Anda termasuk dalam kelas mereka yang menjadi langganan hotel Hilton.
Demikianlah, dunia merayu pada terhadap ego Anda. Seluruh masyarakat dibangun mengikuti cara ini.
Royal Bank mengeluarkan rangkaian iklan yang sangat menarik. “Kami sukses jika Anda sukses.” Ini adalah iklan yang paling jujur tentang motif egois. Mengapa kami ingin agar Anda sukses? Karena kami baru bisa sukses jika Anda sukses. Jadi, tentu saja kami tidak ingin Anda gagal, karena jika Anda gagal, maka kami tidak akan sukses. Karena jika Anda gagal, maka Anda tidak akan punya uang untuk ditabung di bank. Jadi kami berharap supaya Anda bisa menaruh lebih banyak uang di bank kami. Itulah ungkapan paling jujur yang bisa Anda dapatkan tentang kepentingan pribadi. Jika bisnis saya mendapatkan keuntungan dari kerugian Anda, maka saya rasa Royal Bank akan berkata, “Kami berharap agar Anda merugi supaya kami bisa sukses.” Namun karena sukses mereka ditentukan oleh sukses Anda, maka mereka lebih berminat agar Anda sukses supaya mereka bisa mendapatkan lebih banyak uang dari Anda, dan bunyi kalimatnya tentu saja, “Kami sukses jika Anda sukses.” dan “kami berada di pihak Anda,” khususnya berpihak pada dompet Anda!
Moralitas duniawi juga dibangun di atas dasar keegoisan
Moralitas dunia (dan dunia ini memang ada moralitas), dan moralitas duniawi juga dibangun di atas dasar keegoisan. Sungguh luar biasa, bukankah begitu? Anda bahkan bisa merayu orang agar menjadi bermoral dengan menjadi egois. Sebagai contoh, ‘Kejujuran adalah kebijakan yang terbaik.’ Apakah artinya itu? Jika Anda jujur, maka Anda tidak akan terkena masalah. Jadi kejujuran adalah kebijakan yang terbaik. Jika Anda tidak jujur, Anda mungkin akan berakhir di penjara, dan ini bukanlah kebijakan yang terbaik. Jadi, jalan untuk tidak masuk ke penjara adalah dengan menjadi jujur. Bahkan untuk menjadi jujur pun keegoisan harus dirayu.
Atau, atau, contoh lainnya, ‘Kau garuk punggungku dan aku akan menggaruk punggungmu.’ dan alasan mengapa saya mau menggaruk punggung Anda adalah supaya ada orang yang akan menggaruk punggung saya nantinya. Jadi alasan saya melakukan hal ini murni berasal dari keegoisan. Aku akan berbaik hati padamu jika kamu berbaik hati padaku. Jika saya tidak yakin bahwa Anda akan berbaik hati pada saya, maka saya tidak akan berbaik hati pada Anda. Jadi marilah kita buat persetujuan dulu. Jika saya menggaruk punggung Anda, maka Anda harus ingat untuk menggaruk punggung saya. Dengan jalan beginilah kita memiliki moralitas, kepedulian terhadap orang lain yang bersumber pada keegoisan: “Aku akan menolongmu di saat kamu sedang kesulitan sekarang, jadi jika saya nanti berada dalam masalah, maka kamu akan ingat untuk menolongku.” Seperti itulah manusia duniawi. Tentu saja hal ini sana masuk akal menurut nalar egois.
Aku tidak akan memberimu sesuatu jika aku tidak mendapat apa-apa darimu 禮上往來 li3 shang4 wang3 lai2. Jika aku memberimu sesuatu, ingatlah untuk memberiku sesuatu juga. Terakhir kali aku memberimu sesuatu yang berharga $5. Nanti belikanlah aku sesuatu yang bernilai $5.50, karena ada inflasi. Jika tidak begitu, maka aku akan merugi. Engkau harus adil. Jadi, demikianlah logika manusia duniawi. Seorang manusia duniawi, sekalipun dia sedang berbuat baik, jika hal itu bisa dikatakan berbuat baik, motivasinya adalah keegoisan. Saat mobilnya rusak, saya akan membantunya memperbaiki mobilnya dengan harapan kalau mobil saya rusak nanti, maka dia akan membantu memperbaiki mobil saya. Hal yang sangat mudah dipahami. Kemudian Anda berkata, “Orang dunia sangat baik.” Tentu saja, mereka sangat baik. Itu karena mereka ingin mendapat sesuatu dari Anda.
Kadang kala, tentu saja, orang dunia bisa sangat baik karena terasa sangat menyenangkan. Misalnya, jika Anda taruh beberapa koin ke dalam topi pengemis, hal ini bisa terasa sangat menyenangkan. Sekalipun pengemis itu tidak bisa membalas pemberian Anda, rasa senang yang ditimbulkan sudah merupakan imbalan yang cukup. Anda hanya memberikan satu dolar saja, rasa senang yang ditimbulkan sangat layak sebagai imbalannya!
Atau, mungkin Anda telah berbuat salah, dan dengan berbuat sedikit kebaikan akan membantu melegakan hati nurani Anda. Kau sudah berbuat salah di sini, jadi aku harus mengimbanginya dengan berbuat baik di sana. Sekalipun dalam hal moralitas, motivasinya adalah kepentingan pribadi. Begitulah adanya manusia duniawi. Begitulah ciri masyarakat di mana kita hidup. Itulah sebabnya saya mengatakan bahwa dunia dimotivasi oleh ego. Kedagingan dimotivasi oleh ego, hal ini tidak perlu dipertanyakan lagi.
Iblis dimotivasi oleh ego
Iblis dimotivasi oleh ego, hal ini sudah kita ketahui. Itulah sebabnya mengapa dia berusaha merebut tempat Allah. Dia ingin menjadi yang nomor satu. Dan tentu saja, ego selalu ingin menjadi yang nomor satu. Sebagaimana hal yang sudah dipahami oleh para psikolog, cara untuk mendorong agar orang lain mengerjakan sesuatu adalah dengan membuatnya merasa menjadi lebih baik dengan mengerjakan hal itu. Anda akan menjadi yang nomor satu jika mengenakan baju yang saya buat ini. Jika Anda datang ke toko saya dan membeli baju yang saya buat ini, Anda akan benar-benar menjadi yang nomor satu. Anda akan terlihat seperti pangeran dari Monaco.
Anda harus memahami satu hal, kita tidak sedang menghadapi banyak musuh. Kita hanya menghadapi satu musuh. Kita tidak sedang menghadapi dunia sebagai salah satu musuh, lalu kedagingan menjadi musuh lainnya. Semua itu adalah ego yang beroperasi di berbagai bidang. Musuh yang dihadapi sama saja. Ego kita adalah musuh yang terbesar di dalam kehidupan rohani dan juga di dalam realitas rohani.
Bagaimana kita tahu bahwa kita sudah atau masih belum dimerdekakan dari ego ini?
Pertanyaan selanjutnya adalah: Bagaimana kita tahu bahwa kita sudah dibebaskan dari ego ini atau belum? Saya berbicara terutama kepada orang-orang Kristen yang memandang diri mereka sebagai murid Tuhan. Saya menemukan hal berbahaya pada diri orang-orang yang mengira bahwa mereka sudah menyingkirkan ego mereka padahal pada diri mereka masih terlihat tanda keegoisan. Apakah tanda dari keegoisan itu?
Apakah pujian dari orang lain membuat Anda merasa sangat tersanjung?
Anda tahu bahwa: manusia duniawi berjuang untuk memperoleh dunia. Namun mari kita lihat di dalam diri kita sendiri. Anda menerima promosi jabatan di perusahaan Anda. Oh! Betapa senang rasanya! Sungguh hal yang sangat hebat! Tiba-tiba saja, Anda merasa lebih tinggi tiga meter. Atau, hal apakah yang membuat Anda merasa kepuasan? Apakah pujian dari orang lain membuat Anda merasa sangat tersanjung? Saya penasaran ingin tahu. Saat orang lain memuji atau mengatakan hal-hal yang baik tentang Anda, lalu hal itu membuat Anda merasa sangat senang, Anda perlu waspada akan hal itu. Jika pujian menghasilkan dampak seperti pada diri Anda, kemungkinannya adalah bahwa ego Anda masih belum disangkal sama sekali. Jauh dari keadaan disangkal.
Apakah hal-hal yang di dunia ini membuat Anda terpikat?
Atau, apakah hal-hal yang ada di zaman ini lebih membuat Anda terpikat dibandingkan dengan hal-hal yang abadi? Atau, apakah keduanya sama-sama memikat? Apakah daya tarik keduanya sama bagi Anda? Terlihat tanda bahaya jika hal itu terjadi: yaitu tanda manusia duniawi.
Apakah Anda bergumul dengan keangkuhan Anda?
Lalu bagaimana dengan pergumulan menghadapi keangkuhan Anda? Rasul Yohanes berbicara tentang hal itu di 1 Yoh 2:16. Dia berkata, keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup – itulah tanda-tanda dari manusia duniawi. Demikianlah, saya mendapati bahkan di dalam percakapan dengan orang-orang Kristen, cara mereka memegahkan diri, Anda bisa lihat bahwa di mana-mana ego ini belum disangkal.
Individualisme
Tanda lain dari ego adalah individualisme. Hal ini terutama sering menyedihkan hati saya, saat melihat betapa sering individualisme ini memunculkan wajah buruknya di dalam tim pelayanan. Apakah individualisme itu jika bukan ego? Menuntut untuk mengerjakan sesuatu menurut caranya sendiri. Mirip lagu yang indah dari Frank Sinatra, yaitu, “I did it my way (Kukerjakan dengan caraku sendiri).” Sampai ke liang kubur, aku mengerjakannya dengan caraku sendiri. Lalu apa yang bisa dia kerjakan dengan caranya sendiri di Hari Penghakiman nanti? Saya tidak tahu.
Masalah yang mengemuka di sini sudah tentu adalah individualisme. “Aku mau mengerjakan hal ini atau yang itu dengan caraku sendiri.” Di dalam sebuah diskusi, misalnya, sikap ngotot ini muncul dalam bentuk pernyataan, “Dengan cara inilah saya ingin hal itu dijalankan. Hanya ini jalan yang benar.” Atau, “Jika mereka tidak mau mengerjakannya bersamaku, aku akan tetap mengerjakannya dengan caraku ini. Aku akan tetap melanjutkannya dengan caraku sendiri. Aku tidak perlu mempertimbangkan apakah engkau akan menyukainya atau tidak, apakah engkau menilainya baik atau buruk, aku akan mengerjakannya.” Itu semua tidak hanya dalam pembicaraan tentang doktrin, melainkan pembicaraan tentang cara berperilaku. Kadang kala, kami terpaksa sampai harus meminta orang itu agar meninggalkan pelatihan karena individualisme membuat kerja sama tim menjadi mustahil. Orang-orang seperti itu tidak akan bisa bergabung dan berfungsi dengan baik di dalam tim karena mereka akan segera memecah-belah tim dengan sikap ngotot mereka,
Saya tidak bermaksud mengatakan bahwa kita tidak boleh berpikir atau memiliki ide sendiri. Kita harus berpikir, memiliki pikiran-pikiran yang berguna dan menyajikannya. Akan lebih sulit jika seseorang tidak berpikir dan tidak punya pendapat. Lagi pula, jika Anda punya seorang rekan kerja, tentunya Anda menginginkan semacam umpan balik; Anda ingin mendengar pendapat orang lain. Anda berkata, “Bagaimana dengan cara yang ini?” Dan dia menjawab, “Bagus.” Lalu Anda bertanya lagi, “Dan bagaimana dengan cara yang itu?” Dan dia menjawab, “Bagus juga.” Orang ini selalu berkata bagus untuk semua pendapat. Mungkin tidak menjadi masalah bagi jika ini berkaitan dengan hal pribadi, akan tetapi persoalannya adalah dalam hal yang berkaitan dengan pekerjaan Tuhan, manakah pilihan yang lebih baik? Atau, pilihan manakah yang lebih Anda setujui?
Anda lihat, ego bisa juga mewujud dalam bentuk tidak memberikan pendapat. Dapatkah Anda memahaminya? Jika yang mendasari sikapnya adalah, “Aku tidak peduli. Pilihan yang manapun boleh saja.” Maka ini bukanlah sikap yang bebas dari ego. Karena jika ego ini sudah disangkal, maka saya akan sangat peduli pada kepentingan Tuhan. Oleh karena itu, saya akan memikirkan pilihan mana yang terbaik bagi pekerjaan Tuhan. Jadi janganlah mengira bahwa ketika ada pernyataan, “Yang manapun baik bagiku, entah kopi ataupun teh, aku tidak keberatan.” Kebanyakan orang tidak mempersoalkan hal itu, namun di dalam banyak peristiwa, jika Anda tidak punya saran untuk diberikan, mungkin saat itu Anda sedang ingin melepaskan tanggung jawab. Itu bukanlah tanda bahwa ego Anda sudah mati, hanya sekadar menunjukkan bahwa Anda tidak peduli pada apa yang terbaik bagi pekerjaan Tuhan.
Dikendalikan oleh perasaan
Ada lagi contoh tanda yang lain, dan contoh ini sangat sering terlihat pada diri orang Kristen, yaitu suasana hati yang berubah-ubah atau kehidupan yang di bawah kendali perasaan semata. Suasana hati yang berubah-ubah adalah tanda pasti bahwa Anda belum menyangkal diri Anda. Hari ini Anda sangat bersemangat dan besoknya mendadak sangat lesu. Keadaan yang terjadi karena Anda memusatkan perhatian pada perasaan Anda. Hal itulah yang dikerjakan oleh orang yang sepenuhnya dikendalikan oleh perasaan. Dia tidak mengalihkan pandangan dari dirinya ke arah Tuhan. Tuhan tidak berubah, entah dalam cuaca yang baik ataupun buruk, entah orang lain bersikap baik atau tidak baik kepada Anda, apa bedanya semua itu bagi Tuhan? Anda lihat, orang yang memusatkan hati dan pikirannya kepada Tuhan, dia tidak akan dikendalikan oleh perasaan. Dia memusatkan perhatiannya, dia menyatu dengan Tuhan. Dan oleh karena itu, dia tidak diombang-ambingkan oleh perasaan.
Kurangnya pemahaman atau persepsi
Tanda lain dari kegagalan dalam menyangkal diri atau kegagalan dalam menyingkirkan ego adalah kurangnya pemahaman atau persepsi. Persoalan ini sangat menguatirkan hati saya. Paulus berkata di dalam 1 Korintus, terutama pasal 1 dan 2, bahwa perkara rohani itu dikenali secara rohani dan orang duniawi tidak bisa membedakannya. Seringkali, di dalam sebuah percakapan, Anda bisa melihat orang yang berbicara tanpa pemahaman rohani, tidak bisa membedakan sisi rohani dari sebuah hal karena perkara rohani itu hanya dapat dikenali secara rohani. Dan jika Anda tidak menjadi orang yang rohani, Anda tidak akan bisa mengerti perkara rohani, Anda tidak akan bisa memilahnya. Hal ini bisa terlihat di dalam isi khotbah; isi percakapan; atau saat memimpin pendalaman Alkitab. Anda bisa lihat betapa pemahaman rohani tidak ada di sana. Dan ini adalah persoalan besar. Pemahaman memang memerlukan waktu untuk bertumbuh. Akan tetapi pemahaman itu tidak akan pernah bertumbuh jika si aku ini belum disangkal.
Bagaimana menangani ego ini?
Sekarang kita akan segera masuk pada pertanyaan tentang bagaimana menangani ego ini. Ini adalah hal yang sangat penting bagi kita. Bagaimana menangani ego adalah persoalan yang digumuli oleh banyak orang dan merupakan hal yang telah mengakibatkan banyak kegagalan. Inilah penyebab mengapa kita tidak memukan para raksasa rohani yang merupakan rencana Tuhan bagi kita semua. Perhatikan sekali lagi ayat ini: Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya (apa arti ‘memikul salib’ ini akan saya uraikan secara terperinci di khotbah yang akan datang) dan mengikut Aku.
Jelaslah, ada unsur positif dan negatif di dalam pernyataan ini. Menyangkal diri adalah bagian negatifnya. Memikul salib adalah bagian positifnya. Untuk hari ini, ita akan membahas ayat ini di dalam terang Galatia 2:20. Ayat ini sering kita kutip tanpa kita sesungguhnya mengetahui maknanya.
Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku.
(1) Mati bersama Kristus: Anda berpaling dari cara berpikir yang mementingkan diri sendiri
Mari kita tarik beberapa poin singkat dari ayat ini. Pertama-tama, yang sedang kita bicarakan adalah persoalan yang mendasar. Aku telah disalibkan. Ini bukanlah hal yang terjadi di masa mendatang; juga bukan hal yang sedang berlangsung, akan tetapi ini adalah – seperti yang dikatakan oleh Paulus – hal yang sudah terjadi di masa lalu. Bentuk kalimatnya adalah perfect passive tense (bentuk lampau yang sudah tuntas). Aku telah disalibkan dengan Kristus. Saat dia datang kepada Tuhan, dia tahu bahwa ego ini harus menyingkir. Dia menyangkal dirinya. Anda tidak bisa disalibkan dengan Kristus jika Anda belum menyangkal diri Anda dan belum benar-benar muak dengan ego Anda. Anda telah melihat betapa cara berpikir dunia itu mementingkan diri sendiri. Saat Anda menjadi Kristen, Anda berpaling dari cara berpikir semacam ini. Sikap hati Anda berubah sepenuhnya. Jadi, pada waktu dibaptis, makna utuh dari baptisan adalah bahwa Anda mati bersama Kristus.
Namun berapa banyak orang yang, setelah dibaptiskan, benar-benar mati bersama Kristus, benar-benar disalibkan dengan Kristus? Jika benar-benar telah terjadi, yaitu terjadi sepenuhnya, maka akan ada kuasa di dalam diri Anda yang mulai berfungsi dan kuasa ini jelas melampaui apa yang ada di dalam Yohanes Pembaptis.
(2) Pilihlah: Si Aku atau Kristus
Hal kedua yang akan kita lihat adalah: Aku telah disalibkan dengan Kristus, bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Bukan aku lagi tetapi Kristus. Apakah artinya ini? Hal yang paling nyata adalah selama kita sendiri yang hidup, maka Kristus tidak bisa hidup di dalam diri kita. Pahamilah hal ini dengan baik. Jika Kristus bisa hidup di dalam saya, tanpa saya harus mati dan disalibkan dengan dia, lalu mengapa saya harus disalibkan?
Paulus menyatakan hal yang persis sama dengan pernyataan Yesus di Markus 8:34 – Kalau kamu tidak menyangkal dirimu, kamu tidak bisa mengikut Aku. Hal ini menghadapkan kita pada satu pilihan. Kita harus memilih antara diri sendiri atau Kristus, tetapi kita tidak bisa memilih keduanya. Kata Kristus, “Jika engkau tidak menyangkal dirimu, kamu tidak bisa mengikut aku. Jika kamu mau mengikut aku, kamu harus menyangkal dirimu. Pilihlah antara dirimu sendiri atau aku.” Itu adalah hal yang persis seperti yang disampaikan oleh Paulus di sini: hanya jika aku sudah disalibkan dengan Kristus baru Kristus bisa hidup di dalam aku.
Alasan mengapa Kristus tidak bisa hidup di dalam kita sepenuhnya justru karena kita belum menyangkal diri kita. Kristus belum bisa berfungsi sepenuhnya di dalam hidup kita. Alasan untuk hal ini adalah karena Kristus dan diri kita, di dalam keadaannya yang masih duniawi, bertolak belakang sepenuhnya, keduanya tidak bisa beriringan. Keduanya tidak bisa berfungsi secara beriringan. Terdapat dua kekuatan yang tidak dapat diperdamaikan. Anda tidak bisa menperdamaikan kedua kekuatan itu. Ego manusia, di dalam keadaan yang duniawi, bertentangan dengan Kristus. Oleh karena itu, jika ego ini masih ada, maka Kristus tidak bisa masuk. Jika ego ini yang hidup, maka Kristus tidak bisa hidup di dalam saya. Begitulah adanya. Apakah Anda yakin, apakah Anda yakin benar bahwa Kristus hidup di dalam diri Anda?
Kita sering memakai istilah ‘di dalam Kristus’. Kita tidak bisa berada ‘di dalam Kristus’ jika Kristus tidak di dalam kita. Kita bisa lihat hal ini di Yohanes pasal 15. Paulus memakai istilah “berada di dalam Kristus” ini berdasarkan Yohanes pasal 15 ini: “Aku di dalam kamu,” “kamu di dalam aku.” Keduanya adalah kebenaran yang saling melengkapi. Anda tidak bisa berada di dalam Kristus jika Kristus tidak ada di dalam Anda.
Jika Kristus hidup di dalam saya, dalam segenap kepenuhannya, sedangkan Kristus sendiri lebih besar daripada Yohanes Pembaptis, sudah pasti saya akan menjadi lebih besar daripada Yohanes Pembaptis, karena bukan saya tetapi Kristus yang hidup di dalam saya. Saya tidak tahu ada berapa banyak dari antara Anda, saudara-saudariku, yang tahu kebenaran bahwa Kristus hidup di dalam Anda.
Jika Kristus hidup di dalam Anda, maka Anda akan menikmati persekutuan yang indah dengan dia
Jika Kristus hidup di dalam kita, maka ada dua hal yang akan segera muncul. Yang pertama adalah bahwa kita akan memiliki persekutuan dengannya. Jika ada orang lain yang tinggal di dalam diri Anda, apakah yang akan terjadi? Anda akan bertemu dengannya setiap hari. Anda akan bercakap-cakap dengannya. Dan jika ego Anda sudah menyingkir, jika Anda benar-benar tidak egois, dan orang tersebut juga benar-benar tidak egois, betapa manisnya persekutuan yang akan terjadi!
Bagi yang pernah jatuh cinta, ingatkah mengapa cinta di antara anak-anak muda begitu manisnya? Maksud saya, pada titik awal, sebelum ego mulai muncul. Apa yang disebut dengan ‘cinta pada pandangan pertama’ ini sangatlah indah, tak ada masalah yang muncul karena ‘pada pandangan pertama’, ego masih belum sempat ikut campur. Ini adalah tahapan yang paling manis. Hal ini terjadi karena kedua orang itu saling mengutamakan pasangannya. Oh! Sungguh manis!
Namun ketika masing-masing mulai memasukkan ego dan kepentingan pribadinya, dan cara berpikir serta cara bertindak mereka, maka mulailah muncul persoalan. Mulailah terjadi pertengkaran. Dan ketika sampai pada pernikahan, oh! Sang suami berkeras untuk memaksakan jalannya. Sang istri menyahut, “Tidak begitu. Nenekku selalu mengerjakannya dengan cara ini, dan dengan cara inilah aku akan mengerjakannya.” lalu sang suami berkata, “Tidak, ayahku mengerjakannya dengan cara ini, dan dengan cara itu aku akan mengerjakannya.” Astaga! Mereka ngotot habis-habisan, saling memaksakan kehendak! Tak ada persekutuan yang indah yang bisa terjadi jika ego sudah mulai muncul.
Mengapa persekutuan kita dengan Kristus, kalau memang ada, sangat buruk? Karena ego ikut campur di sana. Si aku selalu hanya berminat pada dirinya sendiri saja. Lalu bagaimana saya bisa berkomunikasi dengan Yesus? Oleh karena ego kita, hilang dan musnahlah persekutuan kita dengan Kristus. Apakah Anda menikmati persekutuan yang indah dengan Yesus? Bersikap jujurlah terhadap diri Anda sendiri akan persoalan ini. Izinkanlah saya untuk memberitahu Anda, bahwa, jika Anda tidak menikmati persekutuan yang manis dengan Yesus, jawaban atas masalah itu sangat mudah. Anda belum menyangkal diri Anda!
Yang pasti adalah, sebelum Anda menyangkal diri Anda, maka Anda tidak akan mengalami manisnya persekutuan dengan dia, suatu keindahan yang tak terbayangkan.
Jika Anda mengalami persoalan dengan doa Anda, diagnosa yang sederhana adalah ego Anda sedang berjuang menghambat langkah Anda. Anda berlutut, dan segera saja segala sesuatunya mulai menentang Anda. Si aku Anda segera memprotes, “Aku belum sempat mengerjakan hal ini dan itu! Masih banyak PR-ku. Tak bisa kuboroskan waktu untuk berlutut dan bercakap-cakap dengan Tuhan. Masih banyak waktu di masa kekal nanti. Kita akan lakukan perbincangan itu di masa kekal nanti. Sekarang kita harus menghadapi kenyataan hidup sehari-hari dulu.” Begitulah, si aku kita punya banyak alasan, dan biasanya selalu masuk akal. “Dah, dah Tuhan, sampai ketemu lain waktu. Mungkin di masa kekal nanti.” Demikianlah, ego menentang Anda dan Anda tahu bahwa hal ini memang terjadi.
Lalu apa gunanya menjadi orang Kristen jika Anda tidak ingin hidup di dalam persekutuan yang manis dengan Kristus? Mengapa tidak Anda lupakan saja urusan menjadi orang Kristen ini? Hanya ada pilihan dua pilihan. Memilih si aku atau Kristus. Anda harus memilih satu dari keduanya. Jika Anda ingin memilih ‘si Aku’, maka katakanlah kepada Kristus, “Aku bukan orang Kristen dan aku tidak berminat menjadi orang Kristen.” Itu sikap yang lebih baik daripada mengaku Kristen tapi yang kelihatan hanyalah si aku! Jika tidak, maka orang lain akan menganggap bahwa Anda ini seorang Kristen dan yang mereka lihat adalah orang Kristen yang penuh dengan keegoisan. Anda mempermalukan nama Kristus! Dan orang lain tidak akan mau menjadi Kristen karena Anda!
Jika Kristus hidup di dalam Anda, maka akan ada satu kuasa di dalam diri Anda
Hal kedua, dan dengan ini kita akan segera akhiri pembahasannya. Jika Kristus hidup di dalam Anda, maka akan ada satu kuasa di dalam hidup Anda yang dalam waktu singkat akan menjadi sangat menonjol. Anda tidak akan kalah dalam peperangan rohani; Anda akan selalu berkemenangan. Apakah Anda selalu gagal? Jika demikian, jelas itu karena Anda belum menyangkal diri. Ego Anda belum disalibkan.
Orang Kristen yang selalu kalah tak bisa menjadi orang Kristen yang berkemenangan. Paulus berkata, “Dia menjadikan kita lebih dari pemenang.” “Lebih dari pemenang,” berarti tidak sekadar mampu bertahan hidup; “lebih dari pemenang” berarti kehidupan yang berkelimpahan. Pertempuran rohani akan berjalan tidak seimbang karena besarnya kuasa yang bekerja di dalam diri kita. Kita akan berkemenangan. Kristus hidup di dalam diri kita untuk memunculkan kehendak serta perbuatan yang berkenan bagi Allah. Akan tetapi kita tidak selalu bisa melakukan hal yang berkenan bagi Tuhan karena ego ini masih bercokol di sana.
Sebagaimana yang telah saya sampaikan, Anda terlihat seperti telah mengerti apa arti menyangkal diri, akan tetapi di dalam praktek sehari-hari, ego Anda masih berkuasa. Kita harus menuntaskan urusan ini sekali untuk selamanya. Jika kita tidak menuntaskannya sekali untuk selamanya, maka kita tidak akan berhasil menjadi murid Kristus. Kiranya Kristus hidup di dalam diri kita!
Jika Allah tidak menjawab doa Anda, itu adalah karena ego Anda masih hidup
Mari kita renungkan satu poin yang terakhir. Saat Anda berdoa, lalu Allah tidak menjawab doa Anda. Jika Anda memohon lagi, tetapi Dia masih tidak juga menjawab. Lalu Anda berkata, “Bapa, aku sudah sepuluh kali berdoa untuk hal ini. Engkau masih belum juga menjawab. Apakah Engkau hadir atau tidak ?” Jawabannya adalah: Dia hadir, tetapi Anda sendiri yang tidak hadir. Itulah masalahnya. Apakah maksud pernyataan: Anda yang tidak hadir? Maksudnya adalah Anda tidak hadir secara rohani. Anda belum datang. Ego masih menguasai hidup Anda.
Saya harap Anda camkan satu ayat ini dengan baik – Yakobus 1:8 – “Sebab orang yang mendua hati tidak akan tenang dalam hidupnya.” Anda tidak akan memperoleh apapun. Alkitab sudah memberitahu Anda sejak awal. Jangan tanya mengapa Allah tidak menjawab doa Anda karena penjelasan sudah diberikan sejak awal bahwa Allah tidak akan menjawab karena Anda mendua hati.
Apakah arti dari kata ‘mendua hati’ itu? Hal yang paling berbahaya di dalam kehidupan Kristen adalah jika kita setengah-setengah dalam menyangkal diri kita, setengah hati di dalam mengakui kedaulatan Allah dalam hidup kita. Sebagian lagi dari hati kita tidak mau menyangkal diri dan tidak mau mengakui kedaulatan Allah di dalam hidup kita. Pilihannya hanyalah mengakui bahwa yang berkuasa atas kehidupan kita adalah Allah, atau kita yang masih berkuasa. Ini adalah hal yang harus Anda tegaskan sekali untuk selamanya, karena jika Anda berdoa dan Allah tidak menjawab doa Anda, itu adalah karena ego Anda masih hidup. Anda belum sepenuhnya menyangkal diri Anda, itu sebabnya Anda mendua hati. Dan oleh karena itu, maka Allah tidak menjawab doa Anda.
Tahukah Anda apa akibatnya? Jika Anda terus berdoa dan Allah terus saja tidak menjawab, tentu saja ‘iman’ Anda yang mungil itu akan lenyap; ia akan sirna begitu saja. Dengan cara apa realitas Allah itu menjadi nyata bagi diri Anda? Lewat pengalaman yang Anda jalani dan saat Anda mengalami karya Allah. Pada saat Anda berdoa, Anda mendapat jawaban. Anda berdoa lagi, dan Anda mendapatkan jawabannya. Setiap saat Anda mengalami pekerjaan Tuhan dalam hidup Anda. Dan karena pengalaman Anda yang terus menerus, maka Anda akan berkata, “Aku tahu bahwa Allah itu nyata! Aku telah menyaksikan bagaimana Tuhan berkarya. Aku mengalami kuasa-Nya. Dia itu nyata!”
Anda berdoa dan tidak ada jawaban. Anda berdoa lagi dan surga sepertinya membisu. Lalu Anda berkata bahwa Allah itu tidak nyata. Sudah pasti Allah itu nyata! Saya tidak akan berdiri di sini mengkhotbahkan semua hal itu jika masih ada sedikit saja keraguan tentang realitas Allah. Lebih baik saya mengerjakan hal yang lain. Mencari penghidupan yang lebih baik. Tidak. Saya berbicara di sini karena saya tahu bahwa Allah itu nyata. Dan saya ingin agar Anda juga mengalami realitas-Nya. Allah telah berkata di dalam Firman-Nya, jika Anda tidak datang dengan hati yang total tapi masih membawa keegoisan, maka Anda tidak akan pernah mengalami realitas Allah dalam hidup Anda.
Pilihlah di antara si Aku atau Allah
Anda harus memilih untuk hidup bagi Allah atau hidup untuk ego Anda. Dan jangan terburu-buru membuat pilihan. Jangan langsung berkata, “Oh, aku sudah membuat keputusan ini sejak lama.” Benarkah Anda telah menetapkannya? Jika memang benar, apakah Anda telah menjadi raksasa rohani? Sudahkah Anda memiliki persekutuan yang manis dengan Tuhan? Mengalami kepenuhan kuasa Allah bekerja melalui hidup Anda? Apakah hal ini yang saya lihat? Jika saya tidak melihat hal-hal tersebut, saya pikir Anda perlu merenung sejenak, dan memeriksa apakah Anda memang telah menyangkal diri Anda!