SC Chuah | Yohanes 1:19-28 |

Dua minggu yang lalu judul khotbah saya adalah “Menjadi Anak-anak Allah”. Apakah saudara masih ingat? Rick Warren mengutip riset yang dilakukan oleh militer Amerika yang menemukan bahwa pada umumnya, orang setelah mendengarkan sesuatu, dalam 72 jam mereka akan melupakan 95% dari apa yang didengarnya. Dengan kata lain, walaupun seorang pengkhotbah menghabiskan ratusan jam mempersiapkan khotbahnya, menjelang Rabu, jemaat hanya akan mengingat  5% dari apa yang telah disampaikan. Ini statistik yang sangat mengecilkan hati para pembicara! Tentu saja, tujuan dari riset ini adalah untuk mendorong para pendengar untuk berbuat sesuatu untuk mengingat apa yang didengarkannya.

Namun, kalau yang berkhotbah adalah Rick Warren dan yang tersisa hanya 5%, bagaimana dengan pengkhotbah seperti kita-kita ini? Mungkin setelah 72 detik, tidak ada lagi yang tersisa!  Langsung setelah doa penutup ibadah, semuanya sudah dilupakan.  Bagaimanapun  juga, saya harap saudara setidaknya masih mengingat judulnya, “Menjadi Anak-anak Allah.”


KLAIM SEBAGAI ANAK ALLAH, KLAIM YANG KEDENGARAN KETERLALUAN

Dua hari setelah khotbah itu, saya membaca dari kitab Kebijaksanaan. Apa itu kitab Kebijaksanaan? Kitab ini adalah bagian dari Alkitab Katolik, bagian dari Deuterokanonika. Terdapat satu perikop yang cukup menarik di kitab ini. Kebijaksaan pasal 2 mengutip kata-kata sindiran orang fasik, yaitu orang yang menentang Allah dan orang-orang yang tidak percaya,  bahwa  orang benar “membanggakan mempunyai pengetahuan tentang Allah, dan menyebut dirinya anak Tuhan” (ay.13) dan bahwa orang benar “bermegah-megah bahwa bapanya ialah Allah” (ay.16). Mereka menyebut diri mereka anak Allah! Saat saya membaca kalimat ini, saya agak kaget. Tertulis di dalam sebuah kitab ribuan tahun yang lalu bahwa klaim yang kita buat, yang kita dengan enteng ucapkan bahwa “kita adalah anak Allah, bahwa Allah adalah bapa kita”, sebenarnya merupakan klaim yang kedengaran sangat-sangat tidak masuk akal. Di telinga banyak orang, ini merupakan sebuah klaim yang keterlaluan. Apakah mungkin Allah adalah Bapa saudara dan saudara adalah anak Allah? Kita bisa saja dituduh gila karena telah membuat klaim yang tidak masuk akal ini. Di mata orang tidak percaya, ini merupakan pengakuan dari seorang yang tidak tahu diri.

Ini sebenarnya sebuah klaim yang keterlaluan, walaupun tidak kita rasakan mungkin karena kita sudah terbiasa dengan bahasa-bahasa seperti itu. Namun bagi orang yang tidak pernah mengenal agama Kristen, saat saudara katakan Allah adalah Bapaku, bahwa kita adalah anak Allah, hal ini hampir tidak mungkin dipercayai orang. Mereka akan dengan saksama memandang kepada Anda dan bertanya-tanya, apakah benar ini anak Allah?

Ini mengingatkan saya dengan percakapan seorang anak kecil dengan seorang Rabi. Seorang Rabi adalah seorang guru agama Yahudi. Anak kecil ini berkata kepada sang Rabi ini, “Allah lagi marah dengan saya.” Rabi ini langsung menjawab, “Wah, aku sangat cemburu dengan kamu. Allah sedang marah dengan kamu!”. Maksudnya adalah siapakah kamu yang bisa membuat Allah Pencipta Alam Semesta itu marah dengan kamu. Siapa kamu, sehingga kamu bisa mempengaruhi Dia?

Karena itu, kalau saudara berbuat salah dan Allah marah dengan saudara, bersyukurlah. Setidaknya Allah masih peduli dan bereaksi terhadap kamu. Allah bisa saja tidak bereaksi sama sekali, tidak kira apa yang saudara lakukan, karena Dia tidak peduli.  Allah yang dinyatakan dalam Alkitab sangatlah luar biasa, entah di Perjanjian Lama maupun di Perjanjian Baru.


PERILAKU UMAT SANGAT MEMPENGARUHI ALLAH

Di Perjanjian Lama, kita melihat dengan jelas sekali bahwa Allah adalah Allah yang dipengaruhi oleh perilaku umatnya. Dia sangat dipengaruhi oleh perilaku manusia. Apabila kita masuk ke Perjanjian Baru, Allah malah menjadi bapa kita. Sebagai anak, pengaruh kita ke atas Dia menjadi jauh lebih besar. Itulah Allah yang diberitakan di seluruh Alkitab. Itulah realitas yang ingin dibawa oleh firman Tuhan ke dalam kehidupan kita. Fakta bahwa kita adalah anak-anak Allah merupakan hal yang sangat menakjubkan.

Saya harap saudara dapat menangkap semangat dari 1 Yohanes 3:1, “Lihatlah, betapa besarnya kasih yang dikaruniakan Bapa kepada kita, sehingga kita disebut anak-anak Allah, dan memang kita adalah anak-anak Allah.” Pernahkan saudara merasa terguncang dalam kekaguman karena hal ini? Pernahkah saudara merasa terheran-heran bagaimana mungkin kita dapat disebut anak-anak Allah? Di satu sisi, kita lihat betapa berharga dan pentingnya kita di hadapan Allah. Di sisi yang lain, kita yang mengenal diri kita sendiri tidak akan merasa sombong atau superior karena pengetahuan atau kenyataan ini. Pengetahuan ini harusnya membuat kita hidup dengan perasaan tidak layak di hadapan-Nya. Saya harap saudara bisa menangkap spirit dari apa yang disampaikan. Itu akan membawa pada kerendahan hati yang sejati.

Sekarang ini kita merasa biasa-biasa saja mendengar kalimat menjadi anak-anak Allah. Namun tahukah saudara bahwa jika  hal ini menjadi kenyataan di dalam hidup saudara, saudara akan mengalami hal-hal yang luar biasa yang membedakan kita daripada yang lain? Kita bisa memanggil Dia Bapa dan Dia benar-benar adalah Bapa kita. Ayat  di 1 Yohanes  berkata bahwa kita memang anak-anak-Nya.


SEORANG YANG DIUTUS DARI SISI ALLAH

Kita akan meninggalkan Prolog Yohanes. Prolog Yohanes, yaitu ayat 1-18, boleh disebut sebagai pengenalan kepada Injil Yohanes. Ia terdiri dari pernyataan-pernyataan umum. Seperti sebuah film, yang sebelum dimainkan, ada hal-hal tertentu, ada kalimat-kalimat tertentu yang harus kita ketahui sebelum masuk ke kisah sebenarnya. Umpamanya, kita membaca di Yohanes 1:6, “Datanglah seorang yang diutus Allah, namanya Yohanes; ia datang sebagai saksi untuk memberi kesaksian tentang terang itu.” Itu satu kalimat singkat saja, tetapi mulai dari ayat 19, diceritakan kisah yang sebenarnya. Dijelaskan bagaimana, ia bersaksi tentang terang itu. Kalimat itu diceritakan dan kemudian diuraikan. Saudara akan melihat bagaimana satu-per-satu dari kalimat di Prolog itu dikembangkan.

Umpamanya lagi, “Firman itu menjadi daging dan bertabernakel di antara kita”. Makna dari  pernyataan ini kemudiannya dijelaskan dan diuraikan oleh seluruh Injil Yohanes. Siapa saja yang menafsirkan ayat seperti ini dengan sendiri-sendiri terlepas dari kisah yang dipaparkan oleh Yohanes tidak terlalu memahami fungsi sebuah Prolog. Kebanyakan mereka juga tidak terlalu peduli kesimpulan yang mereka tarik tidak sesuai dengan kisah Injil Yohanes secara keseluruhan.

Sebelum kita lanjutkan, mari kita sekali lagi melihat pada gelar yang diberikan kepada Yohanes Pembaptis, “seorang yang diutus Allah”. Gelar ini, seorang yang diutus Allah, tidak terbatas pada Yohanes Pembaptis saja. Di sepanjang sejarah, dari zaman Yohanes sampai sekarang, ada banyak yang telah diutus Allah. Bisa dikatakan,  seorang yang diutus Allah, namanya John Wesley. Seorang yang diutus Allah, namanya A.W. Tozer. Seorang yang diutus Allah, namanya Eric Chang dan seterusnya. Saudara akan perhatikan bahwa kita semua yang dipanggil menjadi murid-murid Yesus, telah ditugaskan dengan pelayanan yang sama seperti pelayanan Yohanes Pembaptis, yaitu memberi kesaksian tentang terang itu.


MURID-MURID YESUS, UTUSAN DARI SURGA

Di Yohanes 17 dikatakan tentang murid-murid Yesus bahwa mereka “bukan dari dunia” (ay.16) sama seperti Yesus bukan dari dunia. Dan sama seperti Yesus diutus ke dalam dunia, mereka juga diutus ke dalam dunia (ay.18). Murid-murid Yesus disebut sebagai orang-orang yang bukan dari dunia. Kalau bukan dari dunia ini, dari mana? Dari surga. Apa artinya dari surga? Tentu saja dari Allah. Di dalam Injil, kata “surga” sering dipakai sebagai metonimia bagi “Allah”, umpamanya “Kerajaan Surga” untuk “Kerajaan Allah”. Dan dikatakan di situ, kamu diutus ke dalam dunia. Dengan kata lain, setiap pengikut Yesus yang sejati, adalah seorang yang diutus ke dalam dunia dari surga. Itu sebabnya, semua pengikut Yesus yang sejati, ialah seorang yang diutus dari Allah. Diutus ke dalam dunia bukan saja untuk makan, minum, tidur, kerja, beranak-cucu dan seterusnya. Bukan saja untuk hidup dalam rutinitas dan menikmati hidup dan kemudian mati. Semua itu memang bagian dari kehidupan kita sebagai seorang manusia, tetapi ketika seseorang itu diutus, dia diutus dengan satu tujuan khusus. Dan apa tujuannya itu? Mengapa murid-muridnya diutus ke dalam dunia? Tujuannya dinyatakan dengan jelas. “Supaya dunia percaya bahwa Engkaulah yang mengutus aku” (ay.21). Bahwa Allahlah yang mengutus Yesus. Dan itulah misi yang diberikan kepada kita semua, bahwa melalui kehidupan kita, atau melalui pembicaraan kita, melalui gaya hidup kita, kita memproklamir bahwa Allahlah yang telah mengutus Yesus. Itulah sebabnya, saya berharap saudara bisa melihat hal ini dengan jelas dan menjadikannya sebagai cita-cita yang berkobar-kobar dalam hati kita, untuk menjadi seorang yang diutus Allah.


TOKOH YOHANES PEMBAPTIS

Hari ini saya mau berbicara lebih banyak tentang tokoh Yohanes ini. Di Yohanes pasal 1, tokoh Yohanes adalah figur yang sangat-sangat besar. Seberapa besar dia itu? Di Lukas 1:15, dikatakan, “he will be great in the sight of the Lord”, ataupun, “dia akan menjadi besar di mata Allah”. Seberapa besar? Ada satu ayat yang cukup menarik di Lukas 3:1-2

Dalam tahun kelima belas pemerintahan Kaisar Teberius, ketika Pontus Pilatus menjadi wali negeri Yudea, dan Herodes raja wilayah Galilea, Filipus, saudaranya, raja wilayah Iturea dan Trakhonitis, dan Lisanias raja wilayah Abilene, pada waktu Hanas dan Kayafas menjadi Imam Besar, datanglah firman Allah kepada Yohanes, anak Zakharia, di padang gurun.

Di zaman dulu, mereka tidak mempunyai kalender. Jadi untuk menandai waktu, mereka akan menyebut tentang zaman pemerintahan raja tertentu. Dalam kasus ini, Lukas sepertinya bukan saja bermaksud menunjukkan waktu, tetapi dia menyebut nama semua orang besar pada waktu itu. Lukas juga menyebut tentang Hanas dan Kayafas yang menjadi Imam Besar. Namun, firman Allah melewati semua orang-orang yang besar ini. Firman Allah juga melewati bait Allah dan mengunjungi siapa? Firman Allah datang mengunjungi Yohanes Pembaptis di padang gurun. Firman Allah melewati semua orang besar, semua istana besar, bahkan bait Allah sendiri. Orang-orang besar dan religius, dilewati dan firman itu datang kepada Yohanes Pembaptis.

johnAyat ini sangat penting karena memberitahu kita bahwa firman Allah mendadak datang kepada Yohanes Pembaptis. Kita ingin memahami dampak dari pelayanan Yohanes Pembaptis. Sekalipun dia tidak pernah melakukan mukjizat tetapi mengapa dia begitu besar? Karena selama 400 tahun, tidak ada seorang nabi pun yang muncul di Israel. Tidak ada aktivitas kenabian yang terjadi. Nabi yang terakhir adalah Maleakhi. Dan selama 400 tahun berikutnya, yang ada di Israel, hanyalah guru-guru. Siapa guru-guru itu? Guru-guru adalah orang seperti saya yang mengajar apa yang sudah diberitakan oleh para nabi. Dari satu generasi ke satu generasi, mereka mewariskan dengan setia pengetahuan dan firman  yang sudah diajarkan sebelumnya. Namun mereka sendiri tidak melihat apa-apa. Mereka sendiri tidak mendengarkan apa-apa. Mereka hanya mengambil apa yang sudah disampaikan oleh para nabi untuk diulang-ulangi dan kemudian dijadikan doktrin-doktrin. Dan dengan berjalannya waktu, ajaran-ajaran itu menjadi makin rumit, dan semakin banyak aturan. Yang ada hanyalah guru-guru. Singkat kata, selama 400 tahun, tidak ada seorang pun yang dapat menyaksikan apa yang sudah dia lihat. Tidak seorang pun yang bisa membicarakan apa yang sudah dia dengar. Jadi situasi yang terjadi adalah, see nothing, hear nothing dan mungkin juga feel nothing. Agama tanpa perasaan sama sekali.

Dalam konteks seperti inilah, tiba-tiba muncul Yohanes Pembaptis. Firman Allah datang kepada Yohanes Pembaptis, dan apabila firman Allah datang kepada seseorang, orang itu menjadi agak aneh. Dia tidak dapat masuk ke dalam acuan tertentu. Ini orang agak aneh. Seluruh bangsa Israel tidak tahu bagaimana untuk memosisikan orang ini. Itu sebabnya, dia menimbulkan kehebohan yang begitu luar biasa. Karena buat pertama kalinya muncul seorang nabi. Yohanes Pembaptis adalah nabi Perjanjian Lama yang terakhir sekaligus nabi Perjanjian Baru yang pertama.

Saat kemunculan Yohanes Pembaptis, mungkin mereka teringat bahwa 30 tahun yang lalu sempat terjadi kehebohan tentang sosok ini. Di bait Allah, Zakaria, bapanya pernah dikabarkan ketemu seorang malaikat, dan sempat menjadi bisu. Mereka mungkin masih mengingat peristiwa itu. Pernah juga heboh tentang sekelompok gembala domba yang bersumpah bahwa mereka telah menyaksikan paduan suara surgawi yang dinyanyikan para malaikat. Peristiwa seputar Yohanes dan kelahirannya sempat membuat heboh sekitar  30 tahun yang lalu. Namun setelah kejadian yang agak luar biasa itu, tidak ada lagi kabar. Sepi selama 30 tahun selanjutnya. Jadi, saudara bisa melihat bahwa Allah kita itu bekerja tidak dengan terburu-buru. Timingnya, waktunya selalu tepat sesuai dengan rencana-Nya. Yang selalu terburu-buru adalah kita, seperti lebah yang berdengung tanpa tujuan. Bagi Allah, ada waktu yang tepat untuk segalanya. Timing Allah yang paling tepat. Jadi kita harus belajar tenang saja, tidak kira apapun yang terjadi. Waktu Allah yang paling tepat.

Kita akan melihat bagaimana Yohanes memberi kesaksian tentang Yesus:

Yohanes 1:19-28

19 Dan inilah kesaksian Yohanes ketika orang Yahudi dari Yerusalem mengutus beberapa imam dan orang-orang Lewi kepadanya untuk menanyakan dia: “Siapakah engkau?” 20 Ia mengaku dan tidak berdusta, katanya: “Aku bukan Mesias.” 21 Lalu mereka bertanya kepadanya: “Kalau begitu, siapakah engkau? Elia?” Dan ia menjawab: “Bukan!” “Engkaukah nabi yang akan datang?” Dan ia menjawab: “Bukan!” 22 Maka kata mereka kepadanya: “Siapakah engkau? Sebab kami harus memberi jawab kepada mereka yang mengutus kami. Apakah katamu tentang dirimu sendiri?” 23 Jawabnya: “Akulah suara orang yang berseru-seru di padang gurun: Luruskanlah jalan Tuhan! seperti yang telah dikatakan nabi Yesaya.” 24 Dan di antara orang-orang yang diutus itu ada beberapa orang Farisi 25 Mereka bertanya kepadanya, katanya: “Mengapakah engkau membaptis, jikalau engkau bukan Mesias, bukan Elia, dan bukan nabi yang akan datang?” 26 Yohanes menjawab mereka, katanya: “Aku membaptis dengan air; tetapi di tengah-tengah kamu berdiri Dia yang tidak kamu kenal, 27 yaitu Dia, yang datang kemudian dari padaku. Membuka tali kasut-Nyapun aku tidak layak.” 28 Hal itu terjadi di Betania yang di seberang sungai Yordan, di mana Yohanes membaptis.

Sebelum melanjutkan saya mau berkomentar sedikit beberapa hal tentang Yohanes Pembaptis. Tokoh ini adalah model dari seorang abdi Allah yang setia. Jadi ada beberapa hal penting tentang Yohanes Pembaptis yang dapat kita pelajari.


YOHANES SEPENUHNYA BERPALING DARI DUNIA

Kita bisa melihat dengan jelas bahwa Yohanes Pembaptis adalah seorang yang telah sepenuhnya berpaling dari dunia ini. Dia telah berpaling dari segala yang ditawarkan oleh dunia ini. Ini satu ciri khas yang harus kita perhatikan tentang seorang abdi Allah. Karena tidak seorang pun, dan ini merupakan sebuah kebenaran mutlak, bahwa tidak ada seorang pun yang dapat disebut besar di hadapan Allah yang masih mencintai dunia dan barang-barang di dunia ini. Salah satu contohnya adalah Gehazi, hambanya seorang nabi besar seperti Elisa. Karena merasa berhak menerima sesuatu dari Naaman yang baru saja dilayani, dia langsung ditolak Allah. Ini adalah kebenaran mutlak.

Di 1 Yohanes, dengan jelas dikatakan, janganlah kamu mencintai dunia dan apa yang ada di dalamnya, entah itu keinginan mata, keinginan daging dan keangkuhan hidup. Dan dikatakan di situ, kasih Bapa tidak ada pada orang itu. Bagi saya secara pribadi, itu pernyataan yang paling mengerikan. Tidak ada hal yang mengerikan dari itu, jika dikatakan tentang saya ataupun salah seorang dari saudara bahwa kasih Bapa tidak ada pada kita. Mengapa? Karena kita mengasihi dunia. Kita dapat mengatakan dengan mutlak berdasarkan firman Allah bahwa tidak ada orang yang mengasihi dunia dapat dipakai Allah. Panggilan untuk memikul salib adalah benar-benar panggilan untuk berpaling dari dunia ini. Karena kedua hal ini tidak dapat disatukan.


YOHANES TIDAK MENCARI HORMAT DARI MANUSIA

Kedua, kita juga melihat bahwa Yohanes Pembaptis ini cukup populer. Dia sangat popular, dalam tanda kutip, “cukup sukses” sebagai seorang hamba Tuhan, walaupun dia juga sangat dibenci sampai kepalanya harus dipenggal. Bagaimanapun juga, dia cukup sukses. Bagi Yohanes Pembaptis, kesuksesan itu sama sekali tidak mempengaruhi dia. Itu sebabnya dia besar. Orang yang lebih kecil tidak sanggup menangani kesuksesan seperti ini. Bagi orang kecil seperti kita, sukses sedikit, dipuji sedikit, ekor kita sudah goyang kayak anjing dan roh kita sudah melayang entah ke mana.

Yohanes Pembaptis sama sekali tidak peduli dengan pandangan orang terhadap dia. Dengan kata lain, dia seorang yang benar-benar tulus, dan mutlak sama sekali tidak mencari hormat dari manusia. Ketika orang-orang terhormat dan rohaniawan datang untuk dilayaninya, dia menyambut mereka seperti ini, “Hai kamu keturunan ular beludak. Siapakah yang mengatakan kepada kamu, bahwa kamu dapat melarikan diri dari murka yang akan datang?” (Mat. 3:7). Jadi, seorang abdi Allah yang sejati, matanya hanya tertuju pada Allah dan dia hanya mencari hormat dari Bapanya saja. Dan dia benar-benar tidak peduli dengan pandangan orang terhadap dia. Orang kecil seperti kita akan merasa begitu terhormat didatangi orang-orang besar seperti mereka. Kita akan segera membaptis mereka tanpa menanyakan apa-apa.


KEBESARAN YESUS DI MATA YOHANES

Pelajaran yang paling penting bagi saya dari Yohanes adalah ketika dia berkata tentang Yesus bahwa “membuka tali kasutnya pun aku tidak layak”. Padahal dia sepupunya Yesus. Coba saudara pikirkan tentang sepupu saudara. Sekalipun sepupu saudara besar, dia tetap hanyalah sepupu saudara. Yohanes Pembaptis sedikit lebih tua dari Yesus. Namun dia berkata bahwa membuka tali kasutnya saja dia tidak layak. Kita sekarang tahu bahwa Yohanes Pembaptis adalah orang yang paling besar yang pernah lahir dari wanita. Pada dasarnya semua nabi terdahulu seperti Abraham, Musa atau Elia tidak seorang pun yang lebih besar daripada dia. Jadi, selain Yesus, dia adalah manusia yang paling besar pada waktu itu. Di hadapan Yesus, dia berkata bahwa menjadi hambanya, untuk membungkuk dan membuka tali kasutnya saja, dia tidak layak.

Itu berarti, waktu Yesus muncul di hadapan kita, saat kita bertemu dia muka dengan muka di surga nanti, kita mau melayaninya saja, sebenarnya kita tidak layak. Untuk membungkuk dan membuka tali kasutnya saja, kita tidak layak. Sebegitulah besarnya Yesus di pandangan Yohanes. Namun tahukah saudara bahwa ada orang-orang Kristen yang berpikir bahwa Allah cukup beruntung punya murid setia seperti dia. Jujur saja, kalau mata kita benar-benar terbuka untuk melihat siapa Yesus sebenarnya, saudara akan sadar, saudara tidak layak bahkan untuk membungkuk, membuka tali kasutnya. Itulah kenyataannya.

Itu sebabnya, dengan tulus dan jujur saya katakan, kalau membuka tali kasutnya saja, saya tidak layak, apalagi berkhotbah. Setiap minggu saya datang ke mimbar saya rasa dengan perasaan sepenuhnya tidak layak tetapi saya tetap datang. Saya tidak layak untuk membuka tali kasutnya, tetapi kalau dia hadir di sini, saya akan melakukannya. Sekalipun merasa tidak layak tetapi akan saya lakukan. Jadi kita bukan berbicara tentang kerendahan hati yang palsu. Banyak orang yang berkata, “Aku tidak layak, aku tidak berguna” dan justru tidak melakukan apa-apa. Mereka pikir itu kerendahan hati. Saudara-saudara, itu kerendahan hati yang palsu. Dengan tidak berbuat apa-apa, mereka justru membuktikan bahwa mereka tidak berguna. Orang yang benar-benar merasa tidak layak melayani justru akan menyerahkan nyawanya untuk melayani.

Mata kita benar-benar harus dibukakan untuk melihat kebesaran Yesus. Yohanes berulang kali menyatakan, aku tidak mengenal dia, tetapi Allah yang menunjukkan kepada saya siapa Yesus itu. Kalau Allah yang menunjukkan kepada kita siapa Yesus, saudara akan sadar bahwa untuk jadi usher, penyambut tamu saja di gereja sebenarnya saudara tidak layak. Untuk bermain musik, apa lagi untuk berkhotbah, tidak seorang pun tidak layak.

Saya pernah membaca sebuah kutipan yang berkata kira-kira seperti ini: kalau seluruh dunia ini bersatu untuk pertama kalinya dan memilih saudara sebagai pemimpin dunia ini, itu adalah penghargaan yang tak terkatakan, suatu penghargaan terbesar yang dapat dunia berikan kepada seorang manusia. Itu adalah penghargaan tertinggi yang dapat diberikan kepada seorang manusia. Namun tahukah saudara bahwa panggilan untuk melayani Dia, menjadi hamba-Nya, adalah jauh lebih besar daripada itu? Saya harap saya bisa memperoleh dan mempertahankan sikap seperti ini sepanjang hidup saya.

Jadi, begitu besarlah Yesus. Saya benar-benar berharap saudara bisa melihat betapa besarnya Yohanes, yang merasa tidak layak untuk membungkuk di hadapan Yesus, untuk melayani dia.


SUARA DI PADANG BELANTARA

Kita akan tutup dengan satu poin terakhir. Kita melihat bahwa orang-orang Farisi dan orang-orang Lewi mengutus beberapa orang imam untuk bertanya kepada dia. Dari pertanyaan mereka, kita sudah tahu apa yang menjadi ekspektasi eskatologis mereka. Siapakah yang ditunggu-tunggu oleh mereka? Cara Yohanes menjawab juga agak menarik. Dia ditanya orang, “Siapakah engkau?” Jawabannya, bukan, “Aku Yohanes Pembaptis, aku Yohanes anak Zakaria.” Jawabannya disampaikan dalam bentuk penyangkalan. “Aku bukan Mesias, Aku bukan Kristus.” Seolah-olah Yohanes sudah tahu apa maksud pertanyaan mereka. Dia sudah tahu karena orang mulai bertanya-tanya apakah Kristus sudah datang. Kalau bukan Kristus, apakah kamu Elia? Karena mereka juga memang menanti-nantikan Elia. Elia memang dijanjikan oleh Maleakhi. Di akhir zaman akan datang Elia. Apakah kamu Elia itu? Jawabnya, “Bukan”. Jawabannya cukup singkat. Kalau bukan Elia, apakah nabi yang akan datang, atau dalam bahasa aslinya, “Nabi yang itu”, “the prophet”. Nabi yang dijanjikan oleh Musa di Ulangan 18, saat Musa berkata suatu hari nanti akan muncul di kalangan kamu, seorang nabi seperti aku, dengarkan dia. Yohanes menjawab, “Aku,bukan.” Kalau bukan, siapakah kamu? Dengan kata lain, dalam kalender mereka, dalam perkiraan mereka, mereka tidak memperhitungkan kedatangan satu pribadi yang ini, itu sebabnya, mereka tidak ada ruang untuk dia.

Yohanes akhirnya menjawab, “Akulah suara  yang berseru-seru di padang belantara” seperti yang dinubuatkan oleh Nabi Yesaya. Mereka memang menunggu. Namun mereka melewatkan sesuatu. Mereka melewatkan suara itu.

Hari ini, saya mau berbicara secara singkat tentang maksud dari kalimat ini. Dialah satu suara di padang belantara. Ada yang menyebutnya padang gurun. Setiap kalimat yang penting di dalam Alkitab, biasanya ada dua makna. Satu makna harfiah dan satu makna kiasan atau majas. Kita tahu secara harfiah, Yohanes memang tinggal di padang belantara, dia berkhotbah dari situ dan orang banyak berduyun-duyun ke situ. Itu makna harfiahnya. Sebagaimana dengan semua firman Tuhan yang penting, biasanya ada makna rohaninya. Umpamanya, Yesus berkata kepada seorang wanita, “Berilah aku minum”, dan dia memang meminta air. Tidak lama kemudian dia berbicara tentang air hidup. Air mempunyai dua makna. Dengan cara yang sama, kalimat-kalimat seperti ini sebenarnya adalah sebuah majas, “Akulah suara yang berseru-seru di padang gurun”.


DUNIA INI DI MATA ALLAH: SEBUAH PADANG BELANTARA

Padang belantara menggambarkan kondisi rohani bangsa Israel pada zaman itu. Padang belantara menggambarkan keadaan rohani dan moral bangsa Israel. Padang belantara adalah tempat yang kacau; padang belantara, atau wilderness menggambarkan suatu tempat yang ditinggalkan, yang berantakan, yang tandus, yang sia-sia, tidak bertujuan, penuh dengan semak duri, tidak ada buah yang bisa dimakan, tetapi penuh dengan semak duri, suatu tempat yang penuh kaktus, liar, tidak bermakna, dan juga sunyi sepi. Itulah gambaran yang sering dipakai Alkitab. Suatu tempat yang penuh tulang belulang. Itulah kondisi moral dunia ini, sebuah padang belantara, kalau dipandang dari sudut pandang Allah. Jadi, suara di padang belantara adalah satu majas, figure of speech yang menggambarkan dunia ini.

Apakah dunia ini sudah menjadi lebih baik? Dari banyak sisi, iya, dunia ini memang makin lama, makin baik. Dulu hanya orang kaya yang bisa ke luar negeri, sekarang hampir kebanyakan orang bisa ke luar negeri. Tinggal naik pesawat; 100 tahun yang lalu, Yerusalem ke Jordan berjarak 30 km, apa yang mereka naiki? Mereka naik keledai, sekarang, naik mobil hanya sebentar. Dua puluh tahun yang lalu kita masih pakai fax; sekarang tinggal Whatsapp. Dunia ini dari semua sisi material dan jasmani memang menjadi lebih baik. Manusia hidup juga lebih lama. Pengetahuan medis bertambah. Dulu anak lahir, banyak yang meninggal, sekarang jauh lebih tinggi angka  yang hidup. Keadilan sosial juga lebih baik. Dunia juga menjadi lebih kaya pada umumnya. Menurut Bill Gates, dunia makin hari menjadi makin baik. Itu dari kaca mata manusia. Kalau kita menyaring dari kaca mata Allah, berdasarkan moral, berdasarkan pengenalan akan Allah, dunia ini masih sebuah padang belantara. Itulah kenyataannya dari sudut pandang Allah.

fruits-gardenLawan dari padang belantara atau padang gurun adalah sebuah taman. Taman adalah sebuah tempat  yang teratur. Berbuah, sangat banyak buah, banyak manfaatnya. Dan Allah menciptakan manusia untuk tinggal di taman, bukan di pandang belantara. Waktu Dia melihat kita. Waktu Dia melihat saudara secara pribadi, apa yang dia lihat? Padang belantara? Kering? Tandus? Sia-sia? Tidak bermakna? Tidak bertujuan? Semua itu adalah kata-kata yang dipakai untuk menggambarkan padang belantara. Atau dia melihat sebuah taman? Itulah pertanyaannya.

Pertanyaan ini mengingatkan saya akan Yehezkiel 37, ada kisah lembah yang penuhi oleh tulang-tulang. Dikatakan bahwa tulang-tulang itu kering sekali. Yehezkiel diminta bernubuat atas tulang-tulang itu, bukan tentang, tetapi atas tulang-tulang itu. Yehezkiel menyerukan firman Tuhan atas tulang-tulang itu. Waktu dia berbicara, tulang-tulang itu mulai bergerak dan berbunyi. Awalnya seperti padang gurun, sunyi sepi. Itulah padang gurun. Namun mulai ada pergerakan dan terdengar suara berderak-derak. Saya berharap itulah yang terjadi waktu firman Tuhan disampaikan di sini. Awalnya sepi. Dengan bergulirnya waktu, saya mulai mendengar suara tulang-tulang berderak-derak. Yang dibangkitkan adalah sebuah pasukan. Suatu angkatan tentara. Suara Allah memanggil. Apakah saudara mendengar?

Suara itu berseru-seru, suara itu berteriak-teriak. Apakah saudara mendengar? Karena itu satu-satunya harapan saudara. Apakah saudara mendengar?

Di PA yang lalu, kita melihat bahwa seruan Allah yang pertama kepada manusia adalah, “Di manakah engkau?” Saya harap saudara bisa melihat bahwa Allah di Alkitab adalah Allah yang mencari manusia. Kebanyakan agama adalah tentang pencarian manusia akan Allah, bagaimana manusia menemukan Allah atau kebenaran tertentu. Namun agama Alkitab adalah agama tentang pencarian Alalh akan manusia. Dan Dia berseru-seru, Dia memanggil Adam di sebuah taman, “Di manakah engkau?” Dan Di Perjanjian Baru, melalui Yohanes, Dia berseru-seru di tengah-tengah padang belantara itu.

Saya benar-benar berharap, saya dan saudara mendengarkan. Allah menciptakan kita bukan untuk hidup di padang belantara, tetapi untuk hidup di taman. Dan semoga, Allah melalui suara-Nya yang berseru-seru mengubah kita semua menjadi sebuah taman yang dipenuhi buah-buah Roh. Inilah visi kita.

Berikan Komentar Anda: