Chuah SC | Yohanes 1:9-14 |

Di khotbah yang lalu, kita berbicara tentang Yohanes Pembaptis, seorang yang diutus Allah. Dan tujuan dan tugas, atau fungsi yang diberikan kepada dia adalah untuk bersaksi bagi terang itu supaya semua orang menjadi percaya. Ayat yang terakhir di Injil Yohanes tentang Yohanes Pembaptis (Yoh 10:41) membuat kesimpulan ini – banyak orang datang pada Yesus sambil mengingat Yohanes, “Yohanes memang tidak membuat satu tanda mukjizat pun, tetapi semua yang pernah dikatakan Yohanes tentang orang ini memang benar.” Dan banyak orang menjadi percaya kepada Yesus (ay 42).

Jadi saudara bisa melihat kualitas ataupun fungsi dari pelayanan  Yohanes Pembaptis itu. Seluruh hidupnya, seluruh tujuan dari hidupnya, adalah menunjuk orang kepada Yesus. Itu tujuan dari hidupnya sehingga dikatakan dengan jelas di sini, bahwa dia bukan terang itu. Saudara perhatikan bahwa salah satu ciri khas dari pelayanannya adalah menyangkal terus. Apakah kamu Elia? Bukan. Apakah kamu Nabi yang dinanti-nantikan itu? Bukan. Apakah kamu Mesias? Bukan. Jawabannya bukan, bukan dan bukan terus. Siapakah kamu sebenarnya? Aku hanya satu suara. Suara siapa? Tidak penting suara siapa. Aku hanya satu suara.  Jadi saudara bisa melihat bahwa ciri khas dari pelayanan Yohanes Pembaptis yang membuatnya menjadi begitu besar di mata Allah adalah kerendahan hatinya. Dia seorang sosok yang sangat-sangat rendah hati. Kalimat yang harus menjadi pedoman hidup kita adalah, “Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil” (Yoh 3:30) – inilah ciri khas dari pelayanan Yohanes Pembaptis. Ini arah hidup yang melawan arus dunia karena hampir setiap orang hidup untuk menjadi semakin besar.

Saudara akan perhatikan bahwa karena dia seorang yang cukup unik, banyak orang datang kepada dia, banyak orang mengalihkan perhatian kepada dia. Namun, dia selalu mengalihkan perhatian orang kepada Yesus. Bahkan murid-muridnya sendiri, dua muridnya yang baik, Andreas dan Yohanes, dia arahkan kepada Yesus. Jangan ikut aku lagi, ikutlah Yesus. Itulah sebabnya, saya benar-benar berharap pelayanan saya pribadi juga seperti semacam pelayanan Yohanes Pembaptis. Saya harap tidak ada sama sekali orang melalui pelayanan saya, mengikuti saya. Tidak ada yang mengikut saya tetapi semuanya diarahkan kepada Yesus. Dengan kata lain, saudara bukannya menjalin hubungan dengan saya, tetapi lebih penting, saudara menjalin hubungan dengan Kristus. Semua pujian diarahkan kepada Kristus. Hubungan antara kita hanya memiliki makna karena hubungan kita masing-masing dengan Yesus. Dan apabila, itu tidak terjadi, apabila pelayanan saya tidak menghasilkan itu, entah itu salah saya atau salah saudara, lama-kelamaan akan ada yang kurang beres. Kasih akan berakhir menjadi benci dan hal itu sering terjadi.


MENJADI ANAK-ANAK ALLAH

Di khotbah yang lalu saya juga sekilas menyinggung bahwa tujuan dari pelayanannya adalah supaya semua menjadi percaya. Apa tujuannya? Menjadi percaya untuk menghasilkan apa? Anak-anak Allah! Iman pada Yesus menjadikan kita anak-anak Allah!

Apakah kita melihat sesama sebagai putra-putri sang Raja? Jika kita mengizinkan kebenaran ini meresap ke dalam hati kita, cara kita berhubungan dengan sesama akan mengalami perubahan drastis. Jika kita memandang sesama seperti pengemis, perlakukan dan pelayanan kita akan sangat berbeda. Dalam melayani sesama, kita harus belajar terus untuk memandang setiap orang di sini sebagai putra putri Allah. Itu akan sangat mempengaruhi kualitas pelayanan kita, apakah kita memberikan yang terbaik atau seadanya saja. Itu juga akan sangat mempengaruhi cara kita memperlakukan sesama, cara kita berbicara kepada sesama, apakah dengan penuh hormat atau menghina? Jika kita perlu menegur seorang saudara, apakah dilakukan dengan penuh kepekaan atau ceplos-ceplos penuh penghinaan. Apakah ada yang berani yang mengucapkan satu kata penghinaan terhadap anak sang Raja? Bagi saudara-saudara yang diberikan kesempatan melayani dalam bentuk apapun, tahukah saudara betapa besarnya penghargaan yang telah diberikan kepada saudara?

Bagi saudara-saudara yang sudah bernikah, tahukah saudara jika pasangan saudara itu adalah seorang Kristen sejati, maka Allah adalah Bapa saudara dan sekaligus Bapa mertua saudara? Jadi, berhati-hatilah ketika berurusan dengan pasangan saudara, jangan-jangan saudara harus berurusan dengan Allah sebagai Bapa mertua nanti!

Mari kita baca perikop yang akan dibahas hari ini. Yohanes 1:9-14,

Terang yang sesungguhnya, yang menerangi setiap orang, sedang datang ke dalam dunia. Ia telah ada di dalam dunia dan dunia dijadikan melalui Dia, tetapi dunia tidak mengenal-Nya. Ia datang kepada milik-Nya, tetapi orang-orang milik-Nya itu tidak menerima-Nya. Namun semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya; orang-orang yang dilahirkan bukan dari darah atau dari keinginan jasmani, bukan pula oleh keinginan seorang laki-laki, melainkan dari Allah. Firman itu telah menjadi manusia, dan tinggal di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh anugerah dan kebenaran.

Selanjutnya, saya akan bacakan ayat 16 saja.

Dari kepenuhan-Nya, kita semua telah menerima anugerah demi anugerah.


PENGETAHUAN TIDAK MENEBUS

Siapa saja yang memberitakan firman Tuhan, atau yang berprofesi sebagai seorang pendidik atau pengajar, akan tahu bahwa pengetahuan itu sendiri tidak menebus. Pengetahuan tidak menebus siapa pun. Dengan kata lain, mengenal ataupun mengetahui kebenaran, tidak semestinya memerdekakan seseorang. Saya beri contoh, saudara tanya ke seorang perokok umpamanya, tahu tidak bahwa merokok bisa menyebabkan kanker paru-paru? Bisa menghancurkan kesehatan kita? Tahukah kamu? Dia akan menjawab, “Tahu”. Katakan kepada seorang pezinah, “Tahukah kamu bahwa tindakan kamu itu, menyenangkan sementara saja, tapi bisa mendatangkan penderitaan luar biasa di waktu yang akan datang.” Semua pezinah akan berkata bahwa mereka tahu. Kepada semua anak muda yang terlibat dalam obat-obatan ataupun alkohol, tanyalah pada mereka apakah mereka tahu bahwa kebiasaan mereka itu bisa merusak dan menghancurkan masa depan mereka. Rata-rata akan menjawab bahwa mereka tahu.


FIRMAN ITU MENJADI DAGING

ten_commandmentsPengetahuan saja tidak cukup. Pengetahuan itu harus mendarah daging. Pengetahuan itu harus berubah menjadi daging. Saya ingin menerangkan konsep “firman menjadi daging”. Saya mendapat wawasan bahwa seluruh pekerjaan Allah adalah untuk mendagingkan Firman itu ke dalam kehidupan kita. “Firman itu sudah menjadi daging” (Yoh 1:14). Ayat itu sebenarnya tidak terbatas hanya pada Yesus. Firman itu juga menjadi  daging di antara kita. Yesus berfungsi sebagai archetype atau pola dasar atau acuan yang ideal dari pekerjaan Allah ini. Konsep ini telah dinubuatkan oleh nabi-nabi Perjanjian Lama, umpamanya “Aku akan menaruh Taurat-Ku dalam batin mereka dan menuliskannya dalam hati mereka” (Yer 31:33) dan menjadi kenyataan di Perjanjian Baru (Ibr 8:10, 2Kor 3:2-3).  Paulus menggambarkan pelayanannya sebagai pelayanan menulis, bukan dengan tinta pada loh-loh batu, tetapi dengan Roh Allah pada loh-loh daging. Itulah keunikan dari pelayanan Perjanjian Baru.

Prolog Yohanes (ayat 1-18) dapat disimpulkan dalam satu kalimat: Yesus menyatakan kepenuhan Allah yang bekerja sepenuhnya di dalam seorang manusia. Dalam bahasa Paulus, “dalam dialah berdiam secara jasmaniah seluruh kepenuhan keilahian” (Kol 2:9). Dan dialah satu-satunya manusia ideal yang ditunjukkan kepada kita, seperti apa Firman yang sepenuhnya mendarah-daging di dalam seorang manusia.

Jadi, itu sebabnya, saya cukup yakin berdasarkan apa yang saya paham dari firman Tuhan, terlepas dari sukses atau tidaknya hal ini diterapkan ke dalam kehidupan kita,  bahwa itulah rencana Allah bagi saya dan bagi saudara.


CARA HIDUP YANG BARU

Iman sebenarnya berkaitan dengan satu cara yang baru untuk hidup di dunia ini. Itu sebabnya saudara akan perhatikan bahwa di Kisah Para Rasul, Kekristenan disebut sebagai “Jalan itu” atau “the way”. Ini menggambarkan kepada kita bahwa iman yang sejati membawa kepada satu jalan hidup yang baru di dunia ini. Iman di dalam Alkitab tidak ada hubungannya dengan satu rangkaian pernyataan-pernyataan atau keyakinan-keyakinan yang harus diyakini. Tidak ada hubungan dengan itu sama sekali. Karena sekarang ini banyak orang yang menganggap dirinya Kristen hanya karena mereka mempercayai satu set pernyataan-pernyataan. Hari ini seseorang itu akan dianggap Kristen jika dia sesekali mengucapkan kata, “Halelujah!”  Itu bukan Kekristenan sama sekali. Kekristenan berkaitan dengan satu jalan hidup yang baru.

Itu sebabnya, saudara dapat perhatikan di Khotbah di atas Bukit, setiap pernyataan di situ, tidak ada satu pun yang berkaitan dengan apa yang harus saudara percayai. Seluruh Khotbah di Bukit berkaitan dengan apa yang perlu dilakukan dan bagaimana saudara harus hidup di dunia ini. Tidak ada kaitan dengan apa yang perlu saudara percayai. “To be or not to be, that’s the question”. Jadi atau tidak jadi, itulah pertanyaannya. Itulah artinya “lahir dari Allah”.


LAHIR DARI ALLAH

Ayat-ayat di sini berbicara tentang dilahirkan kembali. Lahir bukan dari kehendak manusia, tetapi lahir dari Allah, itulah lahir baru. Lahir baru membawa kepada satu hidup yang baru. Bukan baru dari segi waktu, seperti barang lama versus barang baru. Bukan dari segi waktu, bukan juga dari segi, umpamanya, mulai dari awal lagi. Kita sering berkata, “Kita harus mulai dari awal lagi, atau let’s restart. Kita sudah hancurkan hidup kita, sekarang kita mulai dari awal lagi.” Bukan itu maksudnya. Namun “baru” maksudnya adalah baru dari segi sifat, baru dari segi substansi, baru dari segi jenis, baru dari segi asal muasal. Dari mana, dari manusia atau dari Allah? Jadi, baru bukan tambahan, perbaikan, bukan restorasi. Namun benar-benar baru, yang membawa pada pola hidup yang baru. Hidup jenis yang baru. Itulah maksudnya menjadi seorang “ciptaan baru”. Ciptaan baru dalam arti kata, yang lama semuanya sudah berlalu, yang baru sudah datang. Dan secara khusus di sini, baru dari segi apa? Dari segi hubungan, dalam konteks ini, melalui iman, melalui percaya, yang membawa kepada suatu hubungan yang unik dengan Allah sebagai Bapa. Jadi kita berbicara tentang sebuah hubungan “bapa-anak” dengan sang Allah. Kita menjadi anak-anaknya, bukan sembarangan hubungan. Bukan hubungan cucu-kakek.

bornofgodJadi secara khusus di sini, satu jalan hidup di dunia ini dengan Allah sebagai bapa kita. Dan tentu saja, dalam berbicara tentang hubungan bapa-anak, ada batas dan aturan yang memelihara hubungan itu. Ada batas-batas yang mengendalikan hubungan itu. Umpamanya hubungan suami istri, ada prilaku-prilaku yang unik kepada hubungan itu yang harus dipelihara. Demikian pula, ada prilaku-prilaku yang menjadi tabu yang harus ditolak. Hubungan suami istri adalah hubungan antar-dua pribadi, ada persetujuan bersama tentang apa peran istri dan apa peran suami. Ini perlu supaya hubungan itu berhasil. Dan di waktu yang bersamaan, ada juga perilaku-perilaku seperti cara berbicara, cara berperilaku yang tidak cocok dan tidak pantas yang merusak hubungan. Jadi dengan cara yang sama, saat kita berbicara tentang hubungan bapa anak, ada batas-batasnya.  Sebagai seorang anak, dalam Alkitab, kita taat kepada Allah, sebagai Bapa. Dan Allah sebagai Bapa, mempunyai  tanggungjawab tertentu terhadap anak-Nya. Dia mempunyai tanggungjawab terhadap kita jika kita adalah anak-anak-Nya. Jadi kita tidak perlu takut untuk mengatakan bahwa Allah sebagai Bapa, Dia memiliki tanggungjawab tertentu terhadap kita, kalau kita taat kepada-Nya sebagai seorang anak.

Pada dasarnya, saya mau menggambarkan bahwa iman itu membawa kita kepada sebuah hubungan. Sebenarnya, iman itu sendiri ataupun faith, percaya itu sendiri sudah mengasumsikan sebuah hubungan. Contohnya, saya percaya kepada si A, itu sudah mengasumsikan sebuah hubungan. Kata “Firman” itu dengan sendirinya sudah menggambarkan sebuah hubungan. Dan saya berharap bahwa saudara bisa melihat bahwa ayat 12 merupakan ayat yang luar biasa. “Diberikan hak untuk menjadi anak-anak Allah”. Dan kita menjalani hidup di dunia ini, sebagai anak-anak Allah.


BUKAN DARI USAHA MANUSIA

Kemudian dikatakan di ayat 13, yang dilahirkan “bukan dari darah atau dari keinginan jasmani, bukan pula oleh keinginan seorang laki-laki, melainkan dari Allah”. Dengan kata lain, kita berbicara tentang kelahiran ilahi. Kelahiran yang kedua yang tidak ada hubungannya dengan manusia sama sekali. Saya pikir tidak mungkin untuk kita sepenuhnya memahami apa yang dimaksudkan dengan kalimat ini. Akan tetapi dari bahasanya, tanpa bersikap dogmatis kita mungkin secara sederhana bisa menyimpulkannya seperti ini: bukan dari darah, pada dasarnya berarti, bukan dari keturunan. Kita tidak bisa berkata bahwa papa saya Kristen, jadi saya juga Kristen. Papa saya pendeta yang sangat saleh, karena itu saya juga anak Allah. Dalam berbicara tentang kelahiran kembali, hubungan darah, keturunan tidak ada pengaruh sama sekali. Itu sebabnya, Yohanes Pembaptis dengan terang-terangan berkata kepada orang-orang Yahudi, “Janganlah mengira, bahwa kamu dapat berkata dalam hatimu: Abraham adalah bapa kami!”  Itu tidak akan memanfaatkan saudara sedikit pun. Tidak ada manfaatnya, hanya karena saudara keturunan Abraham. Jadi, pertama, tidak ada kaitannya dengan keturunan.

Kedua, keinginan daging, atau the will of the flesh. Itu mungkin berarti kelahiran kembali, menjadi anak-anak Allah, tidak ada hubungannya dengan nekat atau tekad kita. Ada orang yang sampai berpuasa empat puluh hari empat puluh malam dan berharap dapat menjadi anak-anak Allah. Ada banyak orang yang mendisiplin diri, mencambuk diri, menyangkal diri, mengendalikan diri. Itu semua ada tempatnya, di dalam pertumbuhan rohani, semua itu ada tempatnya. Namun pengendalian diri kita, tekad kita, tidak akan sama sekali menjadikan saudara seorang anak Allah, atau diterima sebagai seorang anak Allah. Jadi kita bisa berpuasa dan semuanya itu, tetapi itu tidak ada hubungannya sama sekali dengan menjadi anak Allah. Sekali lagi, berpuasa itu sangat penting dan sangat bermanfaat dalam kehidupan rohani kita, demikian juga segala bentuk pengendalian diri, tetapi itu tidak ada kaitannya dengan hal menjadi seorang anak Allah.

Berikutnya, keinginan seorang laki-laki. Terjemahan di sini kedengaran lebih mengacu kepada hubungan seksual, “keinginan seorang laki-laki”. Terjemahannya bahasa Inggrisnya, “the will of a man”, atau kehendak seorang manusia. Bisa diartikan bahwa menjadi anak-anak Allah tidak ada hubungannya dengan orang suci tertentu yang menumpang tangan ke atas kita. Tidak ada hubungan dengan itu, tetapi murni sesuatu yang berasal dari atas, suatu pekerjaan Roh Allah yang supranatural. Menjadi anak Allah adalah sebuah pekerjaan Roh Kudus atas diri kita. Itu sebabnya kita disebut lahir dari atas, lahir kedua kali.


LAHIR SEKALI VERSUS LAHIR DUA-KALI

William James, mengkategorikan manusia ke dalam dua kelompok: yang lahir sekali dan yang lahir dua kali. Hanya ada dua kategori ini. Tentu saja dua kategori ini dibedakan dari standar moral yang sangat berbeda dan gaya hidup yang berseberangan. Dengan demikian, yang lahir sekali akan selalu berkonflik dengan yang lahir dua kali. Secara rohani, manusia hanya dapat dikategorikan ke dalam dua kategori, yang satu diwakili Adam dan yang satunya lagi diwakili Kristus, yaitu manusia kedua atau Adam yang akhir. “Dalam Adam” atau “Dalam Kristus”. Secara biologis, manusia terbagi dalam dua kelompok, laki-laki atau perempuan, dan hal ini pun diperdebatkan akhir-akhir ini. Namun secara rohani, hanya ada dua kelompok.

Ini adalah hal-hal yang sangat-sangat penting untuk dipahami. Sebenarnya dalam hidup kita, banyak hal kita bisa salah. Namun di dalam hal ini, kita tidak boleh salah. Dalam hal tentang kelahiran kembali ini, kita tidak boleh sama sekali salah karena harga yang perlu kita bayar terlalu besar. Harga yang sangat sangat besar. Salah dalam hal lain, paling banyak kita hilang sejuta dua, 100 juta atau bahkan 1M atau beberapa M. Dalam kesalahan fatal, kita paling kehilangan nyawa kita. Namun salah dalam hal ini berarti, kita masih hilang, kita masih sesat, kita masih jauh dari Allah. Yang dipertaruhkan adalah kesejahteraan abadi kita. Kita tidak boleh salah dalam hal ini.


KESAKSIAN SEORANG HAMBA TUHAN

Ada kesaksian dari seorang pendeta Tuhan yang menunjukkan betapa pentingnya apa yang sedang saya bicarakan kepada saudara. Saya tidak tahu apakah saudara mengerti betapa pentingnya apa yang sedang saya bicarakan ini. Pendeta ini benar-benar mengejar Tuhan dengan segenap hati. Dia benar-benar terbakar untuk Tuhan. Dia melayani orang miskin, melayani di tempat pemulihan narkoba, memberi makan kepada orang lapar, dia bisa dikatakan dalam tanda kutip “melakukan kehendak Allah”. Kemudian, dia juga berusaha mendisiplin diri, menyangkal diri, selalu berpuasa. Dia membaca berbagai buku tentang puasa, merenungkan firman Tuhan siang dan malam. Dia bahkan pernah menyembuhkan orang dengan doa! Kita yang mengamati dari luar akan berkata, “apa lagi yang kurang dari orang ini?” Dari luar tidak ada yang kurang, hanya dia sendiri yang tahu ada yang kurang di dalam hatinya. Namun waktu dia jujur di hadapan Allah, dia tahu ada yang kurang. Dia tahu dia tidak mengasihi orang, walaupun perbuatannya kalau dipandang dari luar, sangat mengasihi. Dia melakukan banyak perbuatan mengasihi. Namun akhirnya dia sadar bahwa dia hanya jatuh cinta pada ide mengasihi. The idea of loving. Dia hanya jatuh cinta pada ide mengasihi. Itulah bahayanya ajaran kita di sini. Kita banyak berbicara tentang kasih; kita jatuh cinta dengan ide mengasihi, kita sangat suka mendengar pengajaran  tentang kasih.  Namun pada kenyataannya, dalam hati kita, kita tahu kita tidak mengasihi. Hati kita menghina orang, hati kita memandang rendah orang. Sifat kita belum berubah, masih “dalam Adam”.

Kita akrab dengan firman Tuhan, dengan perkataan-Nya. Kita bahkan bisa mengajarnya dan mengkhotbahkannya. Namun pada kenyataannya kita tidak mengerti. Bisa dikhotbahkan, tetapi tidak mengerti apa sebenarnya artinya. Umpamanya, firman Yesus,  “dari dalam hatinya akan mengalir aliran-aliran air hidup”. Kita tahu kata-katanya, kita mengerti apa yang ingin disampaikan tetapi di waktu yang bersamaan, kita juga tidak mengerti. Terlebih lagi, makin lama dia melayani, dia tidak bisa menyangkal bahwa hatinya makin hari makin sombong meskipun makin kering. Dari tahun ke tahun, hatinya semakin sombong. Akhirnya baru dia sadar, dia belum pernah diterangi. Dia belum pernah lahir baru. Dia sadar dia masih “dalam Adam”. Jadi, seru membaca kesaksiannya.


KEMULIAAN ALLAH YANG TERPANCAR DARI TUBUH DAGING INI

Jadi, saya akan tutup pesan hari ini dengan ayat 14 dan 16.

Ayat 14 berbunyi, “ Firman itu telah menjadi daging”, dan kata yang dipilih oleh rasul Yohanes dengan inspirasi dari Roh Kudus adalah, “Firman itu telah menjadi daging dan tinggal di antara kita”.  Dan dalam daging inilah, kita melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan Allah “yang diberikan kepadanya sebagai anak tunggal Allah, penuh anugerah dan kebenaran”. Ayat ini sebenarnya adalah sebuah rahasia besar. Kita lihat di 1 Timotius 3:16, “dan sesungguhnya, agunglah rahasia ibadah kita, Dia yang telah menyatakan dirinya dalam daging”. Dengan kata lain, Allah telah menyatakan diri-Nya dalam daging. Dan kita tahu dari pribadi Yesus sendiri, dia memiliki daging seperti kita dan dia dicobai dalam segala hal sama seperti kita, dan hasil dari kehidupan dia di dalam daging itu, adalah, dia penuh kemuliaan. Dan apabila orang melihatnya sebagai anak tunggal Allah, mereka melihat anugerah dan kebenaran.

Saya percaya inilah yang dimaksudkan untuk terjadi di dalam hidup kita juga. Kita ini dalam daging, tetapi seperti Yesus, kita tidak perlu memperlihatkan kedagingan kita. Kita tidak perlu! Itulah  tujuan Injil sebenarnya. Kita ada di dalam daging, tetapi kita tidak perlu sama sekali memperlihatkan kedagingan kita yang berupa kepahitan, kemarahan, kejengkelan, pertengkaran, perselisihan, dan semua itu. Berita baik dari Injil adalah kita yang dalam daging, sama seperti Yesus, dapat melalui daging ini memperlihatkan kemuliaan Allah. Dan tujuan dari Injil adalah mencapai hal ini dalam kehidupan kita, supaya in our flesh, di dalam daging kita, sama seperti Yesus, kita memperlihatkan kemuliaan Allah. Sebagai anak-anak Allah, kita menunjukkan anugerah dan kebenaran di dalam hidup kita. Paulus mengungkapkannya seperti ini, “supaya hidup Yesus menjadi nyata dalam daging kami yang fana ini.” Hidup Yesus yang memancarkan anugerah dan kebenaran itu menjadi nyata di mana? Dalam daging kami yang fana ini!

Apakah saudara bisa melihat apa yang mau dicapai oleh Injil di dalam diri kita?  Itu sebabnya saya bacakan ayat 16 tadi. Di situ dikatakan bahwa dari kepenuhannya itu, kita semua telah menerima anugerah demi anugerah. Tanpa ayat 16, kita hanya bisa mengagumi Yesus. Kita hanya dapat mengagumi Yesus, dan tinggal mengagumi. Kita tidak akan dapat mengikut dia. Namun karena ada ayat 16 yang berkata, “dari kepenuhannya itu, kita semua menerima anguerah demi anugerah”,  itu membuka jalan supaya kita juga mengikuti dia.


BERHENTI MENYEMBAH DAN MULAI MENGIKUT?

followingJesusBelakangan ini saya membaca ulang sebuah buku yang sudah saya baca lama dulu. Judul buku ini cukup menarik, “Menyelamatkan Yesus dari Gereja”. Yesus perlu keselamatan, dia perlu diselamatkan dari apa? Dari gereja! Setelah menganalisa apa yang telah gereja lakukan kepada Yesus, penulis ini menarik kesimpulan bahwa Yesus perlu diselamatkan! Dari mana? Dari gereja. Anak judul dari buku ini adalah, “Berhenti Menyembah dan Mulai Mengikut.” Berhenti menyembah, tapi mulai mengikut. Banyak sekali hal yang saya tidak setuju dari buku ini. Banyak sekali karena penulisnya seorang teolog liberal. Namun ada banyak hal pula yang saya setuju dan sangat berbicara kepada saya. Berhenti menyembah, kita harus berhenti menyembah tetapi mulai mengikut, karena menyembah itu bisa saja berarti mengagumi. Kita hanya mengagumi sesuatu dan seringkali apa yang kita kagumi, kita hanya sebatas kagum-kagum saja. Maksudnya, saya mengagumi Lee Chong Wei main bulutangkis, saya takjub dengan kehebatannya, tetapi itu tidak berarti saya berbuat sesuatu untuk mengikuti dia. Banyak orang beli tiket ke stadiun berteriak-teriak mendukung dia, tapi berapa banyak yang mengikut dia? Demikian pula, banyak yang di gereja hanya mengagumi Yesus saja, bisa sampai terbawa emosi sampai menangis dan segalanya, tetapi tidak banyak yang mengikutinya. Itulah masalahnya dengan gereja. Menyembah tetapi tidak mengikut. Kita harus berhenti menyembah dan mulai mengikut.

Ayat 16, ayat yang sangat indah. Dari kepenuhannya, kita menerima anugerah demi anugerah. Saya akan mengakhiri khotbah ini dengan sebuah pertanyaan untuk dipikirkan. Karena saya belum menemukan jawabannya.

Yang menarik dikatakan di sini, “Anak tunggal Allah, penuh anugerah dan kebenaran.” Kemudian ayat 16, dari kepenuhannya kita menerima anugerah demi anugerah. Ayat 17, hukum Taurat diberikan melalui Musa tetapi kebenaran datang melalui Yesus Kristus. Pertanyaan saya adalah kenapa hanya anugerah yang diberikan kepada kita dan bukan kebenaran? Ayat 14 berbicara tentang anugerah dan kebenaran tetapi waktu berbicara tentang apa yang diberikan kepada kita, yang disebut hanya anugerah. Kenapa tidak kebenaran juga? Saya tidak terlalu jelas apa jawabannya. Sekilas saya bisa mengerti, saat melihat ke sekeliling dan pada diri kita. Kebanyakan dari kita memang tidak lagi membutuhkan kebenaran. Kebenaran bisa diajarkan dan sudah diajarkan, dan saudara juga bisa membacanya sendiri. Makin banyak saudara membaca, saudara makin mengenal kebenaran. Yang kita semua butuhkan adalah His grace, anugerah-Nya. Itu yang dari atas. Yang kita benar-benar butuhkan dari Dia adalah anugerah. Itu sebabnya kita selalu mengakhiri ibadah kita dengan pujian “Barucha”. Kita bukan meminta berkat jasmani, yang kita minta adalah His grace and His peace. Barucha adalah tentang His grace and His peace. Anugerah dan damai sejahtera-Nya. Itulah yang kita butuhkan setiap detik, itu yang benar-benar saya dambakan dan harapkan dari Dia.

Itu sebabnya, hampir semua surat Paulus diawali oleh “Kiranya anugerah dan damai sejahtera Allah menyertai saudara.” Dari kepenuhannya kita semua telah menerima anugerah demi anugerah.

Berikan Komentar Anda: