Pastor Eric Chang | Manusia Baru (9) |

“Tinggallah di dalam aku dan aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam aku. Akulah pokok anggur dan kamulah ranting–rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam aku dan aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar aku kamu tidak dapat berbuat apa–apa. Barangsiapa tidak tinggal di dalam aku, ia dibuang keluar seperti ranting dan menjadi kering, kemudian dikumpulkan orang dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar. Jikalau kamu tinggal di dalam aku dan firmanku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya.” (Yohanes 15.4-7)

Di dalam empat ayat yang kita kutip dari Yohanes 15 di atas, kata “tinggal” muncul sebanyak tujuh kali.  Hal ini menunjukkan betapa pentingnya “tinggal di dalam Kristus” bagi kita. Apa artinya “tinggal” di dalam Kristus? Kita perlu mendapatkan suatu jawaban kepada pertanyaan ini karena tinggal di dalam Kristus adalah kunci kepada hidup baru di dalam Kristus.


“Akulah Pokok Anggur”

Perumpamaan tentang pokok anggur dan ranting-rantingnya merupakan perumpamaan yang sudah sangat terkenal, tetapi sangat sedikit orang yang memahami artinya secara mendalam. Mari kita perhatikan kata–kata berikut, “Akulah pokok anggur yang benar dan Bapakulah pengusahanya. Setiap ranting padaku yang tidak berbuah, dipotong-Nya dan setiap ranting yang berbuah, dibersihkan-Nya, supaya ia lebih banyak berbuah” (Yoh.15.1-2). Pernyataan tersebut menjelaskan tujuannya keberadaan ranting: Ranting ada untuk menghasilkan buah. Yesus mengatakan hal ini dalam konteks pengajarannya tentang Roh Kudus (dari pasal 14-16); makanya buah yang dimaksudkannya ialah “buah Roh”, (Galatia 5:22-23). Buah Roh di dalam diri kita akan mengakibatkan banyak orang tertarik kepada Tuhan, dan bertumbuh di dalam Dia, melalui kita. Dengan demikian ini menghasilkan buah-buah bagi pertumbuhan Kerajaan Allah.

Jika ada ranting yang tidak berbuah, ia akan dipotong, jelas dan tegas. Tidak ada hal yang kabur dalam pernyataan ini. Jika Anda tidak berbuah, Anda akan disingkirkan atau “dipotong” (ay.2). Tidak seorang pun yang dapat tetap tinggal di dalam gereja—tubuh Kristus—tanpa menghasilkan buah. Ia ada di situ untuk menghasilkan buah.

Sehubungan dengan ranting yang berbuah, Yesus berkata di ayat ke-2 dan 3:

“…dan setiap ranting yang berbuah, dibersihkan-Nya, supaya ia lebih banyak berbuah. Kamu memang sudah bersih karena firman yang telah kukatakan kepadamu.”

Yesus melanjutkan dengan berkata, “Jikalau kamu tinggal di dalam aku dan firmanku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya” (ay.7). Di sini Yesus melontarkan tantangan kepada kita. Jika Allah tidak nyata, Anda bisa meminta apa saja dari Dia tetapi Ia tidak dapat menjawab Anda lebih dari tembok dapat menjawab Anda jika Anda berdoa kepadanya.

Yesus berkata, “Jika kamu memenuhi persyaratan ini—kamu tinggal di dalam aku dan firmanku tinggal di dalam kamu—kamu boleh meminta apa saja yang kau inginkan dan itu akan terlaksana bagimu.” Ini membuat perkara tinggal di dalam Kristus menjadi luar biasa! Ia memberi kita tantangan besar, “Impikan apa yang Anda ingini, mintalah apa yang Anda ingini, dan itu akan terjadi bagimu!” Tentu saja, jika kita tinggal di dalam dia, dan dia di dalam kita, apa saja yang kita minta akan sesuai dengan kehendak Allah.

Tujuan dari janji di ayat 7 ini ada di ayat berikutnya,

“Dalam hal inilah Bapaku dipermuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak dan dengan demikian kamu adalah murid–muridku.”

Bukti yang menunjukkan bahwa kita adalah murid-murid-Nya dilihat dari keberhasilan rohani kita.


Apa Maknanya “Tinggal”?

Mari kita kembali pada persoalan tinggal di dalam Kristus. Bagaimana kita dapat memahami ajaran yang penting ini? Sebagaimana telah disebutkan dalam posting sebelumnya, kata “tinggal” (menō) muncul sebanyak 40 kali di dalam Injil Yohanes dan 24 kali di dalam surat Yohanes yang pertama. Jumlahnya dalam seluruh tulisan Yohanes adalah sebanyak 68 kali, kebanyakan darinya digunakan dalam pengertian rohani. Kata ini hanya dipakai 52 kali di bagian lain dari Perjanjian Baru; dan selain beberapa pengecualian, mereka memiliki arti harfiah dan tidak digunakan secara khusus dalam pengertian rohani. Oleh karena itu, tinggal di dalam Kristus, merupakan konsep yang sangat penting di dalam tulisan–tulisan Yohanes.

Sesudah melihat semua penjelasan dan pemerhatian di dalam Kamus Yunani, kita sampai pada kesimpulan bahwa “tinggal di dalam” Kristus berarti hidup dengan stabil, tetap teguh di dalam Kristus, di dalam persekutuan yang dekat dan intim dengan dia.

Oleh karena “tinggal” membawa makna tetap teguh, maka pada dasarnya itu berarti secara permanen setia kepada komitmen terhadap Kristus. Sesuai dengan itu, kalimat Yesus dapat diuraikan dengan cara berikut ini: Barangsiapa terus menerus tetap teguh di dalam aku, dan aku di dalam dia, maka ia akan berbuah banyak. Atau sepadan dengan itu, barangsiapa terus setia di dalam komitmennya kepada aku, dan di dalam komitmenku kepada dia, maka ia akan berbuah banyak. Pengertian ini tentunya sudah benar, namun apakah itu saja yang ingin dikatakan Yesus ketika ia berbicara tentang tinggal di dalam dia?


Hubungan Pokok Anggur-Ranting

Kita perlu memahami hal ini dengan lebih dalam, karena kita dapat saja berkata “Menurut hati nurani saya, saya benar-benar setia dalam komitmen saya kepada Kristus. Namun, saya belum menghasilkan buah.” Inikah yang Anda alami? Barangkali Anda sudah setia dalam komitmen  Anda kepada Kristus, tetapi Anda merasakan kurangnya kedalaman dan kekuatan rohani yang diharapkan dari mereka yang tinggal di dalam Kristus. Tentu saja Yesus bermaksud lebih dari “tetap teguh”. Akan tetapi, apakah yang “lebih” itu?

Untuk menjawab pertanyaan ini, mari kita kembali ke Yohanes 15. Ayat yang ke-4 berkata, “Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku.” Di sini kata “tinggal” menjelaskan suatu hubungan yang sangat penting—bukan sekadar hubungan terus menerus yang tetap dan teguh—antara ranting dan pokok anggurnya. Memang benar, ranting tersebut tetap terhubung dengan pokok anggur, tetapi itu masih belum sepenuhnya menjelaskan hubungan antara keduanya.

Mari kita menganalisa hal ini dengan lebih teliti lagi. Kata “tinggal” di sini menjelaskan hubungan antara pokok anggur dan ranting. Hubungan macam apa? Apakah maksud Yesus, “Jika kamu terhubung kepada aku dan aku terhubung kepada kamu, kamu akan berbuah banyak”? Pernyataan ini tidak salah, tetapi masih kurang jelas dan perlu penguraian yang lebih lanjut.

Hubungan antara pokok anggur dengan ranting terjadi pada dua level. Kita dapat menyebutnya hubungan sebelah luar dan hubungan sebelah dalam. Dalam hubungan sebelah luar, ranting tersebut secara fisik tersambung kepada pokoknya. Dalam hubungan sebelah dalam, zat gizi yang memberi hidup dari pokok anggur mengalir ke dalam ranting itu. Hubungan sebelah luar sendiri tidak akan menghasilkan buah. Faktor yang menentukan adalah apakah terjadinya suatu aliran kehidupan dari pokok anggur ke ranting tersebut.


Hubungan Sebelah Luar

Mari kita meneliti sejenak hubungan yang terjadi di sebelah luar. Jika satu ranting disambungkan dari luar kepada batang pokok, hubungan internal antara keduanya mungkin terjadi dan mungkin pula tidak terjadi. Jika kita melekatkan ranting pada batang pokok dengan lem yang kuat, kita sudah membuat suatu ikatan atau hubungan di sebelah luar antara ranting dengan pokok. Suatu ikatan eksternal sudah terjadi, tetapi tanpa hubungan di sebelah dalam antara keduanya.

Atau kita dapat mencangkokkan satu ranting ke dalam batang pokok, dengan mengiris batang pokok dan memasukkan ranting ke dalamnya. Mencangkok sebagai satu prosedur pertanian telah dikenal selama ribuan tahun. Mencangkok disebutkan juga di Roma 11:17dst. yang berbicara tentang cabang zaitun liar yang dicangkokkan ke pohon zaitun.

Perhatian selanjutnya dari si petani adalah apakah cabang itu “diterima” oleh pohon induknya yang baru. Jika cabang tersebut tidak diterima, ia akan segera mati karena tidak dapat menarik sari makanan dari pohon induknya. Namun, jika cabang itu diterima, kehidupan  akan mengalir dari pohon induk ke cabang tersebut.

Mencangkok sebagai prosedur kedokteran sekarang ini juga sudah tidak asing lagi. Transplantasi jantung pada dasarnya merupakan salah satu bentuk dari pencangkokan. Kadang kala tubuh menerima organ cangkokan ini, kadang menolaknya.

Satu hubungan yang hidup, dengan demikian, harus menjurus lebih dalam daripada sekadar melekatkan ranting pada pohon induk; yaitu harus melibatkan suatu cangkokan internal ke dalam batang pohon. Namun demikian, ranting yang dicangkokkan itu belum tentu diterima. Inilah yang menentukan apakah ranting tersebut akan berbuah atau tidak. Jika tidak berbuah, itu menunjukkan bahwa ranting tersebut tidak diterima, atau bisa juga karena terkena penyakit dan sedang mati.


Sekadar Hubungan Eksternal dengan Kristus

Suatu hubungan di sebelah luar tidak semestinya membuktikan adanya hubungan di sebelah dalam. Menerapkan hal ini ke dalam kehidupan Kristen, itu berarti Anda bisa saja sudah dibaptis atau sudah membuat suatu pernyataan iman, atau melakukan hal–hal yang berkaitan dengan gereja. Tidak dapat diragukan bahwa sudah terbentuk suatu hubungan eksternal, tetapi adakah hubungan internal di situ? Seberapa kuat? Dapatkah Anda menyerap kehidupan dari Kristus? Inilah persoalan yang akan kita selidiki.

Dilihat dari luar, Anda nampaknya sudah terhubung dengan Kristus lewat baptisan, tetapi pertanyaannya tetap menggantung: Apakah kehidupan dari Kristus sudah mengalir ke dalam diri Anda? Itu sebabnya “tinggal” menjadi hal yang begitu penting. Jika hidup dari Kristus, dan kuasa dari hidup Kristus, tidak mengalir ke dalam diri kita, ini menunjukkan hubungan internal tidak terjadi dan sia–sia saja kita berbicara tentang tinggal di dalam Kristus. Hal yang paling penting adalah terjadinya hubungan di sebelah dalam daripada yang sebelah luar.

Adanya hubungan internal tentunya menyatakan secara tidak langsung adanya hubungan eksternal, tetapi yang sebaliknya belum tentu benar. Jika Anda menjadi anggota suatu gereja, itu menunjukkan adanya suatu hubungan eksternal, tetapi itu tidak membuktikan adanya hubungan internal dengan Kristus. Memiliki hubungan eksternal dengan Gereja, atau memeluk agama Kristen, tidak semestinya berarti kuasa Allah bekerja di dalam diri Anda.

Jika demikian halnya, “tetap teguh” harus mencirikan hubungan internal dengan Kristus, bukan yang eksternal, untuk mengungkapkan secara memadai apa yang ingin disampaikan Yesus kepada kita. Misalnya, seseorang bisa saja dengan setia menghadiri ibadah hari Minggu di sebuah gereja. Jika kita tidak pernah melewatkan gereja pada hari Minggu, bukankah itu kesetiaan yang tekun? Memang benar. Namun, yang menjadi persoalan bukannya hubungan di luar. Apakah adanya kesetiaan yang tekun di batin yang menjadi persoalan.

Sepasang suami–istri bisa saja setia di luar dalam arti tidak melakukan perzinahan. Di luar, mereka menunjukkan kesetiaan terhadap ikatan pernikahan, tetapi komunikasi di dalam barangkali sudah mati. Hubungan di sebelah luar jelas nampak. Mereka menikah secara resmi, dan memakai cincin kawin yang serupa. Mereka dapat menunjukkan dokumen pernikahan mereka untuk membuktikan adanya hubungan eksternal itu, tetapi seringkali hubungan internal mereka sebenarnya lemah atau bahkan sekarat, atau mungkin sudah mati.

Tinggal di dalam Kristus bukanlah sekadar suatu hubungan eksternal; tetapi suatu relasi yang sangat penting dengan Kristus. Tinggal di dalam Kristus tidak sama seperti tinggal di dalam sebuah rumah. Kristus bukan sebuah bangunan. Kita tidak berbicara tentang diam secara jasmani, tetapi tentang hubungan antar pribadi. Hidup di dalam Kristus bukanlah hal yang samar-samar, tetapi merupakan suatu inter-komunikasi internal yang hidup dengan Kristus karena dengan cara itulah hidupnya mengalir ke dalam diri kita.

Oleh karena kita hidup oleh hidupnya, yang menyediakan juga atmosfir rohani yang kita hirupi, kita dapat mengatakan bahwa dialah lingkungan rohani di mana kita hidup. Secara badaniah kita hidup di dalam dunia; secara rohaniah kita hidup di dalam Kristus. Itulah sebabnya dikatakan bahwa kita ada “di dalam dunia, tetapi bukan dari dunia”.

Kontras internal-eksternal ini berlaku juga untuk gereja. Di gereja ada orang–orang yang selalu menghadiri persekutuan doa dan pelajaran Alkitab. Di sana barangkali ada suatu hubungan eksternal dan bahkan kesetiaan eksternal dalam hal menghadiri kegiatan-kegiatan gereja, tetapi mungkin tidak ada hubungan internal di antara jemaat. Kita tahu dari pengamatan bahwa banyak gereja yang kurang pengertian dan komunikasi antar anggotanya. Jadi, adalah mungkin untuk menjalin suatu hubungan  eksternal dengan Kristus melalui gereja, tetapi tanpa hubungan  komunikasi internal dengan dia dan dengan umatnya.


Bahaya dari Hubungan yang Sekadar Eksternal

1 Yohanes 2:18-19 menunjukkan kepada kita bahaya dari suatu hubungan yang semata-mata eksternal:

“Anak–anakku, waktu ini adalah waktu yang terakhir, dan seperti yang telah kamu dengar, seorang antikristus akan datang, sekarang telah bangkit banyak antikristus. Itulah tandanya, bahwa waktu ini benar–benar adalah waktu yang terakhir. Memang mereka berasal dari antara kita, tetapi mereka tidak sungguh–sungguh termasuk pada kita; sebab jika mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita, niscaya mereka tetap bersama–sama dengan kita. Tetapi hal ini terjadi, supaya menjadi nyata, bahwa tidak semua mereka sungguh–sungguh termasuk pada kita.”

Satu hal yang mengejutkan dan mengherankan kita. Yohanes memberitahu kita bahwa antikristus tidak muncul dari kalangan luar (orang tidak percaya), tetapi mereka datang dari dalam gereja! Mereka memiliki identitas sebagai orang Kristen. Sadarkah Anda akan hal itu? Para antikristus yang dimaksudkan Yohanes adalah orang–orang yang berasal dari lingkungan orang Kristen.

“Memang mereka berasal dari antara kita, tetapi mereka tidak sungguh–sungguh termasuk pada kita.” Pernyataan yang membingungkan ini sebenarnya mudah untuk dipahami kalau kita dapat membedakan kedua jenis hubungan itu. Semua antikristus pernah berasal dari dalam lingkungan gereja. Mereka memiliki hubungan eksternal yang pasti dengan gereja Kristus; tetapi mereka tidak memiliki hubungan internal yang hidup dengan Kristus sendiri, sekalipun mungkin mereka pernah memiliki hubungan yang lemah dengan Kristus sebelumnya. Jika hubungan Anda dengan Kristus lemah, Anda berada dalam bahaya untuk lepas dari Kristus dan hidup di luar kasih karunia (Gal 5:4) dan suatu hari berhenti menjadi orang Kristen sama sekali. Lebih buruk lagi, Anda mungkin saja berakhir menjadi antikristus.

Beberapa musuh yang paling berbahaya dari Injil bukanlah orang–orang tidak percaya melainkan mereka yang pernah menjadi “orang Kristen”. Mereka bersekolah di sekolah-sekolah Kristen dan dibesarkan di tengah keluarga Kristen. Sekali orang–orang ini berbalik dari Injil, mereka menjadi sangat berbahaya bagi gereja karena mereka dapat bermegah tentang hubungan mereka dengan gereja. Sebagai bekas orang Kristen, mereka tahu sesuatu tentang kehidupan gereja, dan itu membuat mereka menjadi lebih berbahaya.

Mereka yang pernah menggembalakan gereja tahu dari pengalaman bahwa orang–orang yang memiliki hubungan internal yang lemah dengan Kristus dan jemaatnya akan dengan mudah berubah menjadi penggerutu, pengumpat dan penghasut (Yudas 1:16 dst). Mengapa? Hubungan internal yang lemah mengakibatkan hidup yang kalah dan, selanjutnya, melahirkan banyak ketidak-bahagiaan. Mereka melampiaskan ketidakpuasan mereka terhadap gereja, dan membuat gereja menanggung akibat dari ketidakpuasan mereka.

Orang-orang sedemikian sudah membahayakan gereja sementara mereka masih berada di dalam gereja, sering kali jauh-jauh hari sebelum mereka meninggalkannya. Ada juga beberapa orang semacam ini yang membuat onar di gereja sekalipun mereka memilih untuk tidak meninggalkan gereja, setelah mengamankan diri dalam posisi berotoritas. 3 Yohanes 9-10 merupakan satu contoh dari peristiwa yang menyedihkan dan berbahaya yang terjadi dalam salah satu jemaat awal.

Oleh karena itu, hanya memiliki hubungan eksternal merupakan hal yang tidak dapat diterima dan amat berbahaya. Orang–orang semacam ini bukan saja gagal menghasilkan buah, lebih buruk lagi, mereka malah secara aktif menjadi musuh Kristus dan jemaatnya.


Hubungan Internal dengan Kristus

Kita sekarang melihat bahwa dalam membicarakan hal “tinggal”, Yesus menekankan pada hubungan internal. Namun, apa yang terkandung dalam hubungan ini? Seperti apa bentuknya? Bagaimana kita dapat berkomunikasi dengan Kristus?

Hubungan internal tentunya melibatkan komunikasi yang efektif dengan Kristus. Namun, bagaimana kita dapat mencapainya? Ketika kita berdoa kepada Allah, apakah kita merasakan bahwa doa kita sepertinya berjalan di jalan satu arah? Kita berdoa, tetapi terasa seperti satu arah saja. Dengan lain kata, pemancar Anda bekerja, tetapi penerimanya tidak. Monolog kita terasa membosankan bahkan bagi diri kita sendiri.

Bagaimana caranya kita tinggal di dalam Kristus? Bagaimana caranya zat gizi mengalir ke dalam diri kita dan menghasilkan buah Roh? Bagaimana hidupnya dapat mengalir ke dalam kita bila hidup kita dan hati kita tidak berkomunikasi dengan hidupnya? Harus ada jalan dua-arah, atau komunikasi dua-arah. Dapatkah ia berhubungan dengan kita jika kita tidak dapat berhubungan dengan dia? Mari kita lihat bagaimana cara komunikasi dua-arah ini bekerja.


“Jika Firman-Ku Tinggal di dalam Kamu”

Beberapa kali Yesus berkata, “Tinggallah di dalam aku dan aku di dalam kamu.” Namun, tiba–tiba di ayat yang ke-7 dia menerapkan hal ini kepada firmannya,

“Jikalau kamu tinggal di dalam aku dan firmanku tinggal di dalam kamu,…”

Dengan cara apa firmannya tinggal atau hidup di dalam kita? Mungkin Anda akan berkata, “Oh, itu sederhana saja. Cukup dengan membaca dan menghafalkan ayat–ayat Alkitab.” Ini hanya benar sebagiannya saja, tetapi masih jauh dari maksud yang sebenarnya.

“Jika firmanku tinggal di dalam kamu.” Beberapa ayat sebelumnya, Yesus berbicara tentang firmannya, “Kamu memang sudah bersih karena firman yang telah kukatakan kepadamu” (ay.3). Dalam jarak lima ayat Yesus berbicara dua kali tentang “firmannya” (Dua kata dalam bahasa Yunani digunakan, logos dan rhēma, tetapi kita tidak perlu membahas masalah yang terlalu teknis di sini). Cukup dikatakan bahwa “firman” Kristus merupakan unsur penting untuk tinggal di dalam Kristus. Kita tak dapat mengalami komunikasi dua-arah dengan Kristus kecuali kalau kita melihat hubungan antara “tinggal” dan “firman Kristus”.

Jika pernyataan Yesus diartikan sebagai berikut, “Jika firmanku tetap hidup di dalam kamu”, artinya mulai timbul. Firman Yesus membawa kehidupan; bukan sekadar kata–kata yang tercetak atau sekadar diucapkan. Kolose 3:16 menggambarkan firman Kristus sebagai sesuatu yang hidup, “Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya di antara kamu…” Hendaklah firmannya tinggal, diam dan hidup di dalam diri Anda. Namun, ini hanya masuk akal jika firman Kristus dipandang sebagai sesuatu yang hidup dan dapat memberikan kehidupan. Di Yohanes 6:63, Yesus berkata, “Perkataan–perkataan yang kukatakan kepadamu adalah roh dan hidup”. “Sebab firman Allah hidup dan kuat…” (Ibr 4:12)


Kedalaman Firman Tuhan yang tiada habisnya

Baru–baru ini, dalam perjalanan ke Ottawa, saya membeli sebuah buku teologi berjudul Prophecy and Hermeneutics in the Early Church (Nubuatan dan Hermeneutika di Gereja Awal.). Sesudah membaca buku tersebut, saya tidak perlu membacanya lagi untuk kedua kalinya karena saya sudah memahami isi buku tersebut saat pertama kali membacanya. Saya sudah memeras isi buku itu seperti jeruk dan meminum airnya. Apa lagi yang dapat Anda lakukan dengannya? Memeras untuk yang kedua kalinya? Mungkin Anda akan mendapatkan beberapa tetes lagi, tetapi itu imbalan yang tidak sebanding dengan upaya Anda. Hal yang sama berlaku juga atas buku-buku lain yang telah saya baca; saya tidak ingat apakah saya pernah membaca buku apa pun untuk kedua kalinya.

Namun, Alkitab berbeda. Saya sudah berulang kali membaca Alkitab selama lebih dari empat puluh tahun, tetapi kekayaan baru tetap mengalir. Misalnya, saya sudah membaca Yohanes pasal 15 berulang kali sejak saya menjadi orang Kristen. Namun, setiap kali saya membacanya, saya mendapatkan pengertian yang baru. Anda tidak dapat memperoleh hasil yang sama dari buku karangan manusia biasa. Penulis buku yang saya sebutkan di paragraf sebelumnya adalah seorang cendekiawan yang sangat terdidik yang menempuh pendidikannya di Jerman, Inggris dan Amerika Serikat. Ia seorang yang berpendidikan tinggi, teolog, profesor seminaris, dan merupakan salah satu cendekiawan Amerika yang sangat disegani. Namun, satu kali membaca bukunya sudah cukup. Dalam kenyataannya sebenarnya saya tidak mendapat banyak pelajaran dari bukunya, karena apa yang dibahasnya bukanlah hal yang asing buat saya. Jika saya harus membaca lagi buku itu berulang kali selama tiga bulan, saya bukan saja akan mengalami kejenuhan, tetapi juga menyia-yiakan waktu.

Kebanyakan orang cukup cerdas untuk mampu memahami isi sebuah buku dalam sekali baca. Akan tetapi, Anda dapat membaca Alkitab dengan teliti dan menyeluruh, dan apabila Anda mengulanginya lagi Anda akan menemukan kedalaman makna yang baru. Anda akan menemukan hal ini setiap kali Anda membacanya dengan penuh perhatian dan merenungkannya dalam hati Anda. “Perkataan–perkataan yang kukatakan kepadamu adalah roh dan hidup,” kata Yesus. Firman Allah itu hidup dan kekayaannya tidak ada habis-habisnya. Alkitab bukanlah sebuah buku karangan manusia. Memahami Alkitab bukanlah persoalan kemampuan intelektualitas tetapi masalah vitalitas dan kedalaman persepsi rohani.

Di perumpamaan tentang pokok anggur dan ranting-rantingnya Yesus berkata,

“Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi aku menyebut kamu sahabat, karena aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah kudengar dari Bapaku.” (Yoh 15:15).

Apakah kita memahami pernyataan ini? Hanya perlu sedikit kemampuan berbahasa untuk dapat memahaminya secara nalar. Namun, jika saya bertanya apakah Anda memahaminya secara spiritual dan bukan hanya secara nalar, saya pikir sedikit orang yang akan menjawab, “Ya, saya memahaminya.”

“Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah kudengar dari Bapaku.” Apakah itu benar–benar terjadi dalam hidup Anda? Sudahkah Yesus memberitahu Anda hal–hal yang telah diberitahukan oleh Bapa kepadanya? Mungkin belum (belum untuk kebanyakan orang). Kata “kamu” dalam ucapan Yesus menggunakan bentuk jamak, yang berarti ia memberitahukan segalanya kepada murid–muridnya secara kolektif. Ia tidak semestinya menyatakan segala sesuatu khusus pada seseorang saja. Namun, pertanyaannya tetap, seberapa banyak hal yang telah dinyatakannya kepada Anda secara individu? Hal inibukanlah persoalan pengetahuan melainkan kehidupan.

Firman Allah, tidak seperti buku karangan manusia, tak dapat dipahami semata-mata di tingkat intelektual. Alkitab berbicara di tingkat yang tidak dapat kita pahami kecuali ia menjadi kebenaran yang dialami oleh kita. Atau mari kita pertimbangkan sesuatu yang lebih mendasar. Di Roma 6, Paulus  berkata bahwa kita telah “mati”. Jika Anda belum mati, Anda dapat membaca Roma 6 ini berulang–ulang, tetapi tetap tidak dapat memahami arti rohani dari pernyataan tersebut. Anda belum mati, jadi bagaimana mungkin Anda dapat mengerti pernyataan tersebut? Namun, jika Anda sudah mati, artinya lalu menjadi jelas kepada Anda walaupun Anda belum memahaminya secara mendalam.

Demikian pula, ketika Yesus berkata, “Tinggallah di dalam aku,” tahukah kita apa artinya? Barangkali kita tahu definisi kamus dari kata “tinggal”, tetapi tahukah kita apa arti sesungguhnya? Kita tidak akan tahu apa artinya kecuali kalau kita memiliki hubungan internal yang hidup dengan Kristus. Firman Yesus itu hidup. Akan tetapi, apakah firman itu hidup di dalam diri kita? Jika tidak, firman itu tidak dapat dimengerti oleh kita dan tidak akan memberi manfaat kepada kita.


Bagaimana Allah Berkomunikasi dengan Kita?

Mari kita mempertimbangkan cara-cara yang dipakai Allah untuk berkomunikasi dengan kita. Ini tidak diragukan lagi merupakan persoalan yang terpenting apabila membahas hal tinggal di dalam dia, dan dia di dalam kita.


(1) Allah Berbicara kepada Kita melalui Firman-Nya

Allah berbicara kepada kita pertama-tama dan terutama melalui firman yang sudah diajarkan-Nya kepada kita. Apabila kita berdoa atau bersekutu dengan-Nya, Ia menanggapi kita. Bagaimana? Melalui firman yang sudah diucapkan-Nya. Ia sudah memberi kita jawaban, kalau kita punya telinga untuk mendengar.

Bayangkan bahwa Anda sedang duduk di hadapan Tuhan dengan tenang. Saya sering duduk dalam posisi yang paling nyaman kalau berdoa, karena kalau mengambil posisi yang tidak nyaman kita tidak dapat berdoa untuk waktu yang lama. Jika lutut atau punggung Anda mulai terasa sakit, perhatian dan konsentrasi Anda akan sangat terganggu. Bila lutut dan punggung Anda mulai merasa sakit, Anda akan terganggu dari persekutuan dengan Tuhan dan, setelah beberapa waktu, tidak lagi dapat melanjutkan.

Bagaimanapun juga, adalah baik jika kita memulai setiap hari dengan berlutut di hadapan Tuhan jika kita tidak ada cacat jasmaniah (atau cedera) yang menghalang kita dari berbuat demikian. Anda bisa tetap dalam posisi ini selama Anda tidak terganggu oleh rasa sakit atau rasa tidak nyaman, yang mengganggu doa Anda.

Penting bagi saya untuk setiap hari mengungkapkan penyembahan dan ketaatan hati yang total kepada-Nya dalam cara ini, meskipun untuk waktu yang singkat karena keterbatasan fisik saya. Rasul Paulus juga berdoa dalam cara ini, walaupun ia tidak semestinya selalu berdoa hanya dalam cara ini. Di Efesus 3:14, “Aku sujud kepada Bapa”. Tentu saja mereka yang tidak mempunyai masalah sakit punggung atau masalah fisik yang lain dapat memilih untuk berdoa dalam keadaan berlutut.

Di 2 Samuel 7:18 kita membaca bahwa Daud, manusia yang mengejar hati Allah, “duduk di hadapan Tuhan” untuk berbicara kepada-Nya (juga di 1Taw 17:16). Doanya agak panjang, dan inti dari doanya diberikan di ayat 18-29.

Bila kita duduk diam-diam dan berdoa kepada Tuhan, kita cenderung berbicara dan berbicara—kecuali Anda orang yang pendiam. Beberapa saat kemudian, kita kehabisan bahan pembicaraan.

Ada batasnya di mana kita dapat terus berdoa semacam itu. Segera Anda menjadi lelah berbicara sendirian. “Tuhan, bolehkah saya berdiam sesaat? Tolong katakan sesuatu karena saya sudah lelah mendengarkan omongan saya sendiri.” Saya yakin hal ini pernah terjadi dalam hidup Anda, kalau Anda pernah mencoba untuk serius berdoa. Akhirnya kita berdiam diri, dan berkata dalam kerendahan hati, “Silakan, Tuhan, sekarang giliran-Mu. Mengapa tidak ada suara? Apakah Engkau tidak ingin mengatakan sesuatu?” Apakah kita mengira bahwa Tuhan begitu menyukai suara kita sehingga Ia ingin kita terus berbicara daripada mendengarkan Dia?

Nah, menakjubkan sekali, Tuhan sebenarnya sudah berbicara. “Maka sebelum mereka memanggil, Aku sudah menjawabnya” (Yes 65:24). Di mana jawaban-Nya? Sudah ada dari awalnya sekiranya kita memiliki telinga untuk mendengar! Apa lagi yang akan dikatakan Tuhan kepada kita yang belum Dia katakan dalam firman-Nya? Di dalam Kitab Suci Ia sudah memberitahu kita segala yang perlu kita ketahui, segala yang perlu kita ketahui untuk menjalankan kehidupan rohani. Masalahnya ialah sering kali kita lihat tetapi tidak melihat, kita mendengar tetapi tidak mendengar.


(2) Roh Kudus Mengingatkan Kita akan Firman Allah

Lalu apa yang harus saya lakukan? Membaca Alkitab? Persoalannya bukan sekadar membaca. Dalam pasal sebelumnya, Yesus sudah menangani hal ini ketika Ia berkata,

Semuanya itu kukatakan kepadamu, selagi aku berada bersama–sama dengan kamu; tetapi Penghibur, yaitu Roh Kudus, yang akan diutus oleh Bapa dalam namaku, dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah kukatakan kepadamu. (Yoh 14:25-26)

Perhatikan kata–kata penting ini: “Mengingatkan kamu akan semua yang telah kukatakan kepadamu”. Yesus sudah memberitahu kita segala sesuatu yang perlu kita ketahui, apakah tentang pemuridan atau tentang kehidupan Kekristenan sehari–hari. Di sinilah tempatnya Roh Kudus akan bekerja. Ia akan “mengingatkan kamu” segala sesuatu yang telah dikatakan Yesus kepada kita. Apabila kita berdoa, Roh Kudus akan berkomunikasi dengan kita, mengingatkan firman Kristus ke dalam hati dan pikiran kita.

Namun isi Kitab Suci begitu banyak! Dari mana saya harus memulai? Ayat mana yang sesuai? Apa jawaban Tuhan atas doa kita? Nah, justru karena itulah kita membutuhkan Roh Kudus untuk mengambil firman Tuhan dan meletakkannya ke dalam hati kita. Itu mensyaratkan bahwa kita sudah pernah mendengar apa yang dikatakannya dan mengetahui apa yang diajarkannya. Kalau kita tidak tahu apa yang dikatakan dia dalam firmannya, maka tidak ada bahan yang bisa dipakai untuk mengingatkan kita. Kita tidak dapat mengingat apa yang tidak kita ketahui sebelumnya. Kita harus terlebih dulu mendengar, atau membaca, firman Allah dengan cermat, hanya sesudah itu baru Roh Kudus dapat mengingatkan kita. Firmannya tidak dapat tinggal atau hidup dalam kita jika ia bahkan belum masuk ke dalam kehidupan kita.

“Mengingatkan” memiliki arti yang lebih dari sekadar menyegarkan ingatan Anda. Kata “ingat” sebagaimana yang digunakan oleh Yohanes, berarti Tuhan mengingatkan kita akan signifikansi suatu firman sehubungan dengan situasi yang dihadapi (Lihat Yoh.2.17,22; 12.16; 15.20; 16.4). “Mengingat” di sini tidak sekadar mengambil ingatan dari pikiran. Roh Kudus akan membuat Firman Allah, secara tiba–tiba menampakkan makna khusus yang tidak kita ketahui sebelumnya.

Jika kita tinggal di dalam Kristus, kita berkomunikasi dengannya di dalam suatu hubungan internal; komunikasi ini terjadi pada suatu titik kedalaman di dalam diri kita, di dalam hati dan roh kita. Di sana Roh Kudus mengambil firmannya dan menerapkannya ke dalam situasi khusus dalam kehidupan seharian kita.

Terapkan hal ini dan Anda akan kagum melihat bagaimana Allah berbicara kepada Anda. Roh Kudus (yang menjadikan kita bait-Nya, dan yang diam di dalam kita sebagai wadah yang hidup), Ia akan mengambil perkataan–perkataan yang telah diucapkan Yesus, dan menerapkannya ke dalam diri Anda. Yang Anda terima bukanlah teks yang tercetak, tetapi semangat dari pesan yang menjadi hidup kepada Anda. Mendadak Anda menjadi sangat bergairah. Setidaknya itu yang terjadi pada diri saya.

Pada waktu saya merenungkan Firman Allah, seringkali Roh Allah tiba–tiba membuka maknanya kepada saya, dan menunjukkan bagaimana firman itu dapat diterapkan dalam situasi yang sedang saya hadapi. Ini bukan sekadar masalah penghafalan, karena walaupun saya dapat mengingat ayat-ayat Alkitab, belum tentu saya dapat melihat signifikansinya. Roh Kudus menyatakan kepada saya makna yang terkandung dalam ayat–ayat tersebut.

“Tetapi apabila ia datang, yaitu Roh Kebenaran, ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran” (Yoh 16:13).

Apabila Anda mengunjungi sebuah museum atau obyek wisata, pemandu wisata akan menjelaskan segalanya kepada Anda langkah demi langkah. Sebelumnya Anda tidak melihat adanya sesuatu yang penting di tempat itu, tetapi bila ia menjelaskan kepada Anda, tiba–tiba Anda melihat signifikansinya. Sebelumnya Anda mungkin berjalan melewati tempat tersebut tanpa melihat apa-apa. Namun sekarang, karena pemandu wisata itu sudah menjelaskan kepada Anda signifikansinya, tempat itu mendadak “menjadi hidup”. Itulah artinya kata “mengingatkan”.

Untuk menyimpulkan: Melalui komunikasi internal, kita bersekutu dengan Kristus, dan ia mengkomunikasikan kepada kita lewat firmannya dan menyatakan signifikansi firmannya yang tidak kita lihat sebelumnya. Roh Kudus membuka rahasia firmannya kepada kita dan menerapkannya ke dalam hidup kita.

Ini bukanlah satu–satunya cara Roh Kudus berbicara kepada kita. Namun kita perlu mengambil langkah ini sebelum mengambil langkah berikutnya.


(3) Komunikasi Langsung

Apa langkah yang berikutnya? Yohanes 16:12 menyatakan sesuatu yang progresif, “

Masih banyak hal yang harus Kukatakan kepadamu, tetapi sekarang kamu belum dapat menanggungnya.”

Masih ada hal-hal yang belum dikatakannya kepada kita. Oleh karena ia belum mengatakannya, maka hal–hal tersebut tidak dapat “diingatkan”. Kita bisa saja belum siap untuk menerima hal–hal yang ingin disampaikan, tetapi ketika kita siap atau ketika perlu, maka Roh Kudus akan melaksanakan langkah yang berikut: Ia akan berbicara langsung kepada kita, tanpa membawa ingatan kita pada ayat–ayat tertentu di dalam Alkitab. Ia akan menyatakan kepada kita apa saja yang perlu kita ketahui. Pada saat kita mencapai tahapan ini, berarti kita sudah mendapat pelajaran yang cukup dari Roh Kudus tentang langkah yang sebelumnya.

Tahap ini adalah tahap lanjutan. Tahap ini diperuntukkan bagi mereka yang sudah terbiasa mendengar kebenaran-Nya dari firman yang “diingatkan” kepada mereka. Sejalan dengan kemajuan kita, Tuhan akan mengungkapkan banyak hal kepada kita secara langsung. Namun, perlu untuk diingat bahwa segala hal yang diungkapkan-Nya dalam komunikasi langsung itu selalu rukun dengan Firman-Nya, Kitab Suci. Jika ada yang bertentangan dengan Kitab Suci, itu tidak berasal dari Allah.

Hal–hal semacam apa yang Ia nyatakan kepada mereka yang bersekutu dengan-Nya? Di Kisah Para Rasul pasal 9, misalnya, Tuhan berbicara kepada “seorang murid di Damsyik yang bernama Ananias” (ay.10) dan menyuruhnya untuk menemui Saulus, seorang penganiaya jemaat, yang akan segera dikenali sebagai Paulus, sang rasul. Bahkan inti dari pelayanan Paulus juga diungkapkan kepada Ananias. Atau, perhatikan kasus Agabus (Kis 11:28-29; 21:10-11). Agabus mengetahui melalui Roh Kudus bahwa kelaparan akan melanda Yudea dan bahwa gereja harus melakukan persiapan untuk menghadapinya.

Roh Kudus mengkomunikasikan berbagai hal kepada orang–orang yang menaati Allah dan yang peka terhadap firman Allah. Tuhan berkata kepada Paulus dalam sebuah penglihatan, “Jangan takut! Teruslah memberitakan firman dan jangan diam! Sebab Aku menyertai engkau dan tidak ada seorangpun yang akan menjamah dan menganiaya engkau, sebab banyak umat-Ku di kota ini.” (Kis 18:9). Tuhan mengajar Petrus tentang perkara halal dan haram ketika Ia berkata kepadanya, “Apa yang dinyatakan halal oleh Allah, tidak boleh engkau nyatakan haram.” (Kis 10:15).

Pada tingkatan ini, Roh Allah berkomunikasi kepada Anda melalui penglihatan, mimpi atau kadang langsung berbicara. Belum lama ini, setelah saya terjaga untuk beberapa waktu, Tuhan berbicara kepada saya, mengingatkan saya bahwa waktunya gereja di dunia sudah hampir berakhir, dan peristiwa-peristiwa penting akan segera berlangsung. Saya duduk di tempat tidur dan merenungkan hal–hal yang ditunjukkan oleh Tuhan kepada saya. Mendadak kata–kata “perang dan kabar–kabar tentang perang” (Mat 24:6; Mrk 13:7) muncul di depan mata saya dalam suatu penglihatan yang hidup, sedemikian dahsyatnya sehingga saya merasa panas dan mulai bermandikan peluh karena penglihatan itu.

Jika kita memberi Tuhan kesempatan untuk berbicara kepada kita melalui firman yang telah disampaikan-Nya (dan menerapkannya dalam hidup kita melalui Roh Kudus), tepat pada waktunya Ia akan berbicara kepada kita tentang perkara–perkara lain juga. Pesan Tuhan kepada saya dalam penglihatan itu adalah bahwa perubahan yang cepat akan terjadi di dunia ini; dan perkembangan-perkembangan ini secara tak terelakkan mendorong dunia menuju kesudahan zaman. Hal-hal ini telah diperingatkan Yesus kepada kita di Matius 24. Implikasinya adalah: “Bergegaslah. Waktunya gereja Allah sudah semakin pendek. Situasi aman yang engkau nikmati sekarang ini tidak lama lagi akan segera berakhir. Bergegaslah menyelesaikan pekerjaan yang telah kupercayakan kepadamu.”

Perang memiliki dampak yang sangat menghambat pekabaran Injil. Itu sebabnya mengapa kita perlu berdoa bagi perdamaian (bdk.1Ti.2.1-4). Namun perdamaian bukanlah sesuatu yang dapat bertahan lama di dunia ini. Kita sedang menikmati periode yang relatif aman sekarang ini, tetapi Tuhan memperingatkan bahwa waktunya sudah sangat dekat dan kita akan masuk dalam pusaran perubahan yang galau di dunia ini. Peringatan ini sama seperti peringatan tentang akan terjadinya kelaparan yang diberikan oleh Agabus demi kepentingan gereja. Peringatan-peringatan seperti ini menunjukkan betapa besarnya kasih Tuhan pada umat yang telah ditebus-Nya.

Kesimpulannya: Apa kaitannya tinggal di dalam Kristus dengan kelahiran kembali dan pembaruan? Selama kita tinggal di dalam Kristus, kita tidak akan berbuat dosa. Akan tetapi, saat kita berhenti tinggal di dalam dia, kita akan segera tergelincir ke dalam dosa. Oleh karenanya kita perlu untuk tetap tinggal di dalam Kristus saat demi saat, dan belajar untuk berkomunikasi dengannya senantiasa. Jika kita melakukan hal ini, kita tidak akan mempunyai keinginan atau kecondongan untuk melakukan perbuatan dosa, dan kuasa serta hidupnya akan mengalir secara konstan ke dalam diri kita dan menghasilkan buah–buah abadi yang berkelimpahan.

 

Berikan Komentar Anda: