Pastor Eric Chang | Manusia Baru (5) |

Dalam pesan sebelumnya kita membahas hanya satu tanda kelahiran kembali, yaitu kemenangan. Tanda ini adalah kelanjutan dari, atau akibat dari, ketujuh tanda yang akan kita bahas sekarang. Orang yang dilahirkan kembali selalu hidup dalam kemenangan. 1 Yohanes 5:4 mengatakan,

“sebab semua yang lahir dari Allah, mengalahkan dunia. Dan inilah kemenangan yang mengalahkan dunia: iman kita.”

Hal ini sudah kita bahas secara terperinci, dan kita tidak akan mengulanginya lagi. Setiap orang yang dilahirkan kembali hidup dalam kemenangan. Jika kehidupan Kekristenan Anda diisi oleh kekalahan dan ketidakbahagiaan, jelas ada sesuatu yang kurang beres. Anda mungkin perlu dilahirkan kembali.

Mari kita lihat tujuh tanda kelahiran kembali dalam tulisan Yohanes. Tulisan Yohanes mencakup Injil Yohanes, ketiga surat Yohanes, dan kitab Wahyu.


Tanda Pertama: Kuasa supaya Menjadi Anak-anak Allah

Di Yohanes 1:12-13, kita membaca:

Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak–anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya; orang–orang yang diperanakkan bukan dari darah atau daging, bukan pula secara keinginan jasmani oleh keinginan seorang laki–laki, melainkan dari Allah.

Dalam kelahiran jasmani, kita memang dilahirkan “dari darah”, “dari keinginan daging”, dan “dari keinginan seorang laki–laki”. Akan tetapi, dalam kelahiran rohani, kita dilahirkan “dari Allah”.

Pernyataan “diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak–anak Allah” sangatlah dalam dan dapat menyita satu khotbah penuh untuk menjabarkannya. Untuk kepentingan kita sekarang ini, kita akan berfokus pada kata “kuasa” yang digunakan oleh Yohanes. Tanpa kuasa Allah, kita tidak dapat menjadi anak–anak Allah. Kita tak memiliki kuasa untuk menyelamatkan diri kita, atau melahirkan diri kita kembali. Kita tidak dapat menjadi orang Kristen sejati tanpa kuasa Allah. Ini adalah doktrin dasar tentang anugerah.

Kuasa untuk menjadi anak–anak Allah bukanlah pengalaman satu-kali pada masa lalu. Bahkan saat ini juga, lama sesudah kita dilahirkan kembali, kita tetap menjalani hidup sebagai anak–anak Allah oleh kuasa yang sama.

Beberapa orang ingin menjalani kehidupan sebagai orang Kristen  sejati, tetapi mereka gagal secara menyedihkan karena kurangnya kuasa. Akibatnya, Kekristenan yang sejati menjadi cita–cita yang tak tercapai. Kita dapat saja menyanyikan lagu “Kumau sepertimu Yesus” dengan bersungguh-sungguh, tetapi dapatkah kita mencapai itu dalam kehidupan sehari–hari? Sangat sia–sia jika orang mencoba untuk menjalani kehidupan Kekristenan dengan kekuatannya sendiri. Itu hanya akan membawanya masuk ke dalam lingkaran permohonan maaf tiada akhir dari fajar hingga petang: “Ampuni saya, Tuhan… Ampuni saya, Tuhan”. Permohonan ampun yang menyedihkan ini adalah akibat dari upaya untuk hidup sebagai orang Kristen sejati tanpa memiliki kuasa yang dibutuhkan. Mengapa orang masih mau hidup dalam kegagalan yang berkelanjutan?

Ada juga beberapa orang yang bahkan mengira bahwa adalah saleh untuk menghabiskan sepanjang hari memohon pengampunan. Tentu saja ada tempatnya untuk pertobatan dan pengampunan, tetapi bukankah kehidupan  Kekristenan lebih dari ini?

Buah Roh—kasih, sukacita, damai sejahtera, dan sebagainya—menggambarkan kelimpahan rohani. Namun, jika kehidupan Kekristenan kita berputar–putar antara pengakuan dosa dan penyesalan, ini sama seperti berkata kepada Tuhan, “Engkau belum memberi saya kekuatan untuk hidup sebagai orang Kristen”, artinya kita mengarahkan tuduhan kepada-Nya. Belumkah kita mengalami kenyataan dari kuasa Allah yang memampukan kita hidup sebagai orang Kristen? Bukankah kita seharusnya menjalani kehidupan yang memuliakan nama-Nya?

Jika kita terus menerus memohon pengampunan, kita sedang menyatakan satu dari dua kemungkinan. Hanya ada dua kemungkinan yang logis; saya tidak dapat memikirkan yang ketiga. Entah kita tidak rela untuk hidup sebagai anak-anak Allah (jika demikian keselamatan kita diragukan),  entah kita tidak sanggup (jika demikian keselamatan kita juga diragukan).

Apakah Anda tidak rela atau tidak sanggup? Jika Anda tidak rela, bagaimana mungkin Anda menganggap diri sebagai anak Allah? Jika Anda tidak sanggup, Anda perlu menerima kuasa keselamatan Allah dalam hidup Anda.

Tentu saja, tidak seorang pun yang sempurna sepenuhnya pada masa kini. Kadang kita melakukan hal-hal yang tidak pantas sebagai anak–anak Allah. Dalam kesempatan seperti itu kita memohon pengampunan dari Tuhan. Kita gagal karena kita ceroboh, bukan karena kuasa Allah tidak cukup. Kuasa Allah selalu tersedia, tetapi kita yang gagal mengandalkannya.

Dalam generasi ini, banyak sekali orang Kristen yang lemah yang tidak mengesankan dunia non-Kristen. Orang dunia tidak melihat adanya yang istimewa pada orang Kristen. Jadi mereka memang benar apabila berpikir, “Kalau orang Kristen hanya seperti itu saja, mengapa saya harus menjadi Kristen?” Kehidupan dan kuasa Allah yang bekerja di dalam diri kitalah yang menarik orang kepada terang Allah. Kuasa itu diberikan kepada kita melalui kelahiran kembali.

Sudahkah Anda menjadi manusia baru di dalam Kristus? Apakah Anda hidup sebagai anak Allah yang menikmati persekutuan yang agak manis dengan-Nya? Saya membatasi pernyataan tadi dengan “agak manis” karena kita masih bertumbuh di dalam Tuhan. Persekutuan yang manis akan bertambah manis. Kehidupan Kekristenan kita mungkin masih belum sempurna seutuhnya, namun kita seharusnya tetap memiliki kualitas yang sesuai sebagai anak Allah.

Kuasa atau otoritas yang diberikan Tuhan kepada kita itu nyata, dan kita dapat mengalaminya. Jika Allah tidak nyata, berarti tidak ada kuasa yang perlu dibahas. Kita bisa saja berusaha untuk membangkitkan perasaan psikologis atau melakukan sesuatu dengan kekuatan sendiri. Akan tetapi, itu adalah reformasi moral dari usaha manusia, dan tidak ada hubungannya dengan keselamatan alkitabiah.

Namun, jika Allah itu nyata, kuasa-Nya tersedia bagi kita. Orang yang sudah dilahirkan kembali mengalami kuasa Allah, dan dengan demikian mereka menyadari realitas keberadaan-Nya. Mereka tahu bahwa kuasa itu datang dari Allah, dan bukan dari kekuatan mereka sendiri. Jika Allah merupakan suatu pengetahuan teoretis atau suatu abstraksi psikologis saja kepada kita, kita masih belum lahir kembali. Kita tak dapat memisahkan ketiga hal ini: kelahiran kembali, realitas Allah, dan kuasa Allah di dalam hidup kita.

Semua ini berjalan secara progresif tentunya. Allah akan menjadi semakin nyata bagi Anda sejalan dengan semakin banyaknya Anda mengalami pekerjaan-Nya di dalam dan melalui diri Anda. Dengan semakin terbukanya mata Anda, suatu hari Anda akan mendapat penglihatan sebesar yang pernah diberikan kepada Elisa dan juga kepada hambanya (2Raj 6:17). Menghadapi musuh yang kuat dan besar, mereka diberi penglihatan akan bala tentara Tuhan dan kereta–kereta perang yang berapi. Elisa, walaupun hidup pada masa Perjanjian Lama, pengenalannya akan Allah yang hidup jauh melampaui sebagian besar orang Kristen. Namun, jika kita sudah dilahirkan kembali, kita juga akan mengenal Allah secara nyata walaupun pengetahuan kita tentang Allah masih sedikit.


Tanda Kedua: Melihat Kerajaan Allah

Di Yohanes 3:3, Yesus berkata kepada Nikodemus, seorang guru terkemuka dalam masyarakat Yahudi,

“Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat Kerajaan Allah.”

Diungkapkan dalam bentuk positif, pernyataan ini berbunyi: Jika Anda dilahirkan kembali, Anda akan melihat Kerajaan Allah.

“Kerajaan Allah” berarti pemerintahan Allah. Setiap orang yang sudah dilahirkan kembali melihat pemerintahan Allah bahkan di dunia yang gelap ini. Pemerintahan-Nya tak dapat dilihat oleh mata jasmani. Orang dunia mencari ke sana kemari, tetapi tidak dapat melihatnya. Sebaliknya, manusia rohani dengan mata iman melihat melampaui apa yang tampak dan menangkap penglihatan dari kerajaan Allah.

Orang–orang Aram sangat ingin menangkap nabi Elisa (2Raj 6:13) karena mereka melihat bahwa ia lebih menggusarkan daripada seluruh tentara Israel. Bagaimana mungkin satu orang dapat menimbulkan masalah yang begitu besar bagi mereka? Elisa tahu segala isi pembicaraan rahasia mereka. Itu sebabnya raja Aram menjadi bingung, “Bagaimana Israel bisa tahu rahasia kita?” Para penasihatnya memberitahu dia bahwa Elisa tahu setiap kata yang diucapkan sang raja. Ini membuat Elisa jauh lebih berbahaya dibandingkan dengan seluruh tentara dan kereta perang Israel.

Pasukan Aram akhirnya berhasil melacak keberadaan Elisa dan mengirim tentara untuk mengepungnya. Suatu pagi pelayan Elisa bangun dan melihat kepungan pasukan berkuda serta pasukan kereta. Tidak ada jalan untuk lolos. Pelayan abdi yang cemas ini berkata kepada Elisa, “Celaka tuanku! Apakah yang akan kita perbuat?” (ay.15). Elisa berkata kepadanya, “Jangan takut, sebab lebih banyak yang menyertai kita daripada yang menyertai mereka.” Elisa memiliki damai karena ia mengenal Allah yang hidup. Damai yang sedemikian adalah di luar pemahaman—bahkan irasional—kepada mereka yang tidak mengenal Allah yang hidup. Elisa berdoa, “Ya Yahweh: Bukalah kiranya matanya, supaya ia melihat.” Apa yang dilihat pelayannya? “Tampaklah gunung itu penuh dengan kuda dan kereta berapi sekeliling Elisa” (ay.17). Bala tentara Tuhan hadir di sana untuk memastikan keselamatan hamba-Nya.

Pontius Pilatus, yang berkuasa atas tanah jajahan Yudea, berkata kepada Yesus, “Tidakkah engkau tahu, bahwa aku berkuasa untuk membebaskan engkau, dan berkuasa juga untuk menyalibkan engkau?” tetapi Yesus menjawab, “Engkau tidak mempunyai kuasa apapun terhadap Aku, jikalau kuasa itu tidak diberikan kepadamu dari atas” (Yoh 19:10-11). Yesus tahu bahwa hidupnya ada di tangan Bapa-Nya, bukan di tangan Pilatus. Pilatus tak akan dapat berbuat sesuatu pun terhadapnya, bahkan menyentuh ujung rambutnya pun tak dapat, kecuali Bapa mengizinkan hal itu terjadi.

Jika kita mengaku sudah dilahirkan kembali, dapatkah kita melihat kerajaan Allah? Dalam dunia yang dipenuhi oleh pencemaran, perselisihan, kekacauan ekonomi, dan penyakit-penyakit yang mengancam nyawa, di mana kerajaan Allah dapat dilihat? Namun, orang yang lahir baru oleh Roh dapat melihat kerajaan Allah.

Kerajaan Allah adalah unsur pertama dan yang dasar dalam penglihatan kenabian. Penglihatan pertama Yesaya adalah

“Tuhan duduk di atas takhta yang tinggi dan menjulang.” (Yes 6:1)

Itulah penglihatan tentang kerajaan Allah. Di ayat yang ke-5 Yesaya berkata,

“Celakalah aku! …mataku telah melihat Sang Raja, yakni Yahweh semesta alam!”

Penglihatan tentang Tuhan sebagai Raja mendominasi pernyataan–pernyataan dan pelayanan kenabian Yesaya. Ketika Israel lemah dan dikelilingi oleh kerajaan–kerajaan besar (Mesir, Asyur dan Babilon), Yesaya memandang situasi dunia dan menyatakan, “Mataku telah melihat Sang Raja, yakni Yahweh semesta alam.” Di bagian lain, Yesaya menyatakan, “Allahmu itu Raja” (52:7; bdk. 43:15, 44:6).

Penglihatan Yeremia tentang kerajaan Allah tampak dalam kata–katanya ini,

“Tidak adakah Yahweh di Sion? Tidak adakah Rajanya di dalamnya?” (Yer 8:19)

Nabi besar Daniel tidak menggunakan kata “Raja” untuk menggelari Allah. Daniel menyebut Allah dengan gelar yang paling mulia: “Yang Mahatinggi” (enam kali dalam Daniel pasal 4 saja). Daniel pada kenyataannya sedang berkata kepada Nebukadnezar, “Engkau dapat menggunakan gelar ‘raja segala raja’, tetapi ada gelar yang paling tinggi yaitu: ‘Yang Mahatinggi’. Yang Mahatinggi lebih tinggi darimu, hai ‘raja segala raja’”. Di Daniel 5:18, Daniel menyebut Belsyazar sebagai ‘raja’ tetapi menyebut Allah sebagai “Allah Yang Mahatinggi”.

Nabi Zakaria merasa cukup dengan menggunakan sebutan, “Raja, Yahweh semesta alam” (Zak 14:17). Zefanya menyebut Allah dengan “Raja Israel, yakni Yahweh” (Zef 3:15). Kita dapat terus menelusuri sebutan yang digunakan oleh para nabi (mis. Mal 1:14). Setiap nabi, dari Elisa sampai Yesaya, dari Yeremia sampai Daniel, dari Zefanya sampai Zakaria, memandang Allah sebagai Raja.

Penglihatan yang diterima Elisa tentang kerajaan Allah sedemikian nyata sehingga ia tidak terkesan dengan kekuasaan raja–raja besar di dunia. Ia berkata kepada raja Israel,

“Apakah urusanku dengan engkau?… Demi Yahweh semesta alam yang hidup, yang di hadapan-Nya aku menjadi pelayan: jika tidak karena Yosafat, raja Yehuda, maka sesungguhnya aku ini tidak akan memandang dan melihat kepadamu” (2Raj 3:13-14)

 Penglihatan kenabian itu memungkinkan seseorang untuk memandang Allah sebagai Yang Mahatinggi, Raja segala raja yang sesungguhnya, yang menjalankan keputusan-Nya atas dunia ini. Demikian juga, mereka yang dilahirkan kembali “melihat” kerajaan, atau pemerintahan Allah. “Allahmu itu Raja” (Yes 52:7).

Apakah kita memiliki penglihatan yang sama? Seperti Paulus, kita harus memperhatikan hal–hal yang kekal, bukannya hal–hal yang sementara (2Kor 4:18). Kalau kita melihat kerajaan Allah, cara kita menilai segala sesuatu akan berubah dengan radikal: dulunya terfokus pada hal-hal material yang bersifat sementara, sekarang beralih kepada yang rohani dan bersifat kekal.

Apakah Anda sudah dilahirkan oleh Roh Allah? Perhatikan saja cara Anda menilai sesuatu. Mana yang lebih penting bagi Anda, yang sementara atau yang kekal? Bagaimana cara Anda menilai karir, pekerjaan, atau masa depan Anda di dunia? Dasar pandangan mana yang menentukan keputusan Anda? Jika Anda sudah dilahirkan kembali, Anda akan memiliki cara baru dalam menilai melalui akal budi yang telah diperbarui (lihat Rom.12.2).


Tanda Ketiga: Dikendalikan oleh Roh

“Angin bertiup ke mana ia mau, dan engkau mendengar bunyinya, tetapi engkau tidak tahu dari mana ia datang atau ke mana ia pergi. Demikianlah halnya dengan tiap–tiap orang yang lahir dari Roh.”  (Yoh 3:8)

Kita dapat memahami perbandingan dengan angin karena kata “angin” dan “Roh” adalah satu kata yang sama di dalam bahasa Yunani.

Angin bertiup ke mana ia mau, dan Anda tak dapat menduga arahnya. Setiap orang yang pernah mengendalikan kapal layar tahu bahwa arah angin berubah tanpa dapat diduga. Mereka mewaspadai pergerakan kayu dasar layar, karena ayunannya yang tak terduga dapat menghantam kepala. Ayunan kayu dasar layar cukup sering memakan korban di laut.

Angin bertiup ke mana ia mau. Benar, kincir angin berputar ke arah yang tak terduga sejalan dengan tiupan angin.

Kemudian Yesus membuat pernyataan yang mengejutkan itu: “Demikianlah halnya dengan tiap–tiap orang yang lahir dari Roh”. Roh Kudus—“angin” Roh—berdaulat di dunia ini, dan Ia menjalankan kehendak Allah. Roh Kudus bertindak sejalan dengan hikmat dan kuasa Allah. Ia tidak dikendalikan oleh manusia, dan Ia bergerak ke arah mana pun yang dipilih-Nya.

Pikiran Allah tak dapat dipahami oleh pengertian manusia. Pikiran-Nya di atas pikiran kita. “Siapa yang dapat mengatur Roh Yahweh atau memberi petunjuk kepada-Nya sebagai penasihat?” (Yes 40:13). “Sebab siapakah yang mengetahui pikiran Tuhan? Atau siapakah yang pernah menjadi penasihat-Nya?” (Rom 11:34). Kita tidak mengetahui pikiran Allah. Namun bagaimanapun cara Allah berurusan dengan kita, akan selalu memberi manfaat rohani bagi kita.

Pernyataan, “Demikianlah halnya dengan tiap–tiap orang yang lahir dari Roh,” berarti bahwa setiap orang yang sudah dilahirkan kembali hidup di bawah kendali Roh Kudus, dan karenanya bertindak sesuai dengan petunjuk-Nya. Jika kita mengaku lahir dari Allah, apakah kita hidup di bawah kendali Roh Kudus? Jika Roh menuntun Anda untuk melakukan sesuatu, apakah Anda memilih untuk melakukannya dengan patuh?

Jika iya, Anda akan menjadi orang yang tidak dapat diduga dan tidak dapat dipahami oleh manusia duniawi. Orang dunia tidak dapat memahami Anda. Manusia duniawi tidak dapat memahami atau menerima apa yang berasal dari Roh karena hal itu baginya adalah suatu kebodohan (1Kor 2:14). Atas alasan ini, manusia duniawi juga juga tidak dapat memahami Anda jika Anda hidup di bawah kendali Roh Allah.

Mungkin Anda sedang meniti karir yang baik dan memperoleh penghasilan yang besar bilamana tiba–tiba Roh Kudus turun tangan, dan mendadak Anda banting haluan. Orang-orang menjadi bingung, “Apa yang terjadi dengannya? Ia berhenti dari pekerjaan dan memilih melayani Tuhan. Ia menghabiskan waktunya belajar Alkitab daripada majalah yang biasa dibacanya.” Orang dunia tak dapat memahami Anda karena hidup Anda dituntun oleh Roh Allah.

Akan tetapi, manusia rohani memahami hal–hal rohani. Oleh karena itu, jika Anda dikuasai oleh Roh yang sama yang menguasai seorang manusia rohani, dia akan memahami Anda dengan sangat baik. Itu sebabnya mereka yang dikuasai oleh Roh memiliki satu hati dan satu pikiran, karena Roh yang sama yang menggerakkan mereka. Namun, di mana terjadi ketidakharmonisan, berarti ada yang tidak dikuasai oleh Roh Allah. Orang semacam itu akan merusak kerukunan di gereja. Apabila situasi ini terjadi, mereka yang dipercayakan tugas pengurusan gereja harus berwaspada dan cepat bertindak.

Dapatkah Anda memahami hal–hal yang berasal dari Allah? Atau, justru dunia yang memahami Anda dengan sangat baik? Anda memiliki alasan yang bagus untuk cemas jika dunia memahami Anda dengan baik. Akan tetapi, jika dunia tidak dapat memahami Anda, Anda dapat bersyukur kepada Allah. Kemungkinan Anda sekarang berada di bawah kendali Roh.

Apakah dunia menganggap Anda mudah diduga? Apakah Anda pergi ke mana saja ada uang dan penghargaan? Apakah Anda tertarik kepada uang seperti lebah tertarik pada madu, atau seperti kecoa pada sampah? Itulah sebabnya mengapa orang-orang Kristen tidak memiliki kesaksian sekarang ini. Orang non-Kristen berkata, “Kalian orang Kristen sama saja seperti kami. Kalian mengejar hal-hal yang kami kejar, hal-hal seperti uang dan kedudukan.” Orang dunia tidak melihat adanya hal yang berbeda dari orang Kristen yang dapat menantang dan menginsafkan mereka. Namun, jika mereka bereaksi dengan heran, atau bahkan marah atau bingung, itu baik! Paling tidak Anda mulai membuat dampak! Paling tidak orang dunia mendapati Anda orang yang tidak dapat dipahami dan tak dapat diduga—sama seperti Roh Kudus sendiri.

Kehidupan kita seharusnya membuat orang non-Kristen berkata, “Saya tidak memahaminya. Saya tidak mengerti mengapa ia bertindak seperti itu?” Itu merupakan tanda yang baik! Sekarang dia mulai bertanya, dan kemungkinan dia akan menemukan jawaban yang membawanya ke dalam kerajaan Allah. Sebenarnya, banyak orang yang memasuki kerajaan Allah adalah orang yang tadinya menentang Tuhan habis–habisan seperti Paulus,.

Apakah hidup Anda dikendalikan oleh Roh Allah? Jika tidak, itu berarti Anda belum dilahirkan kembali. Hidup di bawah pengaturan-Nya adalah tanda bagi setiap manusia Allah, bahkan bagi setiap orang yang lahir dari Allah.

Selama perjalanannya yang sibuk di Inggris, D.L. Moody, seorang hamba Allah yang besar, tidak memiliki jadwal yang kosong lagi untuk berceramah. Sebuah gereja yang besar mengundangnya untuk berbicara dalam sebuah pertemuan mereka, tetapi ia menolaknya karena jadwalnya yang padat. Gereja ini merasa tersinggung. “Sebuah undangan dari gereja kami yang terkenal adalah suatu kehormatan besar. Kami mengundang Anda tetapi Anda mengecewakan kami”. Dalam rapat pimpinan, seseorang berkata, “Kita mengundang Bapak Moody dan ia tidak datang, saya pikir ia tidak memiliki monopoli atas Roh Kudus. Kita dapat mengundang orang lain.” Seorang saudara lagi bangkit dan berkata, “Bolehkah saya berbicara?” Ketua majelis menjawab, “Ya, silakan.” Lalu orang itu mulai berbicara, “Saya pikir alasan kita mengundang Bapak Moody berceramah di sini bukan karena ia memiliki monopoli atas Roh Kudus, tetapi karena Roh Kudus memiliki monopoli atas dia!

Contoh ini mengungkapkan arti dari Yohanes 3:8. Angin bertiup ke mana ia mau, demikianlah halnya dengan tiap–tiap orang yang lahir dari Roh Allah. Roh Kudus memiliki monopoli atas orang ini, karena ia melakukan apa yang dikatakan oleh Roh Kudus kepadanya. Apakah Roh Kudus memiliki monopoli atas Anda? Jika ya, maka Anda sudah lahir baru, dan Anda melangkah bersama Allah yang hidup.


Tanda Keempat: Berbuat Kebenaran

Mari kita melihat tanda yang keempat. Saya membahas tanda–tanda ini dalam urutan yang sesuai dengan pembahasan di dalam tulisan–tulisan Yohanes tentang kelahiran kembali. Mari kita lihat 1 Yohanes 2:29,

“Jikalau kamu tahu bahwa Ia adalah benar, kamu harus tahu juga, bahwa setiap orang, yang berbuat kebenaran, lahir daripada-Nya.”

Tidak sulit untuk melihat pesan yang mau disampaikan: Jika Allah adalah benar dan kita dilahirkan dari Allah, kita akan memiliki sifat-Nya. Kebenaran mencirikan semua tindakan-Nya, maka kita juga akan “melakukan kebenaran”. Seperti pepatah mengatakan, “Sebagaimana ayahnya, begitulah anaknya”. Di dalam bahasa Yunani, “berbuat kebenaran” ditulis menggunakan present continuous tense, yang menyatakan kegiatan yang berlangsung secara terus menerus.

Apa artinya “berbuat kebenaran”? Artinya adalah melakukan apa yang benar di hadapan Allah. Standar kebenaran Allah seringkali sulit diterima akal manusia. Apakah standar itu menyinggung perasaan kita atau tidak, tergantung pada apakah kita melakukan kebenaran atau tidak. Ketika Stefanus berdiri dan membicarakan firman Allah dalam kebenaran, para pendengarnya menutup telinga mereka dan berteriak–teriak (Kis 7:57), dan akhirnya merajam dia sampai mati, karena hidupnya benar dan hidup mereka tidak.

Untuk memahami dengan lebih baik arti dari “berbuat kebenaran”, mari kita lihat Kisah Para Rasul 10:35 di mana bahasa yang sama dipakai,

“Setiap orang dari bangsa manapun yang takut akan Dia dan yang mengamalkan kebenaran berkenan kepada-Nya.”

Keseluruhan pasal ini berbicara tentang tindakan Allah mempertemukan Petrus dengan Kornelius, seorang perwira pasukan yang takut akan Allah. Pertemuan ini akhirnya membawa mereka pada peristiwa yang penting itu: Kornelius dan seisi rumahnya menerima Roh Kudus. Selanjutnya, Petrus harus menjelaskan kepada rekan–rekan sebangsanya mengapa Roh Kudus diberikan kepada Kornelius, seorang asing. Di ayat 34 ia berkata, “Sesungguhnya aku telah mengerti, bahwa Allah tidak membedakan orang.” Pernyataan ini memang benar, karena Allah memberikan Roh Kudus kepada orang Yahudi dan orang asing tanpa membedakan. Di ayat ke-35 Petrus menjelaskan lebih lanjut mengapa Allah memberkati Kornelius, “Setiap orang dari bangsa manapun yang takut akan Dia dan yang mengamalkan kebenaran berkenan kepada-Nya”

Allah menerima Anda dan saya bukan karena kita mampu berbicara tentang hal–hal yang kedengaran rohani atau memiliki pengetahuan Alkitab, tetapi karena kita berbuat kebenaran. Kita melakukan ini bukan dengan kekuatan sendiri, tetapi di dalam kuasa Allah. Dengan kata lain, Allah menerima Anda jika Anda hidup sesuai dengan kuasa yang telah disediakan-Nya bagi Anda. Jika Anda terus saja berkata, “Maafkan saya, Tuhan”, mungkin Dia akan berhenti mendengarkan Anda karena Anda tidak hidup sesuai dengan kuasa yang telah diberikan-Nya kepada Anda.

Allah menerima Kornelius karena ia takut akan Allah dan melakukan kebenaran. Kebenaran seperti apa yang ia lakukan? Kisah 10:3-4 memberi jawabannya. Seorang malaikat Allah datang dan berkata kepadanya, “Kornelius!” Gemetar ketakutan, Kornelius menjawab, “Ada apa, Tuan?” Jawab malaikat itu, “Semua doamu dan sedekahmu telah naik ke hadirat Allah menjadi suatu tanda peringatan di hadapan Allah. Sekarang, suruhlah beberapa orang ke Yope untuk menjemput seorang bernama Simon yang disebut juga Petrus”.

Kita cenderung berpikir bahwa kalau Tuhan berurusan dengan kita, pasti Ia mengingat–ingat segala kesalahan kita. Mengapa kita harus memiliki konsep seperti ini? Ia mungkin saja berbicara kepada Anda untuk memberi kabar baik kepada Anda, bahkan memberitahu Anda bahwa semua doa dan sedekah Anda telah naik ke hadirat-Nya menjadi suatu tanda peringatan. Luar biasa bukan?

Adakah kita suatu tanda peringatan di hadapan Allah? Tanda peringatan Kornelius ialah kebenaran yang dia lakukan. Tidak ada alasan untuk berpikir bahwa hal ini hanya berlaku khusus untuk Kornelius. Kebenaran yang Anda lakukan juga akan naik ke hadirat Allah menjadi tanda peringatan di hadapan Allah, mengingatkan Allah akan Anda dan perbuatan-perbuatan Anda. Allah kita adalah Allah yang menaruh perhatian terhadap perbuatan kita, yang baik maupun yang buruk. Yesus berkata, “Aku tahu segala pekerjaanmu” sebanyak tiga kali hanya di Wahyu pasal 3 (ay.1,8,15). Semestinya kita memiliki lebih banyak tanda-tanda peringatan di atas sana, agar Allah mengingat perbuatan-perbuatan kita—dan kita!

Jika Anda ingin Allah mengingat Anda, mulailah membangun “tugu” peringatan itu dengan doa–doa dan sedekah–sedekah Anda. Kornelius, perwira pasukan Itali, adalah seorang saleh yang takut akan Allah bersama seisi rumahnya. Ia memberi banyak sedekah kepada umat Yahudi dan senantiasa berdoa kepada Allah (Kis 10:1-2). Ia memberi sedekah kepada orang-orang miskin dengan murah hati, tidak seperti orang–orang yang hanya memasukkan beberapa koin ke kotak amal.

Memberi kepada yang membutuhkan adalah pelayanan yang penting di antara umat kepunyaan Allah. Ini adalah tindakan nyata dari kasih dan doa. Di tingkat rohani maupun praktek nyata, Kornelius menunjukkan ketulusan. Perbuatan–perbuatannya menjadi tanda peringatan di hadirat Allah, dan Tuhan mengirim rasul Petrus kepadanya supaya Kornelius dan seisi rumahnya dapat menerima Roh Kudus.

Sebagaimana Kornelius berbuat kebenaran, demikian pula halnya dengan setiap orang yang dilahirkan kembali. Setiap orang yang lahir baru akan memberi kepada saudara-saudara yang membutuhkan dengan murah hati. Saya bersyukur kepada Allah karena saya mengenal beberapa orang seperti ini yang telah menguatkan hati saya dengan perbuatan dan perhatian yang tulus kepada orang miskin dan pekerjaan Tuhan. Saya tidak ragu bahwa perbuatan amal mereka akan menjadi tanda peringatan di hadirat Allah.

Namun ada satu hal lagi yang penting: doa. Sebagai umat kepunyaan Allah kita saling mendoakan satu sama lainnya, saling mendukung bukan hanya pada sisi materi tetapi juga pada sisi rohani, bukan hanya sisi rohani tetapi juga sisi materi. Keduanya berjalan bergandengan tangan.


Tanda Kelima: Ia Tidak Berbuat Dosa Lagi

Untuk tanda yang kelima ini, mari kita perhatikan 1 Yohanes 3:9, sebuah ayat yang dipandang sulit oleh beberapa pihak,

“Setiap orang yang lahir dari Allah, tidak berbuat dosa lagi; sebab benih ilahi tetap ada di dalam dia dan ia tidak dapat berbuat dosa, karena ia lahir dari Allah.”

Dalam generasi kita ini, tidak ada ayat yang lebih penting untuk ditekankan dibandingkan yang satu ini. Sekarang ini banyak gereja memandang kekudusan sebagai suatu pilihan, tidak penting, dan tidak ada hubungannya dengan keselamatan. Untuk itu kita harus menyerukan panggilan kekudusan alkitabiah dengan lebih nyaring lagi.

Kitab Suci dengan jelas menyatakan, “Setiap orang yang lahir dari Allah, tidak berbuat dosa lagi”. Kata–kata yang mengejutkan! Beberapa orang berusaha mengaburkan pengertiannya, tetapi saya tidak memiliki “keberanian” seperti mereka. Saya tidak berani mengaburkan atau menyimpangkan Firman Allah. Pernyataan tersebut dibuat dengan sangat tegas dan jelas, “Setiap orang yang lahir dari Allah, tidak berbuat dosa lagi”. Jika kita dilahirkan kembali, kita tidak akan berbuat dosa secara sengaja atau terus menerus.

Paulus  mengajarkan hal yang sama, sebagaimana yang telah kita lihat. Roma 6 berulangkali menyatakan bahwa kita telah dimerdekakan dari belenggu dosa: Kita tidak lagi menjadi hamba dosa (ay.6). Siapa yang telah mati telah bebas dari dosa (ay.7), dan banyak lagi pernyataan yang serupa di sepanjang pasal tersebut.

Jika hidup kita tidak menunjukkan tanda-tanda kekudusan, kita masih belum menjadi manusia baru sekalipun kita mengaku sebagai orang Kristen. Namun apabila kita lahir baru, hidup baru dalam kita menyebabkan kita untuk kehilangan hasrat untuk berdosa, dan kita juga mendapati bahwa kita tidak lagi berada di bawah tekanan dosa. Jika kedua hal ini (kehilangan hasrat untuk berdosa dan tidak lagi dipaksa untuk berdosa) ada di dalam diri kita, adakah alasan lagi untuk berbuat dosa? Kalau tidak, maka kita dapat hidup dalam kekudusan.

Ini bukan berarti kita sama sekali tanpa dosa. Beberapa orang menyalahartikan pernyataan ini, “Setiap orang yang lahir dari Allah, tidak berbuat dosa lagi”. Mereka artikan sebagai “Setiap orang yang lahir dari Allah, sama sekali tanpa dosa”. Orang yang dilahirkan kembali tidak secara sempurna tanpa dosa, dalam arti tidak mampu berbuat dosa. Apakah Adam tanpa dosa? Ia memang tanpa dosa untuk beberapa waktu, tetapi hanya dalam arti tidak pernah berbuat dosa. Ia bukannya tanpa dosa secara absolut atau sempurna secara absolut. Fakta bahwa ia jatuh ke dalam dosa membuktikan kenyataan ini.

Seorang bayi yang baru dilahirkan tidak pernah melakukan dosa, jadi bukankah dia tanpa dosa sama seperti Adam? Namun, bayi itu tetap memiliki potensi untuk berbuat dosa karena ia memiliki daging (seperti Adam). Sejalan dengan pertumbuhannya, cepat atau lambat ia akan melakukan dosa aktual. Bayi yang baru lahir, seperti Adam, memiliki tubuh daging yang akan membuatnya cenderung untuk jatuh ke dalam dosa. Selama kita masih di dalam daging, kita akan terus menghadapi godaan untuk berbuat dosa. Kita tidak akan pernah sempurna atau tanpa dosa secara absolut selama kita masih di dalam tubuh daging ini. Saya memiliki tubuh daging yang dapat digoda, dan dengan demikian saya memiliki kemampuan untuk berbuat dosa.

Ia yang lahir dari Allah tetap dapat berbuat dosa jika ia memilih untuk melakukannya, tetapi ia tidak perlu melakukannya. Kalau natur barunya, yang dikuatkan dan dikuasai oleh Roh Kudus, menjadi faktor dominan dalam hidupnya, ia tidak dapat berbuat dosa karena, berbeda dari natur lamanya, natur baru ini tidak memiliki keinginan untuk berbuat dosa, karena itu adalah natur Allah dalam kita (2Pet 1:4). Kita perlu memahami kebenaran ini.

Yohanes berkata, “Setiap orang yang lahir dari Allah, tidak berbuat dosa lagi; sebab benih ilahi tetap ada di dalam dia dan ia tidak dapat berbuat dosa, karena ia lahir dari Allah.” “Benih” ilahi tinggal di dalam kita apabila kita menjadi manusia baru di dalam Kristus. Suatu benih, tentu saja, adalah pembawa kehidupan; dalam hal ini, hidup Allah di dalam kita. Hidup Allah diwujudkan dalam natur ilahi yang ditanamkan dalam diri kita lewat Roh Kudus.

Benih perlu bertumbuh. Ia bertumbuh apabila disediakan kondisi yang sesuai. Di 2 Petrus 1:4-8 kita mendapat petunjuk tentang hal ini yang dikaitkan dengan natur ilahi yang ditanamkan dalam diri kita. Di sini kita diajarkan bagaimana untuk menyuburkan pertumbuhan “benih” ini di dalam diri kita. Jika kita mengikuti petunjuk–petunjuk tersebut maka, sebagaimana yang disimpulkan dalam ayat 8, kualitas–kualitas keilahian dalam kita akan menjadi “berlimpah-limpah”, dan karenanya kita pasti akan “berbuah”.

Pembenaran (justifikasi) bukanlah sekadar deklarasi kebenaran di mana Allah mengampuni kita. Itu hanya satu bagian saja dari pembenaran. Bagian lainnya adalah Allah menanamkan natur-Nya ke dalam kita, menjadikan kita benar. Atau, sebagaimana disebut di 1 Yohanes 3:9, benih ilahi tetap ada di dalam kita.

Jika kita menerima satu bagian dari doktrin pembenaran dan mengabaikan yang lainnya, kita akan mengalami masalah yang serius. Kedua bagian ini tidak boleh dipisahkan. Allah mengampuni kita, dan Dia juga menjadikan kita benar.

Bagaimana caranya Ia melakukan ini? Justru dengan memberi kita Roh Kudus dan meletakkan natur-Nya ke dalam diri kita. Ini sebabnya mengapa orang Kristen yang sudah dilahirkan kembali dapat  secara konsisten menang atas dosa. Ini menjadikan kehidupan Kristen penuh arti dan sukacita.


Tanda Keenam: Si Jahat Tidak Dapat Menjamahnya

Kita memiliki banyak alasan lagi untuk memuji Allah. Orang Kristen yang sudah lahir baru menikmati dua paket perlindungan terhadap dosa: perlindungan dari dalam dan dari luar. Dari dalam, orang Kristen sejati memiliki natur Allah dan Roh Allah. Dari luar, ia dilindungi dari serangan si jahat.

1 Yohanes 5:18 berkata,

“Kita tahu, bahwa setiap orang yang lahir dari Allah, tidak berbuat dosa; tetapi dia yang lahir dari Allah melindunginya, dan si jahat tidak dapat menjamahnya.”

Bagian pertama dari pernyataan itu adalah peringatan bahwa manusia baru dalam Kristus tidak berbuat dosa. Bagian kedua memberitahu kita bahwa Yesus sendiri (“dia yang lahir dari Allah”) melindunginya dari si jahat. Ini ialah jaminan ganda! Dari dalam Anda menerima natur Allah yang benar; dari luar Anda dilindungi langsung oleh Anak Allah sendiri! Ia menjaga Anda seperti biji mata-Nya sendiri. Zakaria 2:8 mengatakan, “sebab siapa yang menjamah kamu, berarti menjamah biji mata-Nya.”

Mengapa Yesus disebut sebagai “dia yang lahir dari Allah”? Bagaimana orang Kristen sejati berulang-kali disebutkan dalam bagian ini? Juga sebagai orang yang “lahir dari Allah”. Maksudnya amat jelas: Yesus dan murid–muridnya yang sejati sama–sama “lahir dari Allah”, mereka memiliki landasan penting yang sama.

Dilahirkan dari Allah berarti menjadi anak-Nya. Yesus disebut “Anak Allah” dan orang–orang percaya juga disebut “anak–anak Allah”. Seorang murid memiliki natur yang sama dengan Yesus, Tuannya. Si manusia baru dan Tuannya disatukan dengan kuat oleh kuasa yang sama. Tidak heran jika Allah akan melindungi mereka yang sudah ditebus-Nya seperti melindungi biji mata-Nya!

Tuhan melindungi kita siang dan malam, secara jasmani dan rohani. Jika bukan karena perlindungan Tuhan, saya mungkin sudah mati paling tidak dalam tiga kejadian selama dua tahun belakangan ini. Tetapi Ia menuntun saya melewati kejadian–kejadian tersebut tanpa luka segores pun. Saya percaya, banyak di antara Anda memiliki pengalaman serupa.

Kita membutuhkan perlindungan Tuhan karena Iblis ingin menghancurkan mereka yang lahir dari Allah, sama seperti ia ingin membunuh bayi Yesus pada awal pelayanannya di bumi. Namun intriknya digagalkan. Tuhan melindungi umat-Nya baik secara fisik maupun secara spiritual. Jika bukan karena perlindungan Tuhan, Iblis sudah melenyapkan kita sejak lama.


Tanda Ketujuh: Kasih

1 Yohanes 4:7 berkata,

“Saudara–saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah.”

Orang Kristen sejati mengalami aliran kasih yang meluap dari dalam hatinya seperti aliran air hidup.

Kita akan menyimpan pembahasan pokok yang penting ini secara lebih mendalam pada bab yang lain (bab 25).

Biarkanlah Allah menguji hati kita: Apakah kita dilahirkan dari Allah? Apakah kita orang Kristen seperti yang dijabarkan dalam Firman Tuhan? Apakah kita mengenal Allah yang hidup? Apakah ketujuh tanda tersebut merupakan kenyataan dalam hidup kita?

 

Berikan Komentar Anda: