Pastor Jeremiah C | Yakobus 5:19-20 |

Waktu berlalu dengan sangat cepat dan kita tanpa disadari telah meluangkan waktu yang agak panjang untuk mempelajari Kitab Yakous. Hari ini merupakan sesi ke-40 dari studi kita akan Kitab Yakobus yang juga merupakan sesi yang terakhir. Harapan saya, studi Kitab Yakobus ini dapat membantu kita semua untuk mengenal Allah dengan lebih baik lagi. Kiranya firman Tuhan terus berkobar di hati Anda dan membuat Anda lebih lagi mengasihi Dia. Segala kemuliaan bagi Dia.

Di studi yang lalu, kita membaca Yak. 5.9-10. Di dalam kedua ayat ini, ita perhatikan bahwa terdapat dua kata yang sangat penting. Yang pertama adalah kata “kembali” (return). Kita sudah pernah melihat dari Alkitab bahwa seorang Kristen yang sejati harus merupakan orang yang telah meninggalkan kegelapan dan masuk ke dalam terang. Sebelumnya, dia adalah orang yang berpusat pada dirinya sendiri dan sekarang dia berpusat dalam Kristus karena dia telah memilih untuk berpaling kepada Allah dan meninggalkan kehidupan dosanya. Kita juga sudah melihat dulu bahwa sekalipun orang Kristen sudah berjalan di dalam terang, dia masih punya kehendak bebas untuk memilih untuk meninggalkan jalan kebenaran dan kembali kepada kehidupan lampaunya dalam dosa. Inilah justru mengapa Yakobus meminggal kita untuk membantu orang-orang Kristen yang telah berbalik dan berjalan di dalam jalan lama untuk kembali lagi kepada jalan kebenaran.

Yakobus tidak sedang berbicara kepada orang non-Kristen. Mereka yang tidak mengenal Alalh dan tidak pernah berjalan di jalan kebenaran dan dengan itu pernah menyimpang dari jalan itu. Kata-kata dari Yakobus ini adalah untuk saudara seiman. Di ayat 19, dia berkata, “Saudara-saudaraku, jika ada yang di antara kamu…” Yang jelas, dia sedang memperingatkan kita bahwa jika orang Kristen tidak berwaspada, mereka akan diperdaya ke tahap di mana mereka menyimpang dari jalan kebenaran. Dengan demikian, satu lagi kalimat penting adalah ‘menyimpang dari jalan itu’. Kata ini, dalam makna aslinya merujuk pada ‘diperdaya’. Yakobus memberitahu kita bahwa orang-orang Kristen juga akan diperdaya sedemikian rupa sampai mereka akan meninggalkan jalan kebenaran. Lalu, apa akibat atau konsekuen dari orang-orang Kristen yang telah menyimpang?

Banyak penginjil yang memberitahu kita bahwa orang-orang Kristen tidak akan pernah tersesat. Sekalipun kita benar-benar menyimpang, kita tidak perlu khawatir karena Allah akan memelihara kita sampai pada akhirnya. Kata-kata demikianlah yang telah sering kita dengar dan kita juga senang mendengarkan kata-kata yang demikian. Bagaimanapun, apa yang Yakobus katakan di ay.20? Dia memperingatkan kita di ayat 20 bahwa jika mereka yang telah menyimpang dari jalan kebenaran tidak kembali, jiwa mereka akan binasa. Kata-kata Yakobus itu adalah kata-kata yang tidak ingin kita dengar.

Saya berharap Anda akan dengan baik mengingat pokok ini. Jalan menuju Kerajaan Allah tidak pernah merupakan jalan yang mudah tapi jalan yang dipenuhi dengan banyak pencobaan dan perjuangan yang harus kita hadapi di sepanjang perjalanan. Inilah justru mengapa Alkitab meminta kita untuk berdoa tanpa henti-henti, supaya kita tidak jatuh ke dalam pencobaan.  Jangan pernah kita memanjakan kedagingan kita supaya kita tidak jatuh ke dalam pencobaan si Iblis. Jika Anda mengerti apa yang saya katakan (atau harus saya katakan bahwa ini adalah peringatan dari Alkitab, bukan dari saya sendiri), Anda akan mengerti mengapa orang-orang Kristen harus berhadapan dengan dua pilihan setiap hari. Yaitu, pilihan untuk menaati Firman Tuhan atau tidak. Saat kita tunduk kepada Allah dan menaati perintah-perintahNya, Allah akan memelihara kita di jalan yang benar. Sebaliknya, jika kita memilih untuk berjalan di dalam jalan kita sendiri, memuaskan keinginan daging, maka kita sudah menyimpang dari jalan yang benar. Inilah persis apa yang dikatakan oleh rasul Petrus di 2 Pet. 2.20-22, bahwa anjing kembali ke muntahnya dan babi kembali lagi ke kubangannya.

Di ay.19, Yakobus berkata bahwa jika seorang saudara telah menyimpang dari kebenaran, kita harus berusaha untuk menyelamatkan dia, agar jiwanya tidak binasa. Kapan seorang Kristen itu dikatakan telah menyimpang dari kebenaran? Sejauh mana seorang Kristen itu harus menyimpang sebelum dia dikatakan sudah tersesat? Apa yang dimaksudkan dengan ‘kebenaran’ di sini? Apa tolok ukur yang harus kita pakai untuk memutuskan apakah kita sudah menyimpang dari kebenaran? Jika kita tidak tahu bagaimana untuk mengukur, bagaimana kita dapat membuat mereka yang sudah sesat itu untuk kembali?

Mari kita mendiskusikan apa yang dimaksudkan sebagai ‘kebenaran’. Jika kita mau memahami apa yang dimaksudkan oleh Yakobus sebagai “menyimpang dari kebenaran”, kita pertama-tama harus menangkap tema dari Kitab Yakobus. Yak.5.19-20 adalah dua kalimat terkahir di dalam seluruh surat rasul Yakobus. Sama seperti saat kita menulis surat, kita akan memberikan beberapa kalimat kesimpulan di akhir surat kita dan kata-kata di situ tentunya berkaitan dengan konteks apa yang telah disebut sebelumnya. Jalan kebenaran yang disebut di sini tentunya berkaitan dengan pokok-pokok kunci di surat ini. Apa yang menjadi fokus utama Kitab Yakobus? Secara sederhana, tema kitab Yakobus adalah ‘menjadi pendengar dan pelaku firman’. Pokok inilah yang telah dengan jelas diungkapkan di pasal 1 dan 2. Lalu, apa yang dimaksudkan dengan ‘kebenaran’ ini? Mari kita membaca di Yak.2.8. Rasul Yakobus menyimpulkan isi kandungan kebenaran ini dalam beberapa kata, ‘Kasihilah sesama seperti dirimu sendiri’. Dengan demikian, setiap kali Yakobus berbicara mengenai hukum, prinsip atau kebenaran, dia sebenarnya menunjuk pada hukum Kristus dan perintah-perintah yang Kristus berikan pada kita yang dapat  disimpulkan sebagai mengasihi sesama dan mengasihi orang lain seperti diri kita sendiri.

Itulah sebabnya saya berkata tadi bahwa di dalam kehidupan seharian kita, sebagai orang-orang Kristen kita berhadapan dengan dua pilihan: apakah kita mau menaati perintah Tuhan atau tidak? Pada kenyataannya, pilihan yang harus Anda hadapi setiap hari adalah apakah Anda mau menaati perintah Tuhan, yakni, mengasihi orang lain seperti dirimu sendiri. Kehidupan seharian kita tidak dapat dipisahkan dari sesama. Saat kita berhubungan dengan sesama kita setiap hari, kita harus berhadapan dengan suatu pilihan: mengasihinya seperti diri kita sendiri atau membenci dia. Anda hanya mempunyai dua pilihan. Dengan demikian, kembali kepada pertanyaan yang saya kemukakan tadi. Bagaimana seorang Kristen itu dianggap sudah menyimpang dari kebenaran atau tersesat? Saat seorang Kristen itu secara terus menerus tidak mau menaati hukum Kristus, dia sudah tersesat atau menyimpang dari kebenaran.

Saya harap kita tidak berpikir bahwa hal ini hanya akan terjadi pada orang lain atau hanya pada mereka yang telah melakukan dosa-dosa yang sangat jahat dan yang tidak mau bertobat yang telah menyimpang dari kebenaran. Mari kita menegaskan di sini: setiap orang Kristen yang terus tidak mau menaati hukum Kristus untuk mengasihi sesama sebagai dirinya sendiri, dia sudah menyimpang dari kebenaran karena dia tidak lagi berjalan di jalannya Tuhan.

Mari kita melihat dua lagi contoh untuk membantu kita memahami apa yang dimaksudkan oleh Yakobus. Mari kita membaca di Yak.4.11 bersama-sama. Rasul Yakobus memperingatkan kita di sini untuk tidak mengkritik sesama. Barangsiapa yang mengkritik sesama akan dihakimi pada akhirnya. Mengkritik sesama adalah bertentangan dengan mengasihi orang lain seperti dirinya sendiri. Apakah menurut Anda ini persoalan yang kecil? Rasul Tuhan tidak menganggap hal ini kecil. Dia memberitahu kita bahwa barangsiapa yang mengkritik saudaranya akan berhadapan dengan penghakiman Allah karena orang ini telah meninggalkan hukum mengasihi sesama seperti dirnya sendiri.

Mari kita juga membaca Yak.5.9. Yakobus memperingatkan kita di sini untuk tidak mengeluh terhadap sesama. Keluhan ini menunjuk pada ketidak-puasan kita terhadap sesama yang di dalam hati kita. Bagi kita, keluhan atau ketidak-puasan seperti ini adalah hal yang sepele. Saat kita tidak senang dengan seseorang, kita merasa bahwa kita mempunyai hak untuk mengeluh tentang mereka. Bagaimanapun, Yakobus telah memperingatkan kita sekali lagi bahwa jika kita mengeluh terhadap sesama, kita akan menerima penghakiman Allah karena hal ini bertentangan dengan mengasihi sesama seperti diri kita sendiri. Dari dua contoh itu, kita juga dapat melihat bahwa setiap sikap dan tindakan yang tidak sejalan dengan mengasihi sesama seperti diri kita sendiri adalah tidak berkenan di mata Allah. Allah pasti akan menghakimi kita sesuai dengan tindakan kita.

Mari kita melihat pokok ini dari sudut pandang yang lebih positif. Mari kita buka di Yak.5.16. Yakobus mendorong kita untuk mengakui pada sesama dan mendoakan sesama. Mengapa Yakobus mau kita melakukan ini? Karena ini merupakan kehendak Allah. Ini sejalan dengan semangat dari hukum Kristus karena hal ini merupakan ungkapan nyata dari mengasihi sesama seperti diri kita sendiri. Saat kita melakukan sesuai dengan kehendak Allah, Allah pasti akan mendengarkan doa-doa kita. Doa kita bagi sesama akan mendatangkan efek yang baik. Sebaliknya, saling mengeluh dan mengkritik sebenarnya akan membinasakan dan menyakitkan saudara-saudara kita dan bukannya membangun mereka. Kita sedang membinasakan pekerjaan Tuhan. Sebaliknya saling mengakui dan mendoakan sesama merupakan tindakan-tindakan yang membangun saudara-saudara kita. Inilah langkah pertama dalam mengasihi orang lain seperti diri kita sendiri.

Pernahkah Anda mengalami kekuatan yang datang dari mengakui dosa Anda pada sesama? Selalunya, saat masalah timbul di dalam hubungan kita dengan sesama, kita mulai membangun tembok di dalam hati kita. Sekalipun kita tidak terlibat dalam adu mulut, di tingkat hati, kita tidak mau berbicara dengan pihak yang lain dan kita mulai menghindar dari sesama. Banyak masalah dalam hubungan antar-sesama tidak sepihak. Seringkali setiap pihak mempunyai alasannya tersendiri. Jika kedua pihak bersikeras dengan pandangan masing-masing, maka hubungan itu akan menjadi semakin parah. Itulah alasan mengapa banyak pernikahan berakhir di dalam kegagalan.

Saat kita berhadapan dengan situasi demikian, kita sekali lagi berada di tengah-tengah dua pilihan: apakah untuk menaati Allah untuk mengasihi saudara kita seperti diri kita sendiri atau memilih untuk mengasihi dan menyenangkan diri kita dengan terus membenci mereka? Setiap kali kita menemukan situasi demikian, kita jangan pernah membuat keputusan berdasarkan perasaan dan emosi kita. Kita perlu memilih untuk menaati perintah Tuhan untuk mengasihi saudara kita seperti diri kita sendiri. Jika menurut Anda segala sesuatu itu adalah karena kesalahannya dan dia yang harus meminta maaf pada Anda, maka Anda harus mengambil langkah pertama untuk meminta maaf kepada dia berdasarkan apa yang Anda ingin dia lakukan pada Anda.

Saya pernah tinggal dengan beberapa saudara di dalam satu rumah. Suatu hari, dua dari saudara ini bertengkar karena beberapa persoalan dan kedua merasakan itu bukan kesalahan mereka, lalu mereka tidak mau saling mengalah. Karena pertengkaran mereka berdua ini, suasana di rumah terasa sangat tidak nyaman. Persoalan ini berlanjutan selama beberapa hari dan suasananya menjadi semakin parah. Pada waktu itu, saya dengan diam-diam mendoakan hal ini dan saya benar-benar tidak tahu apa yang dapat dilakukan. Sautu hari, mukjizat terjadi. Kedua saudara ini, untuk alasan yang tidak diketahui, berpapasan di tangga dan tiba-tiba mereka saling merangkul dan mengakui kesalahan masing-masing. Saya tidak tahu apa yang telah terjadi, tapi yang pasti, kedua memutuskan untuk menaati hukum Kristus setelah bergumul selama beberapa hari. Mereka mengambil langkah pertama ujtuk saling mengakui kesalahan. Seusai pengakuan dosa mereka, kami semua merasakan suasana yang penuh dengan sukacita Allah dan saya merasakan hubungan kami menjadi lebih baik dari sebelumnya.

Saat kita berbicara mengenai mengasihi sesama seperti diri kita sendiri, jangan pikir bahwa kita harus melakukan sesuatu yang sangat besar. Pada kenyataannya, banyak hal yang bermula dari hal kecil. Mari kita buka di Ro 13.8-10. Rasul Paulus mengajarkan pada kita bagaimana untuk mempraktekkan ini. Langkah pertama dalam mengasihi sesama seperti diri kita sendiri adalah memilih untuk tidak melakukan hal yang menyakiti sesama. Jika mengkritik itu menyakiti sesama, maka saya tidak akan mengkritik dia lagi. Kita bisa mulai belajar untuk menaati hukum Kristus dalam cara yang sederhana. Rasul Yakobus meminta kita untuk mendoakan sesama di Yak.5.16. Apakah Anda seringkali mendoakan tentang diri Anda sendiri? Berdoalah untuk sesama. Ini adalah cara yang sangat praktis untuk membangun saudara kita.

Pokok terakhir yang saya mau memperingatkan kita semua adalah ini: Di Yak. 5.19-20, rasul Yakobus sedang mendorong kita untuk saling menjaga. Kita perlu untuk diperingatkan dan didorong untuk berjalan di dalam kebenaran, ini juga merupakan suatu tindakan praktis dalam mengasihi sesama seperti diri kita sendiri. Bagaimana kita dapat membantu saudara kita yang sudah menyimpang untuk kembali kepada kebenaran? Kita perlu untuk membuat suatu keputusan untuk mengasihi orang lain seperti diri kita sebagai prinsip kehidupan kita sehari-hari, dengan demikian, hidup kita dapat menyentuh orang lain dan turut mendorong mereka untuk menaati perintah Tuhan yang meminta kita untuk mengasihi sesama seperti diri kita sendiri. Jika kita malah memilih untuk mengasihi diri kita sendiri, kita sudah memilih untuk menyimpang dari kebenaran. Di ay.20, Yakobus berkata bahwa jika kita membuat seorang saudara yang sudah menyimpang untuk kembali, kita sedang menyelamatkan jiwanya dan sudah menutupi banyak dosa.

Jika Anda tidak bersedia untuk menaati perintah Tuhan, kita juga tidak akan mempedulikan masalah saudara-saudara kita. Hanya saat kita dengan serius mengejar untuk mengasihi sesama seperti diri kita sendiri, kita dapat menutupi banyak dosa (1 Pet.4.8). Kita harus peka dan berwaspada pada ciri-ciri dosa, yang bagaikan virus yang dapat menjangkiti orang lain. Saat kita memilih untuk tidak mengasihi sesama seperti diri kita sendiri, kita sudah dikalahkan oleh dosa. Kita sudah dijangkiti oleh dosa dan kita sudah berbuat dosa. Sebaliknya, jika kita memilih untuk mengasihi sesama seperti diri kita sendiri, kita sudah mengalahkan banyak dosa dan sudah berkemenangan oleh kuasa Firman Tuhan.

Yang terakhir, mari kita membaca Yak.1.25. Yakobus berkata di sini bahwa ciri-ciri hukum ini adalah ‘hukum yang memerdekakan orang’. Bagaimana Anda memandang pada hukum Kristus? Apakah Anda memandangnya sebagai suatu bentuk pembatasan atau suatu beban? Sangat aneh, rasul Yakobus berkata bahwa hukum Kristus adalah hukum kemerdekaan. Itu berarti saat kita menaati pengajaran-pengajaran Tuhan, kita akan mengalami pembebasan spiritual dan kemerdekaan. Bukan saja ia bukan suatu pembatasan, ia akan memerdekakan kita, memampukan kita untuk hidup sesuai dengan kebenaran. Mengapa? Saat kita bertekad untuk melakukan firman Tuhan, Allah akan mengaruniakan kepada kita anugerah supaya kita mempunyai kekuatan untuk menaatinya dan kita akan mengalami kemerdekaan di dalam roh.

 

Berikan Komentar Anda: