Pastor Eric Chang | Matius 19:30 | Markus 10:31 |

Apakah arti dari ucapan ini? Bagaimana kita akan memaknainya? Setelah bertahun-tahun mempelajari ajaran Yesus, saya tiba pada kesimpulan bahwa tak pernah ada orang yang berbicara seperti Yesus ini. Saya telah membaca ajaran Konfusius, Mencius dan ajaran-ajaran filsafat dari Yunani, seperti ajaran Aristoteles dan Plato, dan juga ajaran filsafat modern. Saya telah membaca ajaran-ajaran dari para pemikir besar di dunia ini, dan saya harus menyimpulkan bahwa tak seorangpun yang pernah berbicara seperti Yesus ini.

Inilah yang dirasakan oleh para pengawal bait Suci yang diperintahkan untuk menangkap Yesus pada waktu itu. Ketika mereka sampai di dekat Yesus, mereka begitu terpesona pada khotbah yang mereka dengar sehingga mereka lupa bahwa mereka harus menangkap Yesus! Dan ketika mereka kembali ke Bait Suci, para pemimpin di Bait Allah – yakni, para pemimpin agama ini bertanya, “Mengapa kalian tidak menangkapnya?” Mereka menjawab, “Tak seorangpun yang pernah berbicara seperti dia.” Memang sungguh luar biasa!

Dan inilah ucapan yang disampaikan oleh Yesus,

“Tetapi banyak orang yang terdahulu akan menjadi yang terakhir dan yang terakhir akan menjadi yang terdahulu.”

Apa yang Yesus maksudkan? Apakah Anda mengerti apa yang sedang disampaikan? Menelaah firman Yesus itu seperti mendaki gunung yang tinggi. Dan upaya ini membutuhkan perjuangan serta hikmat, karena jika Anda mendaki sebuah gunung, maka Anda harus tahu bagaimana cara mencapai puncaknya. Dibutuhkan keterampilan dan pelatihan khusus. Dibutuhkan keterampilan, kesabaran, keteguhan dan tekad untuk bisa sampai ke puncak. Dan Anda juga harus berhati-hati agar tidak tergelincir karena jika tergelincir di tengah jalan bisa sangat berbahaya. Namun jika Anda sampai di puncak, Anda akan bisa melihat pemandangan yang sangat menakjubkan. Segala sesuatunya terlihat jelas oleh Anda. Anda melihat semua sebagai panorama yang sangat luas, suatu cakrawala yang terbentang di kejauhan, keindahannya akan membuat Anda kagum. Bukan saja indah, akan tetapi yang satu ini juga berkaitan dengan hidup, yakni hidup yang kekal. Visi dari Allah yang disampaikan kepada kita lewat Firman mempunyai kuasa untuk mengubah kita.

 “Tetapi banyak orang yang terdahulu akan menjadi yang terakhir dan yang terakhir akan menjadi yang terdahulu.” Mari kita coba untuk memahami apa makna pernyataan ini dalam waktu yang tersisa ini.


“Terdahulu” dan “terakhir” di dalam ajaran Yesus berkaitan dengan keselamatan

Hal pertama yang tampak dari ayat ini adalah bahwa Yesus sedang berbicara tentang keselamatan. Sangatlah penting untuk memahami akan hal ini. Jadi, apapun makna dari kata ‘terdahulu’ dan kata ‘terakhir’, keduanya pasti berkaitan dengan keselamatan. Pokok ini  haruslah jelas. Ayat ini berkenaan dengan hal bagaimana memperoleh keselamatan. Pernyataan ini juga muncul di dalam perikop parallel di Matius 19:16-23 dan juga di Lukas 18:18-30. Dan ucapan yang sama juga terdapat di Lukas 13:30.

Ayat ini juga ditemukan oleh para arkeolog yang sedang menggali di sebuah tempat di Mesir yang disebut dengan Occirincus. Mereka menemukan sekumpulan manuskrip kuno, yang sekarang dikenal sebagai The Occirincus Papyrii (Papirus Occirincus). Di dalam Papirus Occirincus nomor 654, (lembaran-lembaran papirus itu diberi nomor karena tidak memiliki judul) logia nomor 3 tertulis hal berikut, “Akan tetapi banyak yang terdahulu akan menjadi yang terakhir. Dan yang terakhir menjadi yang terdahulu. Dan hanya sedikit yang menemukannya.” Di dalam tulisan tersebut ada kalimat ekstra, “Dan hanya sedikit yang menemukannya.” Menemukan apa? ” “Banyak yang terakhir menjadi yang terdahulu, dan yang terdahulu menjadi yang terakhir. Dan hanya sedikit yang menemukannya.”

Jika kita merenungkan kalimat, “Hanya sedikit yang menemukannya” dan kita baca Lukas 13:23, kita akan ingat akan pertanyaan yang diajukan kepada Yesus, “Sedikit sajakah orang yang diselamatkan?” Kemudian Yesus berbicara tentang hal keselamatan, dan menyimpulkan di dalam ayat 30 dengan kalimat yang sama dengan di dalam papirus itu, “Dan sesungguhnya ada orang yang terakhir yang akan menjadi orang yang terdahulu dan ada orang yang terdahulu yang akan menjadi orang yang terakhir.” Lalu apa arti dari kalimat ‘sedikit yang menemukannya’? Hanya sedikit yang akan menemukan jalan menuju keselamatan. Itulah yang dikatakan oleh Yesus di sini karena jalan yang menuju hidup kekal itu sempit dan hanya sedikit yang akan menemukannya. Hal ini meneguhkan sekali lagi bahwa kata ‘terdahulu’ dan kata ‘terakhir’ di dalam pengajaran Yesus ini berkenaan dengan keselamatan.


Kata ‘terdahulu’ dan ‘terakhir’ ini berkaitan dengan persaingan

Yang kedua, kita perlu cermati bahwa kata ‘terdahulu’ dan ‘terakhir’ ini berkaitan dengan deskripsi dari karakter dan hakekat dunia ini. Apakah Anda menyadarinya? Sistem di dunia ini berlandaskan kepada prinsip terdahulu dan terakhir, yakni landasan persaingan. Seluruh masyarakat di mana kita tinggal adalah masyarakat yang penuh persaingan. Kata ‘terdahulu’ dan ‘terakhir’ adalah istilah yang menunjukkan perbandingan. Jika tidak ada yang terakhir, berarti tidak ada juga yang terdahulu, dan jika tidak ada yang terdahulu, maka tidak ada juga yang terakhir. Keduanya adalah istilah perbandingan. Anda menjadi yang pertama dibandingkan dengan orang yang menjadi yang kedua, dan orang yang kedua ini berada di depan orang yang ketiga. Masyarakat di mana kita tinggal ini adalah masyarakat yang berisi persaingan. Hanya di dalam sebuah persaingan tedapat pemenang dan pecundang, yang tedahulu dan yang terakhir.

Dengan kata lain, di dalam kalimat yang sederhana Yesus mampu untuk mengungkapkan suatu hal yang bagi kita dibutuhkan satu khotbah penuh untuk menguraikannya. Ini adalah tanda dari kedalaman hikmat Yesus. Jika Anda baca karya Aristoteles, dia adalah orang yang sangat bertele-tele. Dia membutuhkan banyak kata untuk menyampaikan berbagai hal. Confucius cukup berhasil menguraikan banyak hal dalam kata-kata yang mungkin lebih sedikit daripada Aristoteles, bahkan lebih sedikit daripada Plato. Akan tetapi untuk hal kedalaman pemahaman, tak ada orang yang mampu menyamai Yesus. Di dalam beberapa kata saja, dia telah menembus langsung ke dalam inti persoalan, dan mengungkapkan watak asli masyarakat di mana kita tinggal, dan juga watak asli dari dunia ini.

Dunia ini pada hakekatnya adalah suatu persaingan, bukankah begitu? Anda tentu tahu akan hal itu. Saat Anda bersekolah, Anda juga akan temukan hal itu. Ada penentuan rangking pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Kata  ‘terdahulu’ dan ‘terakhir’ ini berkenaan dengan watak kompetitif.

Atau, mungkin Anda sedang dalam lomba lari. Di dalam lomba lari juga berkenaan dengan hal yang terdahulu dan yang terakhir. Apa gunanya berlari jika tidak ada yang pertama dan yang terakhir? Tentunya Anda semua tidak akan berlari bersama-sama dan semua peserta lalu mendapat medali emas semua. Ini tentunya konyol sekali. Pengaturannya akan hancur. Dan jika Anda memberikan medali emas dengan begitu saja, maka tidak ada gunanya lagi berusaha untuk mendapatkan medali emas, karena selama masih bisa finish, setiap peserta bisa mendapatkan medali emas. Tentunya tidak begitu. Anda harus menjadi yang pertama, baru Anda bisa mendapatkan medali emas. Yang kedua mendapatkan perak dan yang ketiga mendapatkan perunggu. Yang keempat, tidak bisa dibayangkan, karena yang keempat sudah berada di luar jajaran juara. Segenap sistem di dalam kehidupan kita ini berkaitan dengan urtusan yang pertama dan yang terakhir, yang terdahulu dan yang terakhir, segala sesuatunya berada dalam persaingan.

Yesus dengan pedang firmannya langsung menembus tepat ke persoalan yang ada di jantung masyarakat kita. Di mana kedudukan Anda? Setiap orang berjuang untuk menjadi yang pertama. Jika Anda tidak bisa menjadi yang pertama, mudah-mudahan bisa mencapai yang kedua; jika tidak bisa juga, mungkin dapat yang ketiga; jika gagal mengejar yang ketiga juga, berarti Anda termasuk kumpulan yang terakhir. Anda bukan siapa-siapa di dunia ini. Segala sesuatunya, tak peduli bidang apapun yang Anda amati di dunia ini, Anda tidak bisa hindari pengelompokan ke dalam kumpulan yang pertama dan yang terakhir.

Mari kita amati perusahaan tempat Anda bekerja. Siapa yang pertama? Yang pertama tentunya adalah pimpinan perusahaan. Dialah yang pertama. Lalu ada asisten pimpinan, ada asisten manajer, atau siapapun itu yang berada di posisi kedua. Setiap orang berjuang untuk mendaki tangga [karir] di perusahaan ini. Dan tidak soal apakah Anda menginjak kepala orang lain dalam perjuangan ini. Anda menekannya sedikit untuk bisa melangkah ke atas. Inilah prinsip survival of the fittest (yang kuatlah yang bertahan hidup). Yang kuat adalah yang pertama. Yang lain hanya bisa sekadar bertahan hidup; mereka menjadi yang terakhir. Ini hal yang sangat menarik. Inilah struktur dari dunia. Inilah masyarakat di mana kita tinggal.


Mentalitas ‘Aku menang atau engkau kalah’

Di dalam masyarakat jenis seperti ini, terbentuklah satu macam sikap mental. Dan sikap mental itu adalah pandangan ‘menang atau kalah’. Dan yang terjadi seharusnya adalah ‘aku menang dan kamu kalah’ karena jika ‘aku kalah dan kamu menang’, maka tamatlah riwayatku. Demikianlah, sedemikian sengit persaingan ini sehingga membangun satu sikap mental.

Lihat saja jenis-jenis permainan yang kita mainkan. Umpamanya catur. Catur tidak bisa menjadi permainan jika kedua pihak bisa sama-sama menang. Harus ada yang ‘menang’ dan yang ‘kalah’. Lalu setiap orang mempelajari langkah-langkah dalam permainan ini, berpikir keras tentang cara untuk mengalahkan orang lain. Sungguh masyarakat yang penuh persaingan. Anda harus mengerahkan segenap daya Anda untuk bisa menang dan tidak dikalahkan.

Kita juga bisa lihat persaingan dagang. Wah! Kalau toko sebelah membuat diskon 25%, maka toko saingannya akan membuat diskon 30%. Dan jika sudah ada yang turun 30%, maka akan ada yang turun sampai 35%. Suatu pertarungan, persaingan dan kompetisi yang sengit!


Aspek buruk dari kompetisi: permusuhan, keangkuhan

Tentu saja ada beberapa aspek baik dari suatu kompetisi. Kompetisi membangun perjuangan untuk mencapai standar kesempurnaan yang lebih tinggi. Bisa saja, ada beberapa kualitas dan hal yang baik, yang muncul dari kompetisi. Namun masalahnya adalah begitu banyak hal buruk yang berkaitan dengan kompetisi. Dan salah satu hal buruk yang muncul dari suatu kompetisi adalah sikap bermusuhan dalam persaingan. Dan bagi mereka yang memenangkan persaingan, misalnya di dalam sebuah lomba lari, ada berapa orang yang menerima medali emas dari sekian banyak peserta? Hanya satu orang, hanya orang yang finish di tempat pertama saja yang menerima medali emas. Akibatnya, hal ini menimbulkan keangkuhan.

Persaingan ini menimbulkan kesombongan. Ada banyak hal buruk yang muncul dari persaingan. Yang terburuk adalah bahwa ia menimbulkan persaingan dalam suasana permusuhan. Menimbulkan sifat yang agresif. Ia memunculkan sikap-sikap yang bertentangan dengan kasih terhadap pihak lain. Ia merupakan lawan dari kasih. Itulah pokok utamanya. Yesus, di sini, berkata kepada kita bahwa, pertama-tama, Anda harus mengerti seperti apa masyarakat tempat Anda tinggal. Jika Anda ingin masuk ke dalam Kerajaan Allah, ada hal yang harus diubah karena sikap hati yang terbentuk dalam diri kita, oleh masyarakat tempat kita tinggal, adalah sikap hati yang bertentangan dengan kasih.


Naluri membunuh

Saya pernah mengikuti berbagai macam olah raga yang bersifat kompetitif. Saya tahu apa arti bersaing dan mengejar kemenangan. Saya bermain dengan tujuan untuk menang; saya tidak bermain untuk kalah. Siapa yang mau bermain untuk kalah? Demikianlah, sejak kecil, kita membangun sikap hati yang penuh persaingan entah di dalam hal bela diri ataupun permainan, dan juga di dalam hal pendidikan. Siapa yang mau naik ring tinju hanya untuk memberikan dagunya dihantam dan jatuh? Tentunya Anda ingin meng-KO lawan Anda. Anda tidak mau menunggu sampai lawan meng-KO Anda. Pada waktu kami dulu terlibat dalam olah raga tinju, apakah yang menjadi tujuan kami? Agar bisa mendaratkan pukulan yang telak ke arah orang lain. Dan begitu besar kepuasan yang kami rasakan ketika kami melihat lawan tergeletak di atas ring. Menyenangkan! “Nomor satu. Akulah orangnya.” Tahukah Anda apa yang terjadi dengan pembentukan sikap seperti ini. Ia akan membangun naluri membunuh (killer instinct). Itu juga yang terjadi di dalam bisnis. Bisnis itu persaingan; ia berkenaan dengan naluri membunuh. Anda atau pesaing Anda yang menang, jika dia yang menang maka dia akan menyingkirkan Anda. Bisnis berurusan dengan persaingan, dengan naluri membunuh.

Bagaimana kita bisa masuk ke dalam Kerajaan Allah dengan membawa naluri dan mentalitas yang begini? Dengan membawa mentalitas ‘aku akan menjatuhkanmu supaya aku bisa bertahan’? Hidup berjalan seperti itu. Bahkan di dalam permainan kita juga melakukan hal tersebut, namun di dalam kehidupan nyata kejadiannya berlangsung dengan lebih pahit lagi. Tinggal Anda lihat hal-hal di dunia ini, silakan Anda teliti bidang yang Anda minati. Persaingan meresap ke dalam semua segi. Dua remaja berkelahi untuk memperebutkan seorang gadis. Atau bahkan tida pemuda demi seorang gadis. Atau bahkan, tiga orang gadis demi seorang pemuda. Semuanya berjalan dalam kerangka persaingan ini – masyarakat yang gemar bersaing.


Masyarakat berbeda kelas

Dan tentu saja, ujung-ujungnya adalah pembagian kelas-kelas di masyarakat. Para pemenang membentuk kelas tersendiri, kelas para pemenang. Orang-orang kaya membangun kelas mereka sendiri. Dan orang-orang miskin, entah mereka suka atau tidak, menjadi kelompok terpinggirkan. Mereka adalah kelompok kelas yang lain lagi. Kelas bawah, kelas atas, dan seluruh dunia ini terdiri dari masyarakat yang terbagi menjadi berbagai kelas.

Kaum komunis tentu saja menyadari akan adanya persoalan ini. Mereka sadar bahwa jika masyarakat terbagi menjadi berbagai kelas, maka akan segera terjadi pertentangan kelas. Dan konflik antar kelas akan muncul dalam berbagai macam persoalan. Oleh karena itu, mereka bercita-cita untuk memiliki masyarakat yang tanpa kelas. Akan tetapi kaum komunis tak pernah menghasilkan pemikir yang andal. Bahkan di masa ketika saya masih tingal di Tiongkok, di mana saya pernah hidup di bawah pemerintahan komunis selama tujuh tahun, saya segera menyadari bahwa kaum komunis tidak memiliki pemikir besar. Mereka tidak menyadari persoalan yang sebenarnya terjadi. Tentu saja, kelas-kelas itu akan menimbulkan konflik antar kelas, akan tetapi watak dunia ini, watak manusia itu sedemikian rupa sehingga Anda tidak bisa menyingkirkan persoalan itu dengan sekadar menghapuskan kelas-kelas di permukaannya saja. Anda tidak bisa berkata bahwa kelas-kelas itu sekarang sudah dihapuskan dengan semacam dekrit resmi, lalu selanjutnya akan muncul masyarakat tanpa kelas. Itu adalah hal yang mustahil. Omong kosong! Anda tidak bisa menghapuskan kelas-kelas dengan cara itu.

Anda tahu apa yang terjadi di Tiongkok dalam pemerintahan komunis? Kami dapati hal yang sama terjadi lagi. Anda akan temukan bahwa kelas-kelas itu muncul lagi. Para anggota partai Komunis itu sendiri telah menjadi kelas elit. Masuk menjadi anggota partai berarti Anda telah bergabung ke dalam kelas elit. Seorang anggota partai Komunis di China anggota dari kelas atas di sana. Ia mendapatkan hak istimewa yang bahkan sampai sekarang harus mereka akui. Mereka boleh mengendarai mobil, sementara rakyat kebanyakan diharuskan memakai sepeda. Entah Anda suka atau tidak, watak manusia itu sedemikian kompetitifnya, ia memiliki naluri persaingan di dalam dirinya. Segera saja Anda akan melihat bahwa di dalam ajaran komunisme itu sendiri terbentuk berbagai macam kelas. Anda bisa mengubah namanya, Anda tidak lagi memakai kata kelas, akan tetapi Anda tetap saja secara nyata masih memiliki kelas-kelas tersebut.


Perubahan harus bermula dari hati manusia

Hal inilah yang sedang disampaikan oleh Yesus kepada kita. Anda tidak bisa memakai kerangka berpikir yang dangkal dan mengira bahwa Anda bisa menghapuskan kelas-kelas dan juga sistem masyarakat hanya dengan cara mengubah sistem ekonominya. Ini adalah hal yang sangat bodoh dan dangkal. Di titik itulah letak kesalahan mendasar ajaran komunisme. Mereka tidak benar-benar sampai di jantung permasalahan. Yesus tahu bahwa satu-satunya jalan untuk mengubah keadaan ini adalah dengan mengubah manusia dari dalam hatinya. Percuma saja mengubah hal-hal yang ada di luar diri manusia jika hatinya tidak berubah. Anda bisa mengubah sistem ekonominya menjadi sistem sosialis, akan tetapi hal itu tidak mengubah hati mereka. Hati mereka masih sama saja. Inilah akar persoalan yang sedang diungkapkan oleh Yesus di sini.

Kita memiliki masyarakat di mana yang ‘pertama’ dan yang ‘terakhir’ dipilah dengan sangat tegas. Yang terdahulu harus menjadi yang terakhir dan yang terakhir menjadi yang terdahulu. Apakah artinya itu? Hal ini membawa kita pada poin yang ketiga.

Pertama-tama, kita telah mengetahui bahwa hal ini berkenaan dengan keselamatan. Dan kedua, kita telah melihat bahwa kata-kata tersebut menembus langsung ke inti dari watak masyarakat di dunia ini yang dikuasai dosa.


Perubahan yang bagaimana?

Yang ketiga, lewat kata-kata tersebut Yesus sedang menyampaikan suatu revolusi kepada kita. Yang terdahulu menjadi yang terakhir, yang terakhir menjadi yang terdahulu adalah ungkapan yang mudah dipahami. Anda tidak perlu menjadi seorang filsuf besar untuk bisa melihat apa yang dimaksudkan oleh Yesus. Dia sedang mengatakan bahwa harus ada suatu perubahan. Hal ini harus segera dibalik. Yesus adalah pribadi yang revolusionis, jika ingin diartikan demikian, karena revolusi berarti adanya pembalikan keadaan, suatu pemutaran. Hal yang tadinya di bawah menjadi di atas, dan yang di atas menjadi yang di bawah. Menjungkir-balikkan segala sesuatunya. Yang terakhir menjadi yang terdahulu. Yang terdahulu menjadi yang terakhir, ini adalah suatu revolusi.

Revolusi ini bukanlah revolusi eksternal sebagaimana revolusi yang kita ketahui. Kita telah mengetahui bahwa persoalan manusia, problem masyarakat berakar dari sikap hati manusia, dari cara berpikirnya, dari naluri membunuhnya, naluri bersaing untuk mengangkat diri karena segenap pandangan hidupnya berpusat pada ‘aku’ atau ‘diriku’. Orang lain ditempatkan di tempat kedua, ketiga, keempat dan kelima. ‘Aku adalah yang pertama’ demikian menurut pepatah dari Inggris, si ‘Nomor 1’ ini adalah ‘aku’ di dalam bahasa Inggris. Pemahaman dari istilah ini tidak membutuhkan penjelasan apapun.

Jadi, jika segenap jalan pikiran kita tidak berubah. Jika sikap ‘Aku adalah si nomor 1’ ini tidak berubah, maka Anda tidak akan bisa mengubah masyarakat. Mengubah masyarakat tidak bisa dilakukan dengan cara mengubah sistem ekonomi, sistem pendidikan, ataupun sistem ilmu pengetahuannya karena hal-hal tersebut tidak akan mengubah hati manusia. Harus ada sesuatu yang terjadi di dalam diri dan inilah hal yang dimaksudkan oleh Yesus dengan istilah yang terdahulu menjadi yang terakhir. Hanya dengan cara demikian, maka yang terakhir bisa menjadi yang terdahulu kembali. Dapatkah Anda memahami revolusi ini?

Menjadi seorang Krsiten tidak ada artinya jika revolusi tersebut tidak terjadi di dalam hatinya. Itulah makna kekristenan. Kekristenan adalah penjungkir-balikkan di dalam diri manusia. Dan hanya dengan cara inilah maka seluruh masyarakat bisa dijungkir-balikkan. Anda tidak bisa mengubah dunia tanpa mengubah masyarakat yang merupakan isi dari dunia ini.

Yesus masuk ke dalam akar permasalahan, bukannya ke segi ekonomi ataupun pendidikannya, melainkan langsung ke dalam hati manusia, ke dalam batin manusia. Hal yang lebih dalam dari ini tidak akan Anda temukan. Di sanalah Anda bisa menyentuh akar permasalahannya. Kalau manusianya tidak dijungkir-balikkan, kalau kita tidak berubah, maka masyarakat yang tidak adil ini tidak akan bisa dijungkir-balikkan. Itulah poin ketiga dari firman Yesus yang luar biasa ini: “Yang terakhir menjadi yang terdahulu, yang terdahulu menjadi yang terakhir.”


Bagaimana menjadi yang terakhir dan yang terakhir menjadi yang terdahulu

Ada dua pokok bahasan kecil yang perlu saya uraikan kepada Anda. Ada dua jalan di mana yang terdahulu bisa menjadi yang terakhir dan yang terakhir bisa menjadi yang terdahulu. Apakah dua macam cara itu? Yang satu adalah dari sisi manusia, dan yang satunya lagi adalah dari sisi Allah. Entah Anda sendiri yang akan memilih untuk menjadi yang terakhir, atau Allah yang akan menjadikan Anda sebagai yang terakhir. Itulah cara yang kedua.


Melalui pertobatan: Anda mengizinkan Allah mengubah Anda menjadi yang terakhir

Cara yang pertama adalah dengan menjadi seorang Kristen, di mana Anda menempatkan diri Anda di tangan Allah dan Anda merendahkan diri Anda di hadapan Allah. Itulah yang disebut dengan pertobatan menurut Alkitab. Pertobatan berarti perubahan sikap hati, kesediaan untuk menempatkan diri sendiri sebagai yang terakhir walaupun tadinya selalu menempatkan diri sebagai yang terdahulu. Itulah perubahan fundamental saat menjadi seorang Kristen. Jika Anda mengira bahwa menjadi seorang Kristen itu sekadar mengacungkan tangan dalam sebuah KKR lalu dibaptiskan sebagai seorang Krsiten, maka itu berarti Anda masih belum mengerti apa makna kekristenan. Kekristenan itu berarti adanya revolusi fundamental di dalam batin. Untuk itulah Yesus telah datang ke dunia ini, untuk membawa revolusi ini ke dalam dunia. Ini adalah suatu revolusi di dalam batin manusia. Dan revolusi ini adalah perubahan di dalam diri saya yang selalu menempatkan diri sebagai yang pertama, kemudian berubah menjadi bersedia menempatkan diri sebagai yang terakhir.

Mungkin Anda bertanya bagaimana dengan kepentingan Anda? Bagaimana dengan kesejahteraan Anda? Orang-orang tentunya akan memperlakukan Anda seperti karpet, menginjak-injak Anda karena Anda bersedia merendahkan diri Anda. Itulah yang dimaksudkan sebagai iman di dalam Alkitab. Apakah makna iman itu? Iman berarti Anda percaya bahwa Allah akan menegakkan keadilan bagi diri Anda. Jika Anda tidak mempercayakan Allah untuk menegakkan keadilan bagi Anda, sia-sia saja Anda berbicara tentang iman. Iman menurut Alkitab adalah memiliki keyakinan di mana Anda merendahkan diri Anda, merendahkan diri di dalam pertobatan di hadapan Allah atas dosa-dosa Anda, dan Anda bersedia membiarkan Allah untuk mengurusi kepentingan Anda. Itulah iman. Dan hal itu menuntut banyak keyakinan.

Artinya, Anda bersedia untuk bersikap jujur sekalipun akan banyak orang yang menjadi marah. Mungkin Anda akan berkata, “Wah, aku memakai aturan main yang berbeda. Mereka bermain melawan aturan, sedangkan aku bermain mengikuti aturan. Aku pasti akan kalah.” Itu adalah hal yang sangat mengusik banyak pengusaha. Para pengusaha Kristen sangat kesulitan di titik ini. Sangatlah sulit menjadi seorang pengusaha Kristen karena orang lain berbisnis tanpa mengikuti aturan sementara Anda bermain mengikuti aturan. Tentu saja, jika mereka bermain curang, tampaknya Anda akan kalah. Di sanalah iman Anda ditantang, yakni saat iman itu sudah menyentuh dompet Anda.

Seperti orang muda yang kaya ini, ketika iman mulai menyentuh uangnya, dia menjadi ketakutan. Selama Anda hanya diminta untuk datang tiga kali seminggu, Anda tidak takut untuk melakukannya. Akan tetapi jika urusan menjadi seorang Kristen sudah mulai melibatkan pengorbanan uang akibat harus bermain mengikuti aturan, Anda lalu mulai ketakutan. Di sini Anda perlu percaya bahwa Allah akan memelihara Anda walaupun Anda bermain mengikuti aturan dan mereka bermain curang. Hal itu memerlukan iman, bukankah demikian? Harus Anda akui bahwa hal itu membutuhkan iman. Itulah iman, iman kepada Allah. Jika tidak, jika Anda tidak memiliki iman kepada Allah, maka Anda akan ikut bermain curang. Anda akan berkata bahwa orang lain melakukan hal tersebut, jadi Anda akan melakukan hal yang sama juga.

Di dalam segala bidang, Anda akan mendapati bahwa begitu Anda merendahkan diri Anda, begitu Anda bersedia menjadi yang terakhir, maka Anda akan bergantung kepada iman untuk bisa menjalankannya. Tanpa iman, hal tersebut tak akan bisa terlaksana. Anda harus memiliki keyakinan yang nyata pada Allah yang hidup. Jika Anda tidak memiliki keyakinan yang nyata pada Allah yang hidup, maka Anda tidak akan bisa menjalankannya. Dan jika Anda tidak bisa menjalankannya, maka tepatlah hal yang dikatakan oleh Yesus, “Bagi manusia, hal itu mustahil,” manusia tidak akan bisa menjalankannya; hal ini bertentangan dengan kodrat manusia.

Kita semua dibentuk untuk menjadi kompetitif, dan menjadi ahli untuk mengerjakan apa yang kita lakukan. Saya menjadi ahli dalam segala hal yang saya kerjakan pada masa muda saya. Dan saya saat itu bangga akan prestasi saya. Dalam hal bela diri, saya bangga akan pencapaian saya saat itu. Dalam hal permainan, saya juga ahli dalam hal tersebut. Dalam bidang pendidikan, saya juga berusaha untuk menjadi ahlinya. Kita semua dibesarkan dengan naluri mengejar kemenangan, dengan mengejar kemenangan entah dengan cara yang curang ataupun lewat jalan yang resmi. Seringkali, kita berharap untuk bisa menang lewat jalur resmi, setidaknya hal itu bisa membuat kita merasa bangga: Aku telah bermain dengan jujur dan aku menang.


Sikap hati orang Kristen: saya menang jika saya bisa menolong orang lain untuk menjadi lebih baik

Yesus berkata bahwa semua sikap hati yang semacam ini harus diubah dalam arti bahwa saya tidak boleh berusaha untuk menjatuhkan orang lain, melainkan saya akan menang jika saya menolong orang lain bisa menang. Kita tidak bisa memahami hal itu. Apa? Saya menang jika saya menolong orang lain untuk bisa menang? Saya tentunya akan kalah kalau orang lain menang. Ini hal yang sulit untuk kita pikirkan, bukankah begitu? Kita harus memiliki sikap hidup yang baru sepenuhnya, suatu masyarakat yang baru yang dibangun berdasarkan prinsip membantu orang lain untuk mengejar kesempurnaan. Dengan jalan membantu orang lain maka kita bisa mengejar kesempurnaan bersama-sama, bukannya mengejar kemenangan sendiri dan mengalahkan semua yang lain. Kita harus melangkah maju bersama-sama.

Saya sendiri sebagai contohnya. Lihatlah bidang pekerjaan yang saya jalani. Saya bisa memilih berbagai cara untuk menjadi seorang penginjil. Saya bisa mengejar keahlian dalam bidang eksegesis dan eksposisi, dalam cara pemberitaan Injil yang tidak bisa dilampaui oleh orang lain, entah di masa kini atau dalam peridode manapun. Saya bisa saja merahasiakan pokok-pokok eksegesis ini. Saya akan menjadi seorang penginjil dan ekseget yang terbaik sepanjang zaman. Jika saya bertindak seperti ini, maka saya sedang berlaku di dalam naluri ‘mengutamakan diri sendiri’. Saya tidak akan memberitahu Anda bagaimana cara saya bisa sampai pada pemahaman semacam ini. Saya hanya akan memberitahu Anda apa hasilnya akan tetapi tidak memberitahu bagaimana cara supaya bisa sampai ke sana. Saya akan mendaftarkan hak paten untuk penemuan-penemuan saya sehingga orang lain tidak bisa mencuri hasil penemuan saya. Saya akan menjadi yang terbesar, yang terbaik, dan tak ada orang yang bisa menyaingi saya. Saya akan masuk ke dalam pemikiran yang duniawi jika saya memakai cara berpikir seperti ini.

Lalu bagaimana dengan cara yang kedua? Cara yang lainnya adalah sebagai berikut: Setelah sampai pada suatu standar, maka saya akan berusaha membangun suatu angkatan yang bergerak menuju standar tersebut, dan mungkin bisa melampaui standar tersebut. Saya akan membangun satu generasi yang bisa menguraikan Firman Allah kepada masyarakat di masa-masa mendatang. Menurut Anda, mana yang lebih baik?

Jika Anda adalah seorang insinyur elektronika, atau mungkin seorang penemu, mana yang akan Anda lakukan? Apakah Anda akan berusaha menjadi penemu yang terbaik? Atau Anda akan mengajar orang lain untuk bisa melakukan hal yang sama supaya seluruh dunia bisa mendapatkan manfaat dari angkatan orang-orang yang memiliki keahlian sama seperti Anda? Seperti itulah perbedaan sikap hatinya.

Akan tetapi, sebagaimana yang kita ketahui, di kalangan masyarakat China, kita biasanya menjaga suatu rahasia hanya di dalam lingkaran orang-orang tertentu saja. Seringkali, rahasia itu kemudian hilang lenyap, entah itu rahasia teknik pembedahan, rahasia bidang kedokteran, atau rahasia dalam berbagai bidang. China memiliki begitu banyak rahasia yang hilang akibat watak kompetitif ini. Kita tidak mau orang lain tahu sesuatu hal. Hanya saya dan kelompok saya saja yang boleh tahu, lalu kita menjaga rapat-rapat rahasia itu.


Apakah Anda bersedia berkorban?

Demikianlah, menjadi seorang Kristen menurut poin yang ketiga ini menuntut adanya perubahan sikap hati yang total dan sepenuhnya. Kita harus membiarkan Allah mengubah sikap hati kita, sehingga bukan sekadar ‘aku yang utama’ melainkan kiranya Allah berkenan menjadikan orang lain sama baiknya dan mungkin juga menjadi lebih baik daripada saya. Kiranya kita bisa membangun semua orang untuk mencapai standar yang tinggi ini dan bukan sekdar memiliki satu orang yang berada di standar yang tinggi itu!

Akan tetapi hal itu menuntut pengorbanan. Kesediaan untuk mengizinkan orang lain mencapai standar Anda, dan bahkan mungkin melampaui Anda. Bersedia membiarkan mereka menikmati apa yang Anda miliki, bersedia membawa orang lain menuju standar kesempurnaan. Apakah Anda bersedia melakukan hal itu? Itulah persoalannya. Jika Anda berwatak kompetitif, maka Anda tidak akan mau melakukannya. Anda tidak akan mau melakukannya karena hal itu akan berarti bahwa posisi Anda akan semakin ke bawah. Akan tetapi sikap hati semacam inilah yang harus kita kejar: diubahkan sepenuhnya.

Sekarang kita tahu bahwa ‘yang terdahulu’ itu berarti yang terbesar, berarti yang terkuat, berarti yang paling berhasil. ‘Yang terakhir’ itu berarti yang gagal, yang miskin, dan miskin ini dipandang sebagai lambang kegagalan di dunia ini. Mereka adalah orang-orang yang gagal. Ada orang yang kaya; mereka adalah orang-orang yang mendapat kedudukan tinggi. Itulah sebabnya mengapa mereka menjadi yang terdahulu. Orang-orang miskin adalah orang yang tidak punya kedudukan. Mereka adalah orang-orang yang terakhir. Akan tetapi Yesus ingin mengubah semua ini. Kita melihat bahwa harus ada perubahan mendasar di dalam sikap hati kita.


Atau, penghakiman Allah akan menjadikan Anda yang terakhir

Hal inilah yang dikatakan akan terjadi pada kita oleh Yesus: Kita akan berubah melalui pertobatan kita, atau – yang kedua – Allah akan mengubah segala sesuatu melalui penghakiman-Nya. Dia akan meluruskan segala sesuatunya. Allah adalah Allah yang menghakimi, yang maha adil. Ada dua tempat di dalam Kitab Suci yang memberikan gambaran ini.

Yang pertama terdapat di Kisah 17:6, di mana para rasul disebut mengacaukan seluruh dunia. Sungguh revolusioner ajaran tersebut, demikian drastis perubahan yang terjadi di dalam hidup Anda ketika Yesus masuk ke dalam hidup Anda, tak ada revolusi yang sebesar itu. Anda tahu bahwa segala sesuatunya telah berubah di dalam hidup Anda. Apakah Anda bersedia membiarkan Yesus mengubah hidup Anda?

Bersediakah Anda mengubah sikap hati terhadap orang lain dan terhadap Allah; atau Anda tetap berpegang pada sikap hati ‘si nomor 1’, sikap hati yang berkata ‘Aku yang pertama’ sampai pada titik di mana Allah menjadi yang nomor 2, atau mungkin nomor 3. Seperti manusia duniawi di zaman sekarang ini. Allah tidak mempunya tempat di dalam hidupnya. Dirinya sendirilah yang menjadi si nomor 1. Dan jikalau Allah diberi tempat di dalam hidupnya, itu karena dia memandang Allah berguna buatnya. Dia bahkan mau memanfaatkan Allah. Dan jika Allah tidak mengerjakan apa yang dia inginkan, maka dia akan berkata, “Allah tidak berguna. Aku tidak mau berurusan lagi dengan Allah karena aku sudah berdoa, tetapi Allah tidak menjawab doaku.” Dengan kata lain, “Kalau Allah melayaniku, maka aku mau menaruh uang di kotak persembahan. Aku akan datang ke gereja. Kalau Allah tidak melayaniku, maka aku tidak ada urusan dengan Allah.” Anda bisa lihat bahwa dengan sikap hati semacam ini, yang berkata ‘aku yang pertama’, maka Anda tidak akan bisa menjadi Kristen. Anda tidak mungkin bisa menjadi Kristen karena bahkan Allah Anda jadikan nomor 2.

Perhatikan saja cara hidup Anda. Apakah Allah ada di dalam hidup Anda? Sepertinya tidak. Ketika Anda sedang memikirkan tentang rencana perkembangan karir Anda, apakah Allah memegang peranan di sana? Tidak. Sebagai seorang non-Kristen, sebagai orang yang mementingkan diri sendiri, satu-satunya peranan Allah di dalam hidup Anda adalah seperti yang baru saja saya sampaikan, “kalau Allah memberkatiku, dan Allah menolongku mencapai sukses, maka aku akan mengingat Allah. Kalau Allah tidak memberiku sukses, maka aku tidak ada waktu buat Allah.”

Dengan pandangan hidup semacam ini, apakah Anda akan berpikir bisa menjadi seorang Kristen? Allah tidak ada waktu buat Anda. Izinkan saya menyampaikannya dengan ungkapan yang lugas seperti itu. Jika Anda berpikir dalam kerangka seperti itu, jika Anda mengutamakan diri sendiri dan tidak mau mengubah pikiran Anda supaya Anda menjadi yang terakhir dan Allah menjadi yang terdahulu, maka Allah tidak ada waktu buat Anda. Anda boleh saja berbicara tentang hidup yang kekal, Anda boleh berharap memiliki hidup yang kekal akan tetapi hal itu akan sia-sia saja.

Perubahan revolusioner yang bisa Anda buat adalah: Tempatkanlah diri Anda sebagai yang terakhir, dan yang lebih penting lagi adalah tempatkan Allah sebagai yang terdahulu. Dengan demikian terjadi suatu perubahan di dalam diri Anda. Sebelumnya Anda menjadi si nomor 1 dan orang lain menjadi yang terakhir, sekarang Anda menjadi yang terakhir dan Allah menjadi yang pertama. Itulah makna menjadi seorang Kristen. Itulah arti Kristen.

Akan tetapi jika Anda tidak melakukan hal ini, maka datanglah hal yang kedua: Allah akan menjungkirbalikkan hidup Anda pada hari Penghakiman. Dunia ini milik Allah. Entah Anda suka atau tidak, dunia ini milik Allah. Allah tidak mau memiliki dunia yang dipenuhi oleh orang-orang dengan naluri persaingan. Dia tidak mau memiliki dunia yang semacam ini. Dia akan berkata, “Kamu akan berubah atau Aku akan mengubahmu dan menjungkir-balikkan hidupmu pada hari Penghakiman.”

Ilustrasi yang kedua terdapat di 2 Raja-raja 21:13 di mana Allah akan menjungkir-balikkan hidup Anda pada hari Penghakiman. Ini adalah ayat yang sangat menarik di mana sang nabi berkata kepada Yerusalem bahwa karena mereka mementingkan diri sendiri, dan menempatkan Allah sebagai yang terakhir, maka Allah akan bertindak terhadap Yerusalem, yakni orang-orang yang sangat religius di Yerusalem. Yerusalem melambangkan orang-orang yang sangat religius. Jangan berpikir bahwa karena Anda adalah orang yang religius maka Anda akan selamat. Anda tidak akan selamat sebelum terjadi revolusi di dalam diri Anda. Agama Anda tidak akan menyelamatkan diri Anda. Pahami hal ini dengan baik. Allah tidak peduli dengan agama Anda. Dia melihat langsung kepada sikap hati Anda. Dan apa yang akan diperbuat oleh Allah, jika Anda adalah orang religius seperti penduduk Yerusalem saat itu, maka Dia akan berkata kepada Anda,

“Aku akan menghapuskan Yerusalem seperti orang menghapus pinggan, yakni habis dihapus, dibalikkan pula menungging.”

Itulah hal yang akan Dia perbuat. Dia akan menghapuskan Anda.

Jadi akan ada dua jalan yang bisa Anda tempuh: entah Anda sendiri yang merendahkan diri atau Allah yang akan merendahkan Anda pada hari Penghakiman. Perbedaannya adalah, jika Anda sendiri yang merendahkan diri, maka Anda akan diselamatkan. Jika hal itu terjadi pada hari Penghakiman, maka Anda akan dihapuskan.


Apakah Anda akan merendahkan diri Anda dan memohon Allah untuk  menjadi yang utama di dalam hidup Anda?

Itulah pokok mendalam yang sedang disampaikan oleh Yesus kepada kita. Saya harap Anda mengerti, ini adalah pokok yang paling penting. Saya berusaha untuk mengambarkannya kepada Anda, yakni kedalaman dan kuasa dari firman Tuhan. Di dalam firman tersebut, Yesus bukan sekadar mengungkapkan apa yang menjadi penyakit utama di tengah masyarakat tempat kita tinggal di dunia ini, tetapi dia juga menunjukkan kepada kita tentang apa peran kita dalam meluruskan persoalan ini, bahwa kita bisa berbuat sesuatu untuk itu. Kita bisa mengambil langkah iman, merendahkan diri kita. Kita jungkir-balikkan hidup kita, kalau kita bersedia melakukannya, maka Allah akan melakukan yang selebihnya.

Allah akan mengubah kita jika kita berkata, “Tuhan, aku merendahkan diriku di hadapan-Mu dan Engkau menjadi yang pertama di dalam hidupku. Ampuni aku yang telah memperlakukan-Mu sebagai alat di masa laluku. Ampuni aku yang dulu selalu berkata, ‘Tuhan, aku akan memberi persembahan kalau Engkau memberkatiku.’ Ampuni aku yang telah memperlakukan-Mu sebagai pelayan dan bukannya sebagai tuan. Sekarang Engkau menjadi yang utama di dalam hidupku dan aku akan menjadi hamba. Aku akan menjadi yang paling rendah.” Dan disana akan terjadi revolusi. Saat Anda mengucapkan hal tersebut, Kuasa Allah masuk ke dalam diri Anda dan mengubah Anda. Itulah hal yang disebut sebagai ‘transformasi’, itulah hal yang disebut ‘lahir kembali’, atau ‘lahir baru’, terserah istilah mana yang Anda sukai. Jika Anda tidak melakukan hal ini, maka Penghakiman Allah akan datang pada saatnya. Dia akan membongkar semuanya. Dia akan menurunkan yang tinggi dan mengangkat yang rendah. Akan turun keadilan atas dunia ini. Anda harus yakin akan hal ini.


Yesus adalah yang utama akan tetapi dia memilih menjadi yang terakhir

Selanjutnya, dan ini menjadi pokok yang indah tentang kedatangan Yesus ke bumi. Yesus bukan sekadar menyampaikan hal ini sebagai Pengajar terbesar sepanjang masa, akan tetapi dia juga memperlihatkan hal itu di dalam kehidupannya. Kebanyakan dari kita lebih pandai bicara daripada menjalankan, akan tetapi hal itu tidak terjadi pada Yesus. Para ahli filsafat tahu apa yang harus dibicarakan, akan tetapi apakah omongan mereka itu tercermin dalam kehidupan mereka? Yesus bukan sekadar menyatakan kebenaran, Dia juga menjalankan hal itu di dalam kehidupannya 

Dan uraian ini membawa kita masuk ke dalam poin yang keempat yang akan saya sampaikan mengenai istilah ‘yang terdahulu’ dan ‘yang terakhir’. Apa yang Yesus lakukan? Dia yang tertinggi, dia yang pertama tapi menjadi yang terakhir. Itulah hal yang disampaikan di dalam Filipi pasal 2, supaya kita yang terakhir ini ditinggikan ke dalam hidup dalam dirinya. Kita bisa lihat di dalam Filipi pasal 2 bahwa Yesus adalah Tuan dari segala Tuan yang meskipun dalam rupa Allah, tidak menganggap bahwa menjadi setara dengan Allah adalah sesuatu yang harus dirampas. Yesus merendahkan dirinya. Di sepanjang hidupnya, dia tidak mengejar kemuliaan dan kesempurnaan sendiri. Bahkan ketika orang banyak ingin menjadikan dia sebagai raja, dia menolaknya. Dia tidak menghendaki kedudukan raja. Dia puas dengan jalan yang menurun, yang menurun sampai bahkan ke kayu salib dan menyerahkan nyawanya di sana. Lebih rendah dari itu tidak akan bisa Anda lakukan. Lebih terakhir dari yang satu itu tidak akan bisa Anda lakukan. Dari yang pertama menjadi yang terakhir, itulah Yesus. Sehingga Allah sedemikian meninggikan Yesus, seperti yang dikatakan oleh rasul Paulus, dari yang terakhir menjadi yang terdahulu. “Allah memberi Dia nama di atas segala nama!” (Filipi 2:9-11)

Saya akan bacakan kepada Anda sebuah kartu yang saya terima, yang mengungkapkan tentang hal ini: tentang bagaimana dia yang adalah yang pertama menjadi yang terakhir. Dan kartu yang saya terima ini berjudul “One Solitary Life (Hidup Yang Soliter)”, dan bersamaan dengan itu kita akan tutup pembahasan ini:

 “Yesus dilahirkan di sebuah desa kecil, anak dari seorang perempuan tani. Dia bertumbuh di desa kecil lainnya, di mana Yesus bekerja sebagai seorang tukang kayu sampai dengan usia 30 tahun. Lalu, selama 3 tahun dia menjadi seorang pengajar keliling. Dia tidak pernah menulis buku. Dia tidak pernah memiliki kantor. Dia tidak berkeluarga. Dia tidak mengikuti pendidikan tinggi. Dia tidak pernah mengunjungi satupun kota besar di dunia. Dia tidak pernah bepergian lebih dari 200 mil dari tempat kelahirannya. Dia tidak mengerjakan hal-hal yang bisa dipandang sebagai tindakan orang besar. Dia tidak punya latar belakang hebat, tidak punya gelar, tidak punya ijazah.

Dia baru berusia 33 tahun ketika arus pendapat umum menentangnya. Teman-temannya melarikan diri. Dia diserahkan ke tangan musuh-musuhnya dan menjalani pengadilan yang berisi penghinaan. Dia dipaku ke kayu salib bersama dengan dua orang penjahat. Dalam saat-saat menjelang kematiannya, para eksekutornya membuang undi untuk mendapatkan jubahnya.

Saat
dia mati, dia dikuburkan di dalam kubur pinjaman atas belas kasihan seorang teman.

Sembilan belas abad telah berlalu, dan sekarang ini, dia menjadi figur pusat dari umat manusia dan pemimpin dari perkembangan umat manusia.

Semua bala tentara yang berbaris ke medan perang, semua kapal yang berlayar, semua raja yang pernah memimpin, jika disatukan, tak ada yang memiliki pengaruh sebesar pengaruh dari satu orang ini.”

Inilah poin kelima yang ingin saya sampaikan kepada Anda. Terdapat kuasa dari hidup yang beralih dari yang terdahulu menjadi yang terakhir, yang bersedia untuk diubah. Tahukah Anda kuasa apa yang ada di dalam hidup itu? Tak terbayangkan! Betapa nyata jika Anda lihat di dalam sejarah – bahwa semua armada laut, termasuk kapal-kapal perang dengan peralatan elektrnik yang hebat di zaman sekarang ini, semua pesawat terbang berikut peralatan canggih mereka, semua satelit yang ada di angkasa, semua raja dan penguasa besar yang pernah hidup – semuanya itu hanya menjadi isi sejarah yang pengaruhnya tidak sebesar satu pribadi yang tidak memiliki gelar, yang tidak memiliki kedudukan resmi, yang tidak memiliki harta, yang tidak memiliki apa-apa. Itulah keajaiban dari pribadi ini! Itu semua karena dia tahu satu hal: hidupnya mengungkapkan kuasa Yahweh. Dan kuasa Yahweh terwujudkan di dalam hidup yang bersedia untuk dijungkir-balikkan, yang beralih dari yang terdahulu menjadi yang terakhir.

Suatu saat, ketika Anda menjalaninya, Anda akan melihat kuasa yang luar biasa dari hidup itu.

 

Berikan Komentar Anda: