Ev. Xin Lan | Yusuf (1) |
Tokoh Alkitab yang kita lihat hari ini adalah Yusuf, anak dari Yakub. Yusuf bukanlah seorang yang biasa. Yakub mempunyai 12 anak dan Yusuf adalah anak ke-11, tetapi Yusuf mewarisi hak anak sulung. Dia mendapat dua bagian dari warisan. Keturunan Yusuf menduduki dua suku di antara 12 suku Israel.
Yusuf mempunyai pengalaman luar biasa yang berbeda dari kebanyakan orang. Dia mengalami posisi paling rendah dan juga diangkat ke posisi yang paling tinggi. Dari seorang yang terpuruk, seorang budak dan tahanan, Yusuf ditinggikan ke posisi yang paling tinggi, menjadi perdana menteri Mesir yang merupakan negeri terkuat di dunia pada masa itu. Dia menjadi orang yang paling tinggi posisinya di seluruh Mesir, berada hanya di bawah Firaun. “Keberuntungannya” berubah total setelah penderitaan. Allah memakai dia untuk menyelamatkan leluhur Israel. Sejak dari waktu itu, keluarga Yusuf menjadi suku Israel.
Begitu banyak catatan tentang Yusuf di dalam Alkitab. Pokok utama dari Kejadian pasal 37 sampai 50 adalah tentang Yusuf. Melihat pada keseluruhan hidup Yusuf, kita dapat membaginya dalam empat tahap. Tahap pertama: di Kanaan, Yusuf hidup seperti pangeran di bawah perlindungan ayahnya. Tahap kedua: dia menjadi seorang budak, budak bagi satu keluarga di Mesir. Tahap ketiga: dia dipenjara dan menjadi tahanan. Tahap keempat: dia ditinggikan ke tempat yang paling tinggi sebagai perdana menteri Mesir dan dihormati serta dikenal semua rakyat Mesir dan juga rakyat negara lain di sekitar itu.
Yusuf, Anak Kesayangan Yakub
Kejadian pasal 30 mencatat kelahiran Yusuf. Yakub mempunyai dua istri dan dua selir. Dia paling mencintai Rahel. Namun, Rahel, istri kesayangannya mandul. Setelah tiga dari istri lainnya melahirkan 10 anak, Allah bermurah hati kepada Rahel dan lahirlah Yusuf. Namanya berarti “lebih” karena Rahel ingin Allah memberkatinya dengan lebih banyak anak. Allah menambahkan satu lagi anak bagi Rahel, yaitu Benyamin. Pada saat melahirkan Benyamin, Rahel meninggal.
Yakub mendapatkan Yusuf pada usia tuanya. Dia adalah anak sulung dari istri yang dicintainya dan Yakub menyayangi Yusuf, lebih daripada anak-anak yang lain. Dia membuatkan jubah yang berwarna-warna untuk Yusuf. Pakaian pada zaman itu tidaklah seperti pakaian zaman sekarang, yang kainnya lembut dan berwarna-warna. Pada waktu itu, warna kain sangat membosankan dan terbuat dari bahan yang kasar. Orang memakai pakaian dari bahan yang kasar, yang cocok untuk dipakai saat bekerja di ladang atau saat menggembala ternak. Namun, Yakub membuatkan Yusuf jubah yang dari kain yang berwarna-warna yang panjangnya menutupi mata kakinya. Jubah seperti ini hanya dipakai oleh orang kaya dan para pangeran yang hidup sangat mewah dan tidak perlu bekerja. Dari sini kita melihat posisi Yusuf sebagai anak yang paling disayangi di dalam keluarga. Saudara Yusuf yang lain harus keluar menggembalakan domba dan ternak sepanjang hari. Mereka menggunakan pakaian yang kasar dan berdebu. Jadi, tidaklah mengherankan kalau saudara-saudara Yusuf menjadi iri kepadanya.
Yusuf dibenci Saudara-saudaranya
Saudara-saudaranya pergi bersama menggembalakan kambing domba dan Yusuf diutus oleh Yakub untuk memantau saudara-saudaranya. Lalu, Yusuf akan melaporkan kelakuan-kelakuan buruk saudara-saudaranya kepada ayahnya. Hal ini membuat mereka sangat marah terhadap Yusuf. Ditambah lagi Yakub membuatkan jubah yang istimewa dan berwarna-warna untuk Yusuf. Hal itu semakin memicu amarah saudara-saudaranya dan mereka makin iri kepadanya. Kebencian mereka terhadap Yusuf semakin memuncak. Mereka tidak lagi menyapanya dengan ramah. Bisa jadi, mereka juga tidak mau berbicara kepadanya. Sekalipun, mereka berbicara kepadanya, kata-kata mereka tidak lagi bersahabat.
Di mata saudara-saudaranya, Yusuf adalah seseorang yang menjengkelkan. Bukan hanya itu, Yusuf juga bermimpi dan isi mimpinya membuat saudara-saudaranya semakin marah. Yusuf mengalami dua mimpi yang dia ceritakan kepada ayahnya dan saudara-saudaranya. Katanya,
“Aku bermimpi. Kita semua bekerja di ladang, mengikat berkas-berkas gandum. Kemudian, berkasku berdiri tegak sementara semua berkasmu mengelilingi berkasku dan sujud menyembahnya.”
Lalu, dia juga menceritakan mimpinya yang kedua:
“Aku bermimpi lagi. Aku melihat matahari, bulan, dan 11 bintang sujud kepadaku.”
Yakub mengecam dia dan berkata kepadanya:
“Mimpi apa ini? Apakah kamu percaya bahwa ibumu, saudara-saudaramu, dan aku akan sujud kepadamu?”
Sekalipun Yakub menegur Yusuf, tetapi Yakub menyimpan isi mimpi itu di dalam hatinya.
Saudara-saudaranya berkata pula kepadanya:
“Apakah kamu benar-benar berpikir bahwa kamu akan memerintah dan berkuasa atas kami?”
Jadi, makin benci dan irilah mereka kepada Yusuf karena mimpi dan karena perkataannya itu.
Kemudian, pada suatu hari saudara-saudara Yusuf pergi memberi makan kambing domba ayah mereka di Sikhem. Saat itu Yakub tinggal di Hebron, Kanaan. Sekitar 100 km dari Sikhem. Yakub berkata kepada Yusuf,
“Pergilah ke Sikhem. Saudara-saudaramu ada di sana bersama dombaku. Pergi dan lihatlah apakah saudara-saudaramu selamat. Datanglah kembali dan katakan kepadaku apakah dombaku semuanya baik.”
Yusuf pun sampailah ke Sikhem. Namun, dia tidak menemukan mereka. Bertemulah ia dengan seorang laki-laki, yang bertanya kepadanya: “Apa yang kaucari?”
“Aku mencari saudara-saudaraku. Dapatkah kamu mengatakan kepadaku di mana mereka menggembalakan domba-domba mereka?”
Lalu kata orang itu:
“Mereka telah meninggalkan tempat ini. Aku mendengar mereka berkata, ‘Mari kita pergi ke Dotan.’”
Yusuf Menjadi Korban Kejahatan Saudara-saudaranya
Maka Yusuf menyusul saudara-saudaranya itu dan didapatinyalah mereka di Dotan. Walaupun letih dan lelah menempuh perjalanan jauh, Yusuf dengan senang mendekati saudara-saudaranya. Namun, Yusuf tidak tahu bahwa dia sedang menuju mulut maut. Ketika saudara-saudaranya melihat dia dari kejauhan, bahkan sebelum ia datang mendekat, mereka telah bermufakat untuk membunuh dia. Mungkin sudah lama mereka ingin mencelakakan dia, tetapi tidak ada kesempatan. Lalu sekarang kesempatan sudah tiba, mereka berkata,
“Lihatlah, si tukang mimpi itu datang. Kita harus membunuhnya sekarang selagi kita bisa. Kita dapat membuang tubuhnya ke dalam salah satu sumur kosong dan mengatakan kepada ayah kita bahwa seekor binatang buas membunuhnya. Dan, kita akan menunjukkan kepadanya bahwa mimpinya sia-sia.”
Ruben, anak sulung Yakub, mendengar hal ini. Ia ingin melepaskan Yusuf dari tangan mereka, dan membawanya kembali kepada ayahnya. Dia berkata, “Jangan kita bunuh dia. Kita dapat memasukkannya ke dalam sumur tanpa menyakitinya.”
Yusuf akhirnya bertemu dengan saudara-saudaranya. Mungkin dia hanya ingin memeluk saudara-saudaranya dan berkata, “Ah, akhirnya aku menemukan kalian.” Namun, apa yang menunggunya adalah wajah-wajah yang ganas, mereka menangkap Yusuf, dan dengan kasar menanggalkan jubahnya yang indah itu. Mereka melemparkannya ke dalam sumur yang tidak berair. Semua ini sama sekali di luar dugaan Yusuf. Tak terbayangkan olehnya bahwa saudaranya sendiri akan memperlakukan dia seperti itu. Mungkin pada awalnya dia sangat marah, lalu perasaan berubah menjadi sedih dan dia memohon, “Kakak, bukankah kita bersaudara, jangan perlakukan aku seperti ini, lepaskanlah aku!”
Saudara-saudara Yusuf tidak menghiraukan permohonannya. Mereka malah duduk untuk makan. Ketika mereka mengangkat muka, kelihatanlah kepada mereka serombongan orang Ismael bersama kawanan unta-untanya yang membawa damar, balsam dan damar ladan. Rombongan ini sedang dalam perjalanan mengangkut barang-barang ke Mesir. Lalu kata Yehuda kepada saudara-saudaranya itu:
“Apa untungnya bagi kita jika kita membunuh saudara kita dan merahasiakan kematiannya? Akan lebih menguntungkan jika kita menjualnya kepada para pedagang itu. Kita juga tidak akan bersalah karena membunuh saudara kita sendiri.”
Saudara-saudaranya mendengarkan perkataan Yehuda dan mereka mengangkat Yusuf dari lubang sumur. Mungkin Yusuf berpikir bahwa kemarahan saudara-saudaranya sudah reda, dan mereka akan membebaskan dia. Tak terpikirkan oleh dia bahwa ada nasib yang lebih buruk yang menanti dia. Mereka mendorong Yusuf pada rombongan pedagang, lalu terjadilah tawar menawar tentang harga jual Yusuf. Akhirnya Yusuf dijual sebagai budak dengan harga dua puluh syikal perak. Yusuf yang masih muda pasti kaget menghadapi situasi seperti itu. Dia menangis dan memohon kepada saudara-saudaranya, “Jangan lakukan itu, tolong jangan lakukan itu!” Namun, saudara-saudaranya mengeraskan hati mereka. Akhirnya, dibawalah Yusuf oleh para pedagang itu ke Mesir.
Tentu saja, saudara-saudara Yusuf tidak memberitahu Yakub bahwa mereka telah menjual Yusuf. Mereka membunuh anak kambing, dan mencelupkan jubah Yusuf yang maha indah itu ke dalam darahnya, dan berkata kepada ayah mereka,
“Kami menemukan pakaian ini. Apakah ini milik Yusuf?”
Pastilah Yakub mengenal jubah itu. Katanya, “Ini jubah anakku; binatang buas telah memakannya; tentulah Yusuf telah dicabik-cabik! Dicabik—cabik!” Yakub mengoyakkan jubahnya, lalu mengenakan kain kabung pada pinggangnya dan berkabunglah ia berhari-hari lamanya karena anaknya itu. Sekalipun anaknya laki-laki dan perempuan berusaha menghiburkan dia, tetapi ia menolak dihiburkan, katanya: “Tidak! Aku akan berkabung, sampai aku turun mendapatkan anakku, ke dalam dunia orang mati!”
Yusuf Dijual sebagai Budak di Mesir
Yusuf dibawa ke Mesir dan dibeli oleh Potifar, seorang pegawai istana Firaun. Potifar adalah kepala para pengawal raja. Yusuf menjadi budak di rumah Potifar dan dipercayakan dengan posisi yang penting. Dia menjadi kepala rumah tangga, dan diberi tanggungjawab untuk mengatur rumah tangga Potifar.
Akan tetapi, waktu yang tenang tidak berlangsung lama bagi Yusuf. Istri Potifar yang genit menggoda Yusuf untuk berzinah dengan dia. Walaupun beberapa kali digoda, Yusuf menolak dan tidak menurut. Istri Potifar, yang tidak bisa terima penolakan dari Yusuf, membalas dengan mengadu dan memfitnah bahwa Yusuf telah menyerang dia. Atas fitnah yang kejam ini, Potifar memenjarakan Yusuf di penjara Firaun.
Ketika Yusuf keluar dari penjara, dia berumur 30 tahun. Saat dia meninggalkan Kanaan, dia berumur 17 tahun. Penderitaan Yusuf berlangsung selama 13 tahun.
Dapat kita katakan bahwa Yusuf mengalami kemalangan demi kemalangan. Pada awalnya dia dimanjakan oleh ayahnnya, hidup sangat mewah bak seorang pangeran dan tiba-tiba dia jatuh. Kejatuhannya seperti dari surga ke neraka. Ketika dia melepaskan jubahnya dan jatuh ke dalam sumur yang dalam, itu sudah suatu bencana yang tak tergambarkan. Sembilan pria kuat mengelilingi seorang Yusuf yang belia. Sama seperti seekor elang yang menangkap seekor anak ayam yang tidak berdaya. Yusuf yang dimanja dan tidak pernah bekerja berat, pasti tidak kuat menghadapi saudara-saudaranya. Kekerasan yang dialami saat dilempar ke dalam sumur pasti meninggalkan luka fisik dan juga mental yang mendalam ke atas Yusuf.
Selanjutnya, Yusuf mengalami penghinaan dijual sebagai budak. Dari seorang pangeran mendadak berubah menjadi seorang budak! Tahukah anda apa artinya menjadi seorang budak? Itu artinya anda tidak lagi diperlakukan sebagai manusia, tetapi diperlakukan lebih seperti hewan. Manusia dapat memperlakukan budak seperti binatang. Budak seringkali dipandang sebagai barang dan bukan lagi manusia. Mereka akan diperlakukan sesuka hati oleh tuannya, khususnya oleh pedagang budak. Biasanya para budak akan diikat dan yang berada di ikatan terakhir akan ditambat ke kuda atau unta. Mereka akan ditarik sepanjang jalan. Jika anda tidak kuat untuk melangkah lagi, anda akan diseret dan banyak yang mati karena tidak kuat berjalan lagi. Kadang-kadang tuan mereka akan melemparkan makanan sisa kepada binatang, dan para budak harus berebutan dengan binatang untuk bisa makan. Para budak sering tidak dikasi makan dan minum saat menempuh perjalanan jauh ke Mesir. Banyak dari antara mereka tidak tahan menanggung siksaan ini, mereka akan mati dalam perjalanan menuju tempat mereka diperdagangkan.
Dengan cara yang sama, Yusuf dibawa terhuyung-huyung ke pasar penjualan budak di Mesir. Tahukah anda bagaimana budak dijual pada waktu itu? Budak akan berdiri di deretan panggung dengan telanjang atau mungkin ditutupi selembar daun ara. Dikelilingi oleh pria dan wanita, pembeli yang tua dan muda. Mereka akan mengamat-amati dan bisa juga memeriksa tubuh budak-budak itu. Memeriksa gigi dan tangan mereka, seperti memeriksa hewan atau barang yang mau dibeli. Singkatnya, mereka tidak diperlakukan seperti manusia yang bermartabat. Jika Yusuf memang dilahirkan sebagai budak, itu lebih mudah untuk diterima. Namun, Yusuf yang hidup selama ini seperti seorang pangeran, tiba-tiba jatuh ke posisi yang begitu rendah dan terpuruk. Dapat kita bayangkan betapa besar rasa sakit dan penderitaan yang harus dia tanggung. Selain siksaan fisik, pukulan pada hati, perasaan dan mentalnya pasti sangat berat.
Setelah di Mesir, Yusuf menjadi budak di rumah Potifar. Sebelumnya dia memakai jubah yang indah, tidak perlu bekerja keras dan dilayani oleh pelayan-pelayan. Dia tunggu memberikan perintah dan ada yang akan melakukan. Situasi sekarang berbalik, dia yang harus melayani dan dicaci maki. Dia juga harus melakukan banyak pekerjaan yang hina dan kotor.
Seolah-olah itu belum cukup parah, dia dibawa ke posisi yang lebih hina lagi. Dia berakhir di penjara, terkurung dalam sebuah sel yang sempit, gelap, kotor dan jorok. Berpakaian compang camping dan penampilannya masih berantakan, itulah sebabnya ketika dia dibawa menghadap Firaun, dia harus mencukur kepala dan wajahnya dan pakaiannya harus diganti.
Penderitaan Yusuf tak terbayangkan. Dari posisi puncak, dia direndahkan dari satu tingkat ke tingkat yang lebih rendah lagi. Saat kita mengira sudah cukup rendah, ternyata, dia di bawah ke tingkat yang lebih rendah lagi.
Penderitaan Yusuf bukan karena Salahnya Sendiri
Ada yang menanggung derita karena dosa mereka sendiri. Konsekuensi penderitaan adalah karena efek dari dosa. Namun, penderitaan Yusuf sepenuhnya bukan kesalahannya. Semuanya berawal dari kecemburuan saudara-saudaranya. Mereka iri akan Yusuf, akan mimpi yang dimimpikannya. Ada orang berpikir bahwa Yusuf seharusnya tidak memamerkan mimpinya yang menyebabkan saudara-saudaranya iri. Namun, ketika kita melihat catatan Alkitab, kita tidak melihat bahwa Yusuf memamerkan dirinya. Dia bermimpi dan tentu saja dia tidak bisa tidak menceritakan mimpinya pada ayah dan saudara-saudaranya. Apakah itu salah? Apalagi dia hanyalah anak belia yang umurnya tidak jauh di atas 10 tahun. Bagaimana dia tahu seperti apa cara pikir manusia. Pada usianya yang muda, dia tidak tahu bahwa dia harus mempertimbangkan tanggapan orang terhadap apa yang dia bagikan dengan polos. Penderitaan Yusuf bukan karena kesalahannya sendiri.
Penderitaan Yusuf tidak Berakhir Sia-sia
Tentu saja, penderitaan Yusuf ini tidaklah unik karena di dalam Alkitab dan di dunia ini, bisa jadi banyak juga orang yang mengalami penderitaan yang mirip seperti ini. Banyak orang yang menderita bukan karena salah mereka sendiri. Namun, perbedaan Yusuf dengan yang lain adalah, setelah menderita dia ditinggikan. Setelah 13 tahun menderita, Allah mendadak mengangkat dia, dan Yusuf dipakai dengan luar biasa. Allah mengangkat dan memberikannya kemuliaan yang besar. Menjadikan dia perdana menteri Mesir, yang saat itu merupakan negeri yang terkuat di dunia. Sekalipun Firaun yang tertinggi, tetapi kepemimpinan sebenarnya diberikan kepada Yusuf sepenuhnya. Posisi Yusuf sama dengan Presiden Amerika sekarang. Dia tidak hanya memerintah di negerinya sendiri, tetapi juga terkenal sangat luas karena kekuatan militer Mesir. Dalam kata lain, Yusuf memperoleh keuntungan yang besar di akhir penderitaannya. Dan dipakai Allah dengan luar biasa. Inilah hal yang spesial tentang pengalaman Yusuf.
Mengapa Mata Tuhan Memandang pada Yusuf?
Lalu, kenapa Yusuf penderitaan Yusuf berhujung pada sesuatu yang menguntungkan? Apa yang membuat Yusuf berbeda dari yang lain? Di Kejadian 42:18, ketika Yusuf ditinggikan menjadi Perdana Menteri di seluruh tanah Mesir, dia berkata,
“Aku ini seorang yang takut akan Allah.”
Kita bisa melihat bahwa takut akan Allah mencirikan kehidupan Yusuf. Kalau ditanya, apa rahasia Yusuf, jawabannya adalah Yusuf takut akan Allah.
Alkitab mencatat dengan sangat sederhana seluruh perjalanan hidup Yusuf. Dimulai dari penanggalan jubahnya, didorong ke dalam sumur yang kering, dijual sebagai budak, dibawa ke Mesir dan dibeli oleh Potifar. Alkitab tidak memberitahu kita perasaan, pikiran, perkataan dan sikap Yusuf menghadapi semua itu. Namun, kita bisa melihat seperti apa Yusuf dari apa yang terjadi di rumah Potifar. Potifar mengangkat dia menjadi pengawas di rumahnya. Walaupun digoda berkali-kali, Yusuf menolak untuk berbuat zinah dengan istri Potifar. Dari sikap dan tindakannya, kita tahu dengan pasti bahwa Yusuf bersandar penuh kepada Allah. Alkitab memberitahu kita bahwa Yahweh menyertai dia. Dia mengalami godaan, ketidakadilan dan penderitaan yang amat sangat, tetapi ia tidak mengeluh terhadap Allah dan tidak kehilangan semangat untuk hidup. Banyak orang, ketika menghadapi perlakuan yang tidak adil, mereka akan sangat sulit untuk menanggungnya. Bahkan ada yang akan memilih untuk bunuh diri. Sebagian orang pula, walaupun mereka menanggung penghinaan dan rasa malu untuk bertahan hidup, tetapi yang memotivasi mereka adalah bagaimana mereka akan membalas dendam suatu hari nanti. Motivasi untuk membalas dendamlah yang memberi mereka kekuatan untuk terus bertahan.
Namun, Yusuf tidak seperti itu. Sikap hidupnya sangat proaktif dan positif. Dia tidak membiarkan dirinya menyerah tanpa harapan. Dia tidak berpikir untuk balas dendam. Dia bersandar pada Allah dan rasa takutnya pada Allah melindungi dari dari kejatuhan. Justru karena takut akan Tuhan yang dimilikinya membuat Allah menolong dia. Mazmur 33:18-19
“Lihat, mata YAHWEH terarah kepada orang-orang yang takut akan Dia, kepada orang-orang yang berharap pada kasih setia-Nya, untuk menyelamatkan jiwa mereka dari kematian, dan mempertahankan hidup mereka dalam kelaparan.
Kita lihat bahwa Allah menolong Yusuf. Jika tidak, tidak mungkin Yusuf bisa bertahan. Kejadian Yusuf ditangkap, dilempar ke dalam sumur dan dijual sebagai budak terjadi secara mendadak. Yusuf tidak ada waktu untuk mempersiapkan dirinya. Dia bisa bertahan berjalan jauh ke Mesir dalam keadaan terikat dan lemas, kita tahu bahwa jika Allah tidak menolong, sangat sulit untuk Yusuf dapat bertahan hidup.
Hidup sebagai budak di rumah Potifar, Yususf juga mengalami pertolongan Allah. Mari kita buka Kejadian 39:2-6
2 YAHWEH menolong Yusuf sehingga ia menjadi orang yang berhasil. Yusuf tinggal di rumah tuannya, orangMesir itu.
3 Potifar melihat bahwa YAHWEH menyertai Yusuf dan bahwa Ia membuat Yusuf berhasil dalam segala sesuatu yang dilakukannya.
4 Maka, Potifar pun sangat senang dengan Yusuf. Ia menjadikan Yusuf sebagai pelayan pribadinya. Ia menugaskan Yusuf untuk mengatur rumah tangganya dan memberinya kuasa atas semua yang dimilikinya.
5 Sejak Yusuf dijadikan pengawas rumah tangga Potifar, YAHWEH memberkati rumah dan segala sesuatu yang dimiliki Potifar, baik yang di rumah maupun yang di ladang. Tuhan melakukan ini karena Yusuf.
6 Potifar pun mengizinkan Yusuf bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam rumahnya. Ia tidak perlu memikirkan apa-apa lagi, kecuali soal makanan yang akan dimakannya. Yusuf itu sangat gagah dan tampan.
Dalam beberapa ayat yang singkat ini, kalimat “YAHWEH menyertai Yusuf” muncul dua kali. Kata “berhasil” muncul dua kali dan kata “memberkati” muncul dua kali. Kata “mendapat kasih” muncul sekali. Sangat jelas Allah menolong Yusuf.
Ada beberapa tingkatan untuk budak. Ketika Yusuf tiba di rumah Potifar, dia menjadi budak yang paling rendah. Budak yang baru akan ditugaskan untuk melakukan hampir semua pekerjaan yang berat dan kotor. Budak-budak yang lain juga meminta budak baru untuk melakukan ini dan itu. Namun, Allah menyertai dia. Apapun tugas yang diberikan kepadanya, Yusuf selalu menyelesaikannya dengan baik. Dengan begitu Yusuf akhirnya mendapat perhatian tuannya. Potifar mengangkat Yusus ke posisi yang menjadikan Yusuf tangan kanannya. Posisinya menjadi lebih tinggi daripada yang lain. Yusuf tidak perlu lagi melakukan semua pekerjaaan berat dan kotor di luar rumah.
Kemudian Potifar mengangkat dia menjadi pengawas, menyerahkan seluruh miliknya di bawah otoritas Yusuf. Keluarga Potifar adalah keluarga yang besar dan perlu seorang yang cakap untuk mengaturnya. Selain tuan rumah, Yusuf menjadi orang yang memiliki posisi paling tinggi. Jangan lupa, Potifar adalah kepala pengawal raja, dia merupakan seorang yang berkuasa di Mesir. Ada peribahasa Tionghua kuno: pengawas rumah perdana menteri adalah juga seorang pejabat penting di pemerintahan. Jadi, Yusuf menjadi seorang yang dihormati. Inilah impian seorang budak. Mereka berharap untuk memperoleh perkenan dan kasih tuannya. Menjadi seorang yang diberi otoritas dan kekuasaan. Namun, Yusuf tidak mencoba menyenangkan siapapun. Rahasia Yusuf adalah: takut akan Allah. Oleh karena itu, Allah menyertai dia.
Kesimpulan
Mari kita membuat satu kesimpulan di sini. Di dalam Alkitab, Yusuf bukanlah orang biasa. Dia mengalami perjalanan hidup dan pengalaman yang sangat unik. Dia ditempatkan ke posisi yang paling rendah, dan setelah itu, diangkat ke posisi yang paling puncak. Dia adalah anak kesayangan ayahnya. Namun, saudara-saudaranya iri kepadanya, mereka menjualnya sebagai budak di rumah orang Mesir. Lalu, dia menjadi orang tahanan yang hina karena dituduh ingin mencabuli majikannya. Namun, semua itu tidak menghancurkan Yusuf. Akhirnya Allah mengangkat Yusuf ke tempat yang tertinggi menjadi perdana menteri Mesir yang merupakan negeri terkuat di dunia pada masa itu. Allah juga memakai dia untuk menyelamatkan nenek moyang Israel.
Penderitaan Yusuf berakhir dengan keuntungan. Pertolongan dan penyertaan Allah tidak pernah meninggalkan dia. Apa rahasainya? Rahasianya adalah dia takut akan Allah. Allah menolong dia dalam apa pun yang dilakukannya karena dia takut akan Allah. Kita telah melihat bagaimana Allah melindungi dia dalam perjalanan ke Mesir dan di rumah Potifar. Allah menjadikannya berhasil dalam segala sesuatu yang dikerjakan tangannya dan menjadi orang kepercayaan di rumah tuannya. Kehidupan Yusuf menggambarkan bagi kita seperti apa kehidupan seorang yang takut akan Allah, dan apa yang dapat Allah kerjakan dalam hidup orang yang takut akan Dia.