SC Chuah | Covid-19 |

16  Bersukacitalah selalu! 17  Berdoalah tanpa henti-hentinya! 18  Mengucap syukurlah dalam segala hal. Sebab, itulah kehendak Allah bagimu di dalam Kristus Yesus. (1 Tesalonika 5)

Paulus dalam surat ini secara khusus memberi nasehat kepada jemaat di Tesalonika tentang bagaimana mempersiapkan diri untuk kedatangan Yesus yang kedua. Untuk mengakhiri surat ini, dia tiba-tiba memberikan tiga perintah singkat yang dirangkumnya sebagai “kehendak Allah bagimu di dalam Kristus Yesus”. Tiga perintah ini saya sebut sebagai tiga kegiatan hati yang terpancar dari wajah dan kehidupan kita. Saya sebutkannya sebagai tiga “kegiatan hati” karena ketiga hal tersebut, yaitu bersukacitalah selalu, berdoalah tanpa henti-hentinya, dan mengucap syukur dalam segala hal, merupakan hal-hal yang dapat dilakukan sambil menyetir, memasak bekerja dll, khususnya hal-hal yang sudah menjadi rutinitas seharian. 


“STANDING ORDER” JEMAAT KRISTEN

Ada orang yang menyebut tiga perintah ini sebagai “Standing Order” bagi jemaat Kristen. “Standing Order” adalah “perintah atau putusan militer yang dipertahankan terlepas dari perubahan kondisi”. “Standing Order” ialah motto yang dipertahankan apa pun yang terjadi. Sebagai contoh, seorang prajurit harus berani, disiplin dan penuh pengorbanan dalam segala situasi, khususnya dalam situasi di mana semua orang ketakutan, semua orang berantakan dan kabur menyelamatkan diri. Perintah-perintah semacam inilah yang membedakan para prajurit dari masyarakat sipil. Masa-masa damai ialah masa yang dipakai untuk memupuk dan menanam nilai-nilai ini. Dengan cara yang sama, inilah “standing order” bagi setiap pengikut Kristus yang menantikan kedatangannya.

Kita sudah membahas tentang doa, kita sudah sudah berbicara tentang mengucap syukur. Semua ini adalah kebiasaan-kebiasaan yang harus dikembangkan. Baru-baru ini saya agak terpukul mendengarkan jemaat yang sudah beribadah bertahun-tahun bersama kami, mulai menjauhkan diri dari doa dan firman karena beberapa kesilapan yang dilakukannya dalam mengambil keputusan. Inilah sifatnya Adam, yaitu manusia pada umumnya. Itu seperti orang haus yang menjauh dari sumber air. Kita tidak perlu menjadi nabi untuk meramalkan bahwa nasibnya akan makin terpuruk dari hari ke hari. Justru di masa-masa seperti inilah kita harus mendekat. Lebih sulit lagi ialah masa-masa kita berbuat dosa; inilah masanya untuk mendekat kepada sumber pengampunan.  

Pesan hari ini terfokus pada ayat 16: sukacita. Kristen tanpa sukacita, murung dan muram itu umpama prajurit penakut dan tidak disiplin. Itulah yang disebut garam yang menjadi tawar. Sukacita harus mencirikan orang Kristen sama seperti keberanian mencirikan seorang prajurit. Tentu saja ini berasumsikan bahwa masalah dosa sudah ditangani melalui pertobatan yang iklas dan perubahan arah hidup yang menyeluruh. Sukacita yang kokoh seperti ini hanya lahir dari menjalani sebuah kehidupan yang bermakna. Dengan kata lain, sukacita ilahi ini tidak dapat dipalsukan dengan aliran psikologi “senyum terus” yang terlepas dari kehidupan nyata. 

1 Tesalonika 5:16 terkenal sebagai ayat paling singkat dalam Alkitab menurut PB bahasa Yunani. Dan dua kata ini merupakan kehendak Bapa bagi kita! Kita berbicara tentang sukacita tanpa interval, yang tidak intermitan, yang tidak berselang-selang, apa pun yang terjadi. Situasi selalu berubah menjadi lebih baik, atau lebih buruk. Kitab Pengkhotbah berkata “segala sesuatu ada waktunya, ada musimnya…” Namun pada zaman PB, pada zaman Roh Kudus, ada hal-hal tertentu yang tidak ada musimnya. Dalam PB, sukacita itu tidak ada musimnya! (Flp 4:4)


KABAR BAIK TENTANG SUKACITA BESAR

Kita pantas bersukacita hanya karena ada perintah untuk bersukacita senantiasa. Itulah kehendak Bapa kita yang baik. Bapa tidak ingin melihat kita murung, muram dan depresi sedikit pun. Bukankah hal ini sendiri sebuah kabar baik gembira? Apa enaknya depresi? Apakah ada orang yang menikmati depresi? Namun anehnya banyak yang protes ketika diberitahu kehendak Bapa yang khusus ini. “Mana mungkin bersukacita senantiasa? Dari waktu ke waktu biarlah aku bersusah hati, ngambek dan depresi… wajarlah. Janganlah dipermasalahkan!” Silakan depresi, saya harap saudara menikmatinya!

Jika itu adalah kehendak Bapa, itu berarti perintah “bersukacitalah selalu” bukanlah perintah muluk yang tidak tercapai oleh kita. Kebanyakan orang Kristen cukup mengenal ayat indah di Yesaya 55:11,

…firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku, itu takkan kembali kepada-Ku dengan sia-sia, tetapi akan mengerjakan apa yang Aku maksudkan dan akan berhasil dalam apa yang Kuperintahkan kepadanya.”

Secara spesifik, menurut konteks, apa yang dikerjakan firman-Nya? Setelah firman keluar dan kembali, apa yang ditinggalkan di belakang? Sebuah umat yang bersukacita!

Kamu akan keluar dengan sukacita dan akan dihantarkan dengan damai.

Yang mendasari perintah ini adalah Injil. Injil adalah Kabar Baik. Kabar Baik tentang apa? Tentang sukacita besar! (Lukas 2:10) Siapakah yang menerima kabar baik yang wajahnya tidak berseri-seri? Siapakah yang akan menerima kabar baik dengah wajah murung? Hanya orang yang tidak mengerti kabarnya. Dan adakah kabar buruk, seburuk apa pun yang dapat membatalkan Kabar Baik Injil? Adakah kabar buruk dari dunia yang dapat meniadakan Kabar Baik dari surga? Jika memang ada, maka ternyata Kabar Baik itu tidak sebaik yang kita pikirkan!  

Sekali lagi mari kita lihat ayat-ayat Mesianik yang terkenal. Yesus mengutip dua ayat ini di dalam sebuah sinagoge untuk menjelaskan misi dan pelayanannya sebagai sang Mesias:

1 Roh Tuhan YAHWEH ada padaku karena YAHWEH telah mengurapi aku untuk memberitakan kabar baik kepada orang-orang yang tertindas. Ia telah mengutus aku untuk membalut orang yang patah hati, untuk menyatakan kebebasan kepada para tawanan, dan kelepasan kepada para tahanan, 2  untuk memberitakan tahun rahmat YAHWEH dan hari pembalasan Allah kita; …

Apakah efek dari pelayanan sang Mesias atas kita? Apakah dampak permanen dari Kabar Baik atas kita? Terjadinya sebuah pertukaran! Pertukaran apa? Pertukaran suasana hati!

… untuk menghibur semua orang yang berkabung. 3  Untuk mengaruniai mereka yang berkabung di Sion; untuk memberi mereka hiasan kepala sebagai ganti abu, minyak sukacita sebagai ganti dukacita, jubah pujian sebagai ganti semangat yang pudar

Menurut seorang hamba Tuhan itulah hutang orang Kristen kepada dunia, untuk memperlihatkan sukacita yang supernatural. Pada masa ini,  di mana terjadi kesedihan universal, frustasi universal dan bahkan kemarahan universal, kita ditempatkan secara strategis di dunia ini untuk menunjukkan kebahagiaan yang tidak berasal dari dunia ini, dan ketenangan surgawi di bawah sini. Kontak dengan Injil akan membawa sukacita besar yang supernatural.  


SUKACITA YANG SUPERNATURAL

Kita harus mengingat bahwa Paulus bukannya tidak sadar akan penderitaan jemaat Tesalonika. Jemaat Tesalonika ialah jemaat yang sedang menderita dan Paulus beberapa kali mengakui penderitaan mereka.

Kamu telah menjadi orang-orang yang meneladani kami dan Tuhan karena kamu menerima firman dalam banyak penderitaan dengan sukacita dari Roh Kudus… (1Tes 1:6, supaya lengkap, baca juga 2:14, 3:2-4)

Penderitaan umat Kristen tidak membawa pada demo, tidak menyebabkan kerusuhan dan penjarahan seperti yang kita lihat di dunia sekarang ini. Penderitaan tidak membuat mereka kesal. Sebaliknya, mereka “bersukacita sebab mereka dianggap layak menderita penghinaan demi nama-Nya” (Kis 5:41). Sukacita di tengah penderitaan, itulah ciri khusus jemaat awal yang mengherankan dunia dan menarik banyak orang kepada Kristus.

Dengan sukacita dari Roh Kudus”, sekali lagi kita lihat sifat supernatural dari sukacita itu. Kita bukan berbicara tentang sukacita yang berasal dari komedian, atau sukacita dari humor, tanpa menyangkal pentingnya humor dalam kehidupan. 1 Tesalonika 5:16 adalah singkatan dari Filipi 4:4, “Bersukacitalah selalu dalam Tuhan”. Sumber sukacita umat Kristen tidak berasal dari keluarga, istri atau suami, atau  anak-anak. Jika sumber sukacita kita berasal dari situ, maka sukacita kita akan terbatas gitu-gitu saja. Sumber sukacita juga tidak berasal dari keadaan finansial kita yang turun naik. Sumber sukacita berasal dari Tuhan, yang di hadapan-Nya ada kepenuhan sukacita, dan di tangan kanan-Nya ada kebahagiaan selama-lamanya. Sumber sukacita seorang Kristen mengalir dari takhta Allah, mengalir dari atas. Oleh karena itu Paulus menulis surat Filipi yang bertemakan sukacita dari dalam penjara. Demikian pula, nabi Habakuk, dari segi keadaan dan situasi memang tidak ada yang tersisa yang dapat membawa sukacita, tetapi dia “bersukacita dalam Tuhan”.


PEMBARUAN AKAL BUDI

Dari PB, kita belajar bahwa sukacita ialah sebuah pilihan. Setiap aspek kehidupan rohani kita berkaitan dengan pilihan, bahkan apa yang harus kita rasakan. Itu sebabnya kehidupan harus dijalani dengan sengaja, dengan tujuan. Oleh karena itu, dosa tidak terbatas hanya kepada perbuatan; tetapi perasaan tertentu bisa saja ialah perasaan dosa. Roma 7:5 berbicara tentang “sinful passions” atau “perasaan penuh dosa”. Namun perasaan kita sangat ditentukan oleh pikiran kita. Apa yang kita pikirkan itulah yang menentukan perasaan kita. Orang ketawa sendiri walaupun tidak ada yang bercanda karena humornya ada di dalam kepalanya. Orang marah sendiri walaupun tidak ada yang memprovokasi karena apa yang dipikirkannya. Orang depresi karena memikirkan hal-hal yang membuat depresi. Lebih lama kita memikirkan sesuatu, lebih lama kita terjebak dalam perasaan tertentu. Pikiran yang liar dan tidak terkontrol akan menghasilkan perasaan yang liar dan tidak terkontrol. Oleh karena itu transformasi ialah transformasi akal budi. Pertumbuhan rohani ialah pertumbuhan dalam cara berpikir. Seketika kita memahami hal ini, seketika itu kita telah menemukan kunci untuk bersukacita selalu.

Terakhir, mari kita baca Kolose 1:11-12,

… dan dikuatkan dengan segala kekuatan oleh kuasa kemuliaan-Nya untuk menanggung segala sesuatu dengan tekun dan sabar, dan mengucap syukur dengan sukacita kepada Bapa, yang melayakkan kamu untuk mendapat bagian dalam apa yang ditentukan untuk orang-orang kudus di dalam terang.

Jika kita melakukan bagian kita, Allah akan melakukan bagiannya. Perhatikan kalimat, “dikuatkan dengan segala kekuatan”. Perhatikan bentuk pasif dari kata “dikuatkan”, berarti kekuatan itu bersumber dari luar. Allah akan memberikan kekuatan supernatural untuk menanggung segala sesuatu, untuk mengucap syukur dan untuk bersukacita. Bukankah ini yang sangat kita perlukan khususnya pada musim pandemi ini?

 

Berikan Komentar Anda: