Pastor Eric Chang | Seri Keselamatan (11) |

Hari ini, saya ingin menguraikan kepada anda tentang hal “kepenuhan” atau “kesempurnaan”. Keselamatan membawa kepenuhan sehingga kita menikmati segenap kekayaan yang telah Allah sediakan bagi kita. Kehidupan Kristen berhubungan dengan kepenuhan. Kehidupan Kristen itu bukan sekedar urusan mengerjakan atau tidak mengerjakan sesuatu. Ada satu hal yang ingin saya tanyakan kepada anda dari awal khotbah ini, yaitu apakah anda menikmati kehidupan yang penuh, atau menikmati kepenuhan kehidupan Kristen?


DOA PAULUS: KITA DIPENUHI OLEH SELURUH KEPENUHAN ALLAH

Pertama-tama, saya ingin bacakan sebuah doa kepada anda, doa yang ditulis oleh rasul besar Paulus kepada jemaat di Efesus, yakni Efesus 3:14-19, untuk menunjukan kepada anda apa yang menjadi doanya bagi jemaat. Inilah yang dituliskan oleh rasul tersebut:

14  Untuk alasan inilah, aku berlutut di hadapan Bapa.
15  Dari Dialah, setiap keluarga di surga dan di bumi menerima namanya.
16  Aku berdoa supaya sesuai dengan kekayaan kemuliaan-Nya, Ia berkenan mengaruniakan kepadamu kekuatan di dalam batinmu, dengan kuasa melalui Roh-Nya,
17  sehingga Kristus berkenan tinggal di dalam hatimu melalui iman sehingga kamu berakar dan berdasar dalam kasih,
18  dan agar kamu bersama semua orang kudus dapat memahami betapa lebar, dan panjang, dan tinggi, dan dalamnya kasih Kristus.
19  Dengan demikian, kamu dapat mengenal kasih Kristus yang melampaui pengetahuan sehingga kamu dipenuhi dengan seluruh kepenuhan Allah.

Jika kita teruskan ke pasal yang berikutnya, di Efesus 4:13, kita baca sesuatu yang cukup mirip dengan hal ini, di mana Paulus sangat merindukan saat-saat:

sampai kita semua mencapai kesatuan iman dan pengetahuan akan Anak Allah, yaitu manusia dewasa, menurut ukuran tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus.

Dia berkata bahwa kita semua harus bertumbuh sampai kita mencapai kepenuhan Kristus!

Saya ingin agar anda perhatikan hal berikut: kehidupan Kristen itu bukan sekedar masalah keselamatan, bukan sekedar upaya untuk menggapai hidup dengan susah payah seperti pengemis. Kehidupan Kristen itu berarti menikmati kepenuhan! Saya rasa saya tidak akan terlalu keliru jika saya katakan bahwa sekarang ini tidak banyak orang Kristen yang menikmati kepenuhan itu. Jadi, pokok yang akan kita bahas hari ini adalah hal kepenuhan ini. Saya akan menguraikan poin sentral ini dari berbagai sudut. Saya harap anda akan mengerti, setelah khotbah ini nanti, mengenai makna dari kepenuhan itu bagi seorang Kristen, mengenai bagaimana agar kita bisa mencapai kepenuhan ini, dan mengapa kita tidak menikmati kepenuhan ini.


DOSA MENGHASILKAN KEKOSONGAN

Hal pertama yang perlu saya sampaikan kepada anda adalah: saat dosa datang ke dalam hidup seseorang, maka orang itu akan berada dalam kekosongan yang sangat hampa. Kepenuhan adalah lawan dari kekosongan. Di mana ada kekosongan, tidak akan ada kepenuhan. Di mana ada kepenuhan, tidak akan terjadi kekosongan. Apa yang diperbuat oleh dosa di dalam diri seseorang adalah membuat orang itu menjadi sangat kosong. Itulah hal pertama yang ingin saya sampaikan kepada anda. Saya yakin jika anda bukan seorang Kristen, anda akan tahu apa yang sedang saya katakan ini, yakni mengenai kehampaan dalam batin yang begitu menyiksa. Inilah perwujudan yang paling buruk dari dosa. Jika anda tidak tahu dari mana asalnya kehampaan itu, saya beritahu anda, kehampaan itu berasal dari dosa, dari realitas dosa, dari fakta bahwa anda terpisah dari Allah. Saya tidak peduli seberapa disiplin, ambisius, kaya atau miskinnya anda. Jika anda adalah orang yang peka terhadap realitas hidup, anda pasti akan merasakan kehampaan yang sangat besar di dalam batin anda.

Saya teringat pada masa remaja saya, ketika saya masih belum menjadi Kristen, kadang kala saya menangis di tempat tidur saya. Air mata mengalir di pipi saya jika saya renungkan kehampaan tersebut. Mengapa saya dilahirkan? Mengapa saya hidup di dunia ini? Jangan mengira saya menjalani hidup yang tidak layak; saya menjalani kehidupan yang sangat makmur, jika diukur dengan standar rata-rata. Saya tidak kekurangan makanan atau pun pakaian. Saya tidak mengalami kesulitan akan hal-hal tersebut, kesulitan yang lazim menimpa orang pada masa perang. Saya tidak mengalaminya. Namun, ada satu hal yang terlintas dengan sangat jelas dalam benak saya, hidup ini sangat hampa tanpa Kristus. Inilah kehampaan yang dihasilkan oleh dosa.

Ada satu lagu pop — saya tidak tahu apakah anda suka mendengarkan lagu-lagu pop di radio. Saya sendiri suka; kadang kala saya mendengarkan radio. Saya akan mencari stasiun radio yang memutar lagu-lagu pop, yang akan memberi kita gambaran yang bagus mengenai alam pikiran generasi muda saat ini, gambaran tentang apa yang sedang terjadi. Ada satu lagu pop yang berjudul “Is There All There Is?” (Hanya Ini Saja?) Saya yakin sebagian dari anda tentunya pernah mendengar lagu tersebut. Saya menyimak syair lagu ini dengan teliti. Lagu ini berkisah tentang seorang perempuan, yang ketika masih kecil rumahnya kebakaran. Dia menyaksikan dunianya hancur dilanda api. Dia membatin, “Begitu cepatnya dunia ini berlalu!” Dia melihat rumahnya, tempat tidurnya, mainannya — hal yang paling berharga bagi dia dan anak-anak seusianya — semuanya lenyap ditelan api. Seluruh isi lagu ini berkaitan dengan tema, “Hanya Ini Saja?” Hanya ini sajakah yang terdapat di dalam kehidupan? Dia menempuh kekecewaan demi kekecewaan. Dia menjalin hubungan cinta, dia memiliki pacar, dan sungguh berat rasanya mengalami kehancuran rumah tangga atau persahabatan. Kekecewaan menaruh anda dalam rasa hampa, rasa frustrasi, rasa kecewa. Demikianlah, lagu ini mempertanyakan, “Hanya ini saja?” Lalu, di bagian akhir dari lagu ini, ada orang yang berkata kepadanya, “Nah, jika seperti itu perasaanmu tentang hidup ini, mengapa tidak kamu akhiri saja hidupmu?” Dia menjawab, “Oh, tidak, tidak. Aku masih belum siap untuk masuk ke dalam kekecewaan yang terbesar, yakni maut, yang akan menelan semua ke dalam kehampaan yang terakhir.”


PERASAAN HATI GENERASI MASA KINI: KEHAMPAAN

Saat saya menyimak lagu ini, saya melihat betapa lagu ini mengungkapkan dengan tepat rasa hati generasi zaman sekarang ini — yaitu kehampaan. Akan ke manakah kita semua ini? Dosa telah menghasilkan kehampaan. Anda tidak akan bisa mengisi kehampaan ini dengan hal-hal jasmani. Anda yang pernah mencoba tentunya tahu akan hal ini. Dunia mencoba untuk menyediakan lebih banyak lagi pemikat bagi anda. Anda bisa menonton film, dan untuk sesaat anda larut dalam suasana. Pernahkah anda merasakan betapa anda masuk ke dalam keadaan yang lebih parah pada saat anda berhenti terhanyut? Pergi berpesta, memutar musik, memutarnya sekeras mungkin sehingga anda tidak bisa lagi memikirkan kehampaan anda. Ketika musik itu berhenti, kesunyian seolah menjerit ke arah anda. Sungguh mengerikan! Seperti yang telah saya katakan, saya teringat, pada satu ketika, saat saya sedang duduk di atas ranjang saya dan merenungkan hal ini, saya membatin, “Apa arti hidup ini? Bahkan keindahan juga mengolok-olokku.” Saat saya mengamati keindahan mawar, hal itu justru membuat saya semakin sedih karena saya tidak mampu memahami keindahannya. Saya menjadi semakin sedih saja ketika melihat keindahan bunga tersebut menghilang ke dalam kehampaan. Bukankah kemarin ia begitu indah? Namun sekarang, ia gundul, kering dan berantakan.

Anda tahu, saya rasa ada satu hal yang juga menimbulkan kekuatiran dalam diri banyak orang, khususnya perempuan. Hal tersebut ialah kehampaan dari menjadi layu. Pernahkah anda melihat bagaimana seorang gadis yang sangat cantik, seiring dengan berlalunya waktu, seiring dengan pertumbuhan usia, menjadi layu? Apakah anda mengamati para bintang film pada masa mudanya? Lalu, perhatikan lagi penampilannya pada masa tuanya? Anda akan berkata, “Wah, bunga ini telah layu!” “Semua semaraknya,” demikian kata Alkitab, “seperti bunga di padang. Rumput menjadi kering, bunga menjadi layu” (Yes 40:6,7). Menurut Pengkhotbah, “Kesia-siaan atas segala kesia-siaan, semua yang ada sia-sia” (Pengkhotbah 1:2; 12:8). Jika diterjemahkan dengan ungkapan lain, “Kehampaan atas segala kehampaan, segala sesuatu yang ada hampa.” Ke mana semua ini akan berujung? Saya kenal seorang wanita yang lebih takut pada penuaan daripada maut. Dia lebih suka mati lebih awal karena, setidaknya, foto terakhirnya masih terlihat menawan. Usia tua sangat menakutkan buatnya! Sungguh mengerikan jika keriput mulai muncul pada wajah anda, tak ada lagi mata yang berbinar cerah. Rambut yang tadinya tebal, berombak dan kuat, mulai menjadi botak. Semuanya hampa belaka!

Demikianlah, anda bekerja keras mengejar penghidupan yang lebih baik, anda memperoleh kekayaan! Di dalam proses mengejar kekayaan itu, apakah yang anda perbuat? Anda korbankan kesehatan anda demi mendapatkan kekayaan. Beberapa hari yang lalu, saya membaca pernyataan seorang bijak di majalah Readers’ Digest, di sana dikatakan, “Sebagian orang mengorbankan kesehatan mereka untuk memperoleh kekayaan. Ketika mereka telah mendapatkan kekayaan, mereka korbankan lagi kekayaan itu untuk memperoleh kembali kesehatan mereka.” Ungkapan ini sangat benar, bukankah begitu? Mereka habiskan tahun-tahun awal mereka untuk bekerja keras mengejar kekayaan. Ketika mereka sudah memperoleh sedikit kekayaan itu, mereka harus merelakan kekayaan mereka kepada para dokter. Akhirnya, mereka jatuh miskin lagi. Kesia-siaan, bukankah begitu? Itulah hal yang dikerjakan oleh dosa pada manusia.

Ini merupakan hal yang sangat penting untuk kita pahami. Sebenarnya, tujuan pokok dari keselamatan adalah mengisikan kepenuhan ke dalam kehampaan, ke dalam kekosongan yang menyakitkan di dalam hati kita yang selalu saja mendesak kita dengan pertanyaan, “Apa gunanya semua ini? Untuk apa aku bekerja mati-matian?” Itulah pertanyaan yang selalu menghantui saya. Saya sering dilanda oleh pertanyaan tersebut. Pada saat saya masih remaja, saya sudah menjadi orang yang sangat disiplin, menjalani hari-hari berdasarkan rencana yang teratur, bangun awal setiap hari, memusatkan perhatian pada hal-hal yang ingin dikerjakan dan bertekad untuk menyelesaikannya sesuai rencana. Namun, sekalipun saya merupakan orang yang sangat disiplin, teratur, sistematis dan bertekad kuat, pertanyaan tersebut selalu menghantui saya. Kalimat ini selalu mendesak saya, “Untuk apa semua ini?” Hidup terasa sangat sia-sia! Apa hasil dari semua ini nantinya? Jadi demikianlah, keselamatan menurut Alkitab itu berkaitan dengan pemulihan kepenuhan, mengisikan kepenuhan ke dalam kehampaan yang ada! Melalui deduksi logis yang sederhana, jika anda diselamatkan, atau sedang diselamatkan, anda semestinya menikmati kepenuhan, bukannya kehampaan. Anda semestinya sudah mulai menikmati kepenuhan tersebut.


KESELAMATAN BERKAITAN DENGAN KEPENUHAN

Saya akan tunjukkan kepada anda bahwa di dalam Alkitab, kata “kepenuhan” itu merupakan kata lain bagi keselamatan. Sebagai contoh, di Roma 11:12, kata “kepenuhan” dikaitkan dengan keselamatan Israel:

Sebab, jika pelanggaran mereka menjadi kekayaan bagi dunia, dan kegagalan mereka menjadi kekayaan bagi bangsa-bangsa bukan Yahudi, maka lebih-lebih lagi kesempurnaan mereka!

Kata yang diterjemahkan sebagai “kesempurnaan” tersebut di dalam bahasa aslinya adalah “kepenuhan”. Memang merupakan kerja yang merepotkan bagi seorang pengkhotbah yang harus selalu menjelaskan apa yang disampaikan oleh bahasa sumbernya, karena jika anda baca Alkitab terjemahan, seringkali, maknanya telah diubah dan diencerkan dalam proses penerjemahan. “Lebih-lebih lagi kepenuhan mereka!” Itulah makna kalimat aslinya. Kata “kepenuhan” di dalam ayat ini, tentunya, merupakan lawan dari keadaan mereka yang tersesat dalam pelanggaran mereka. Jadi, keselamatan itu berkaitan dengan kepenuhan! Pilihannya adalah anda memiliki kepenuhan, yaitu keselamatan, atau anda tersesat (tidak selamat). Jadi, perbedaan antara diselamatkan dan tidak diselamatkan adalah perbedaan antara kepenuhan dengan kehampaan.

Seorang Kristen seharusnya hidup di dalam kepenuhan keselamatan. Paulus sudah tentu hidup seperti itu. Di Roma 15:29 dia memberi petunjuk tentang hal ini, dan saya berharap agar lebih banyak lagi orang Kristen yang bisa berbicara seperti Paulus. Inilah hal yang disampaikan oleh Paulus, di Roma 15:29, kepada jemaat di Roma,

Aku tahu bahwa ketika aku mengunjungimu, aku akan datang dalam kepenuhan berkat Kristus.

Dia berkata bahwa dia akan datang dalam kepenuhan berkat Kristus. Bagaimana cara untuk melakukannya? Bagaimana cara untuk bisa datang ke tengah jemaat dengan kepenuhan berkat Kristus? Satu-satunya cara bagi anda untuk bisa datang kepada jemaat dengan kepenuhan berkat Kristus ialah dengan cara hidup di dalam kepenuhan itu sendiri. Itulah satu-satunya jalan untuk melaksanakannya. Anda tidak bisa begitu saja mengeruk kepenuhan itu pada saat-saat terakhir untuk dibagikan kepada orang lain. Anda harus hidup di dalam kepenuhan itu. Anda harus tahu bagaimana menarik dari kepenuhan ini. Ini merupakan hal yang sangat penting. Rasul Paulus adalah salah satu orang yang mengerti tentang kepenuhan dari keselamatan itu. Dia orang yang bisa datang kepada orang lain dan membawa mereka pada kepenuhan itu.

Seperti yang sudah saya sampaikan sebelumnya, banyak orang Kristen yang begitu kosong sehingga mereka menguras diri anda. Mereka mengambil segala sesuatu yang mereka butuhkan dari diri anda untuk memenuhkan diri mereka sendiri. Hal ini tidak jadi masalah jika anda punya sesuatu untuk diberikan pada mereka. Namun, bagaimana anda akan membangun persekutuan dengan orang-orang yang mengalami kekosongan ini? Anda akan mengalami masa-masa yang sangat sukar tentunya. Seperti memiliki perkumpulan para pengemis. Anda tentunya tidak bisa berpesta dengan kumpulan macam ini. Sering saya temui, orang-orang Kristen berkumpul demi sesuatu yang mereka sebut sebagai “persekutuan”, dan pada akhirnya mereka saling menguras satu sama lain, bukannya saling menguatkan karena mereka tidak punya sesuatu untuk diberikan. Maksudnya, mereka datang dengan niat untuk merengkuh sesuatu buat diri mereka sendiri. Demikianlah, karena mereka datang seperti pengemis yang menghadiri pesta, tentunya tak ada orang yang punya sesuatu untuk diberikan, dan mereka lalu meninggalkan persekutuan itu dengan sangat kecewa, masih kelaparan, dan tetap membawa kehampaan di dalam batin.

Sungguh sangat hebat jika di tengah jemaat ada orang-orang Kristen seperti Paulus, orang yang tahu apa itu kepenuhan keselamatan, orang yang mampu memberi kepada orang lain. Mereka, seperti yang dikatakan oleh Yesus di Yohanes 7:38, adalah jenis orang Kristen sejati, jenis orang Kristen yang seharusnya ada. Yohanes 7:38 merupakan ayat hebat yang menjadi favorit saya:

Orang yang percaya kepadaku, seperti yang dikatakan Kitab Suci, dari dalam dirinya akan mengalir aliran air hidup.”

Di manakah orang-orang Kristen semacam itu sekarang ini? Di manakah orang-orang Kristen yang memiliki aliran-aliran air hidup untuk diberikan kepada orang lain itu? Mereka tampaknya sudah mengering, mengalami dehidrasi, layu, letih, kosong. Di manakah orang-orang Kristen macam itu berada? Anda tentu ingat bahwa saya pernah berkhotbah tentang ayat ini lebih dari setahun yang lalu. Oh, saya sangat mencintai ayat ini! Perhatikanlah, Yesus tidak berkata bahwa orang yang akan memiliki aliran-aliran air hidup itu ialah orang-orang Kristen super. Dia tidak mengarahkan ucapannya hanya kepada orang-orang kudus tertentu di tengah jemaat. Dia tidak berkata bahwa orang-orang hebat seperti rasul Paulus dan rasul Petrus akan memiliki aliran-aliran air hidup. Dia berkata, “orang yang percaya kepadaku”. Ini ialah firman bagi semua orang Kristen! Kepada setiap orang yang percaya kepada Yesus, dia menjanjikan bahwa aliran-aliran air hidup akan mengalir di sana. Itulah kepenuhan hidup! Ini bukan sekedar cangkir yang terisi berlimpah; ini adalah sungai yang meluap! Daud berkata, “Pialaku penuh melimpah.” (Maz 23:5). Namun di sini, kita membaca tentang sungai yang penuh melimpah!

Saya harap saat ini anda bisa melihat bahwa seorang Kristen adalah seseorang yang hidup di dalam kepenuhan. Namun tentu saja, jika anda baca perkataan Yesus, juga meneliti Injil dan Alkitab, anda akan bertanya-tanya apakah kita sedang berbicara tentang kekristenan. Tampaknya kekristenan sudah tidak terlihat sama seperti yang diuraikan dalam firman ini lagi. Kita melihat catatan yang bersinar tentang jemaat awal. Itulah jemaat yang berkelimpahan. Mereka mampu menjangkau Kekaisaran Roma, dan di dalam tiga abad menaklukkannya. Namun, apa yang telah terjadi dengan kita sekarang ini?


ALLAH MENUNTUT SEGALANYA, ATAU TIDAK SAMA SEKALI

Jika keselamatan itu berkaitan dengan kepenuhan, lalu apakah arti dari kepenuhan itu? Bagaimana kita bisa jalani hidup dalam kepenuhan itu? Tentu saja, ada satu hal yang sangat jelas. Jika sesuatu hal itu penuh, berarti ia lengkap atau sempurna. Sesuatu yang tidak penuh, misalnya cangkir ini, cangkir ini tentunya tidak akan disebut penuh, bukankah begitu? Saya akan katakan bahwa cangkir ini hanya terisi sekitar ¾ – nya. Maksud dari penuh ialah jika cangkir ini terisi sampai ke puncaknya. Penuh ialah kata yang bersifat total. Kata ini mencakup segalanya. Kata ini tidak memberi ruang kosong untuk disisakan. Hanya jika ketentuan itu tercapai, baru bisa dikatakan penuh. Jadi, di sini kita dapati bahwa kepenuhan adalah sesuatu yang bermakna kegenapan; lengkap atau sempurna.

Hal ini membawa saya pada pokok berikut: Apa yang dituntut oleh Allah dari kita adalah semuanya atau tidak sama sekali. Saya harap anda mengerti pada titik ini bahwa Allah kita tidak berkenan pada hal yang separuh-separuh. Ini adalah kesalahan yang seharusnya tidak pernah anda lakukan. Anda tidak boleh menganggap ada perbedaan antara membuat keputusan bagi Kristus dengan komitmen total kepada Kristus. Tak ada perbedaan semacam itu di dalam Alkitab. Menurut Alkitab, tak ada hal yang namanya berkomitmen separuh-separuh kepada Kristus, hanya percaya kepada Yesus, tetapi tidak menyerahkan diri sepenuhnya kepada Kristus. Lalu, ada lagi jenis orang Kristen yang lainnya, orang Kristen yang berkomitmen, orang Kristen dalam kategori yang lain. Alkitab tidak mengenal pembagian jenis-jenis orang Kristen yang semacam ini. Saya rasa kita telah jelas akan hal ini seiring dengan penelaahan kita tentang keselamatan selama beberapa bulan terakhir. Allah tidak berurusan dengan hal yang separuh-separuh. Semuanya atau tidak sama sekali. Tak ada yang namanya orang Kristen dengan komitmen separuh-separuh kepada Allah. Yang semacam itu bukanlah orang Kristen menurut definisi alkitabiah. Saya akan menyajikan bukti alkitabiah akan hal ini.


KRISTUS MATI SUPAYA KITA HIDUP BAGI DIA

Pertama, kita ajukan satu pertanyaan: Mengapa Kristus mati? Mari kita kembali ke pokok penebusan untuk memahami mengapa Kristus mati. Mari kita lihat 1 Petrus 2:24.

Ia sendiri telah menanggung dosa kita pada tubuhnya di kayu salib supaya kita mati terhadap dosa, dan hidup untuk kebenaran.

Rasul Petrus berkata bahwa Kristus mati dalam rangka supaya kita mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran. Saya harap anda perhatikan dua kata, yaitu “dosa” dan “kebenaran”. Kita mati terhadap dosa. Bisakah anda mati separuh saja terhadap sesuatu hal? Mati itu berarti benar-benar mati; benar-benar mengakhiri sesuatu hal. Anda tidak bisa berkata, “Aku mati separuh, tetapi saat ini, aku masih hidup.” Jika anda masih hidup, berarti anda belum mati. Jika anda tidak mati, berarti anda hidup. Tak ada hal yang mati separuh dan hidup separuh. Kitab Suci berkata bahwa jika anda separuh hidup, itu berarti anda tidak mati. Namun di sini, rasul Petrus berkata, “Kristus telah mati.” Untuk tujuan apa? Mengapa Yesus mati? Yesus mati dalam rangka supaya kita mati terhadap dosa, dan hidup untuk kebenaran. “Hidup untuk kebenaran” berarti mulai saat ini, “segenap” hidup anda dijalani untuk kebenaran, menjalani kualitas hidup yang berbeda.

Mengapakah Yesus mati? Di 2 Korintus 5:15, satu ayat yang saya ingin agar menjadi ayat yang akrab di telinga anda, rasul Paulus mengatakan hal ini:

Dan, dia mati untuk semua supaya mereka yang hidup tidak lagi hidup untuk diri mereka sendiri, melainkan untuk dia, yang telah mati dan dibangkitkan demi mereka.

Alkitab memberitahu kita dengan jelas mengapa Yesus mati. Namun, yang sering kita dengar adalah penginjil yang memberitahu kita bahwa Yesus telah mati supaya kita dibebaskan dari dosa. Jawaban yang ada di ayat ini terdengar sangat berbeda. Memang, jawabannya adalah dibebaskan dari dosa, tetapi lebih lagi adalah “hidup untuk kebenaran.” Apakah arti dari “hidup untuk kebenaran” itu? Paulus menjelaskan kepada kita bahwa hidup untuk kebenaran berarti hidup untuk Kristus. Dia telah mati bagi semua orang supaya mereka yang hidup menjalani hidup ini bukan untuk diri mereka sendiri lagi. Itulah sebabnya mengapa saya berkata bahwa setiap orang Kristen yang sejati adalah seorang hamba Allah yang full-time; dia hidup untuk Kristus! Bukan sekedar penginjil atau pendeta yang hidup untuk Yesus. Setiap orang Kristen sejati menjalani hidupnya untuk Yesus. Setiap orang Kristen yang sejati adalah hamba Allah full-time, yang menjalani hidupnya untuk Kristus.


MENJADI BARU: DARI KEHAMPAAN MENUJU KEPENUHAN

2 Korintus 5:17 menyatakan bahwa kita menjadi ciptaan yang baru di dalam Kristus. Dia telah mati bagi kita, menjadikan kita berbeda dari diri kita yang sebelumnya. Kita berpindah dari kehampaan menuju kepenuhan hanya jika kita menjadi ciptaan baru melalui kuasa Allah. Hanya dengan demikian baru Dia memenuhi kita dengan hidup-Nya. Dia memenuhi kita dengan Roh Kudus-Nya! Menjadi seorang Kristen bukanlah kerja tambal sulam, bukan reformasi moral; ini merupakan suatu transformasi total. Seperti yang dikatakan oleh Yesus, “Kamu tidak bisa memasukkan anggur baru ke dalam kantong kulit yang lama. Kamu harus memasukkannya ke dalam kantong yang baru.” Jadi, pertama-tama, untuk menjadi seorang Kristen, Dia menjadikan kita baru, yakni bejana yang baru, kantong anggur yang baru. Kemudian, Dia menuangkan anggur yang baru ke dalamnya. Anggur baru ini di dalam Alkitab, tentu saja, adalah lambang dari Roh Kudus. Jadi, mula-mula, Dia mengubah kita menjadi baru, dan kemudian Dia memenuhi kita. Tak ada kehampaan! Sekedar memiliki kantong yang baru tentunya tidak ada gunanya. Apakah kelebihan kantong yang baru dibandingkan kantong yang lama jika perbedaannya hanya sekedar antara yang baru dengan yang lama? Hanya ketika kantong yang baru itu diisi penuh dengan anggur baru dari Allah, anggur Roh yang baru, maka kita memiliki kepenuhan itu.

Di dalam Kitab Suci ini, kita temukan bahwa pokok ini diulangi berkali-kali. Rasul Paulus menegaskan hal itu di Roma 14:7-9. Saya ingin agar anda memahami dengan jelas bahwa saya mengutipkan Kitab Suci bagi anda, bukannya menyajikan pendapat pribadi saya, supaya anda mendapat kejelasan dan tidak menyalahartikan uraian Paulus pada saat anda berbicara tentang keselamatan oleh iman. Apakah yang dimaksudkan dengan keselamatan oleh iman itu? Maksudnya adalah ketika anda diselamatkan oleh iman, sejak saat itu anda hidup untuk Kristus. Itulah yang dia maksudkan. Bukannya menjadikan orang Kristen plin-plan! Bukannya orang Kristen yang separuh di sini dan separuh di sana! Bukannya orang Kristen yang separuh mati dan separuh hidup! Dia telah mati bagi kita supaya kita hidup untuk dia. Pokok itu dinyatakan dengan tegas.

Di Roma 14:7-9, rasul Paulus menyatakannya sekali lagi:

7  Sebab, tidak seorang pun dari kita yang hidup untuk dirinya sendiri, dan tidak ada seorang pun yang mati untuk dirinya sendiri.
8  Sebab, jika kita hidup, kita hidup untuk Tuhan, atau jika kita mati, kita mati untuk Tuhan. Jadi, baik kita hidup atau kita mati, kita adalah milik Tuhan.
9  Karena untuk itulah Kristus mati dan bangkit, supaya Ia menjadi Tuhan, baik atas orang-orang mati maupun orang-orang hidup.

Anda tidak lagi menjadi milik pribadi anda; anda adalah milik Tuhan! Entah anda hidup atau anda mati, anda menjalani hidup ini untuk Kristus. Pernyataannya ini sangatlah lengkap. Paulus tidak mengenal jenis orang Kristen yang hidup untuk dirinya sendiri, jika orang ini menyebut dirinya Kristen, karena Kristus telah mati supaya kita hidup untuk dia dan menjadi miliknya! Rasul Paulus berkata kepada jemaat di Korintus,

19  Apakah kamu tidak tahu bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus, yang ada di dalam kamu, yang kamu terima dari Allah, dan bahwa dirimu bukanlah milikmu sendiri?
20  Sebab, kamu telah ditebus dengan harga lunas. Karena itu, muliakanlah Allah dengan tubuhmu!
(1 Kor 6:19-20).

Kita menjadi milik-Nya! Di dalam uraian terakhir dari ayat-ayat ini (Rom 14:9), dia berkata, “Sebab untuk itulah Kristus telah mati dan hidup kembali, supaya Ia menjadi Tuhan, baik atas orang-orang mati, maupun atas orang-orang hidup.” Dia telah mati untuk menjadi Tuhan baik atas yang hidup maupun yang mati. Artinya baik yang hidup maupun yang mati semuanya menjadi hambanya. Semuanya akan menjalani hidup ini untuknya dan mati baginya. Itulah hal yang kita jalankan sebagai orang-orang Kristen: “Aku hidup untuk dia; aku mati bagi dia.”

Hal itu jugalah yang disampaikan oleh rasul Paulus di Filipi 1:21,

Karena bagiku, hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan.

Demikkianlah, di sini kita temukan suatu kekristenan yang total, kekristentan yang absolut. Alkitab hanya mengenal kekristenan jenis yang ini. Saya tidak mengenali adanya jenis kekristenan yang lain di dalam Alkitab. Kita bisa terus temukan itu di sepanjang Kitab Suci. Kita juga baca di Galatia 2:20:

Aku sudah disalibkan dengan Kristus. Bukan lagi aku yang hidup, melainkan Kristus yang hidup dalam aku. Hidup yang sekarang ini kuhidupi dalam daging adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah, yang mengasihi aku dan telah memberikan dirinya untuk aku.

Kita bisa lanjutkan terus penelusuran ini, perikop demi perikop, di sepanjang Kitab Suci. Kita akan temukan hal yang sama di mana-mana. Efesus 5:25-27, berbunyi seperti ini:

25  Suami-suami, kasihilah istrimu seperti Kristus mengasihi jemaat dan memberikan dirinya bagi jemaat,
26  untuk menguduskan mereka dengan membersihkannya lewat pembasuhan air dengan firman.
27  Dengan demikian, Kristus dapat mempersembahkan jemaat kepada dirinya dalam kemuliaan, tanpa noda, atau tanpa kerut, atau semacamnya sehingga jemaat menjadi kudus dan tidak bercela.

Mengapa Kristus mengasihi jemaat dan menyerahkan dirinya baginya? Untuk tujuan menjadikannya kudus. Kristus telah mati supaya jemaat bisa menjalani hidup sepenuhnya bagi dia, hidup untuk kebenaran, hidup di dalam kekudusan dan tidak bercela. Itulah tujuan utamanya.

Namun, saya mendengar orang-orang Kristen dan pendeta serta penginjil pada zaman sekarang ini yang berkata bahwa untuk diselamatkan, tidak menjadi masalah apakah anda kudus atau tidak. Tidak menjadi persoalan kehidupan macam apa yang anda jalani. Tidak menjadi masalah apakah anda hidup untuk Kristus atau tidak. Dari Alkitab yang mana mereka menemukan ajaran semacam itu? Bagaimana mungkin mereka berkata apakah kita hidup untuk Kristus atau tidak, hal tersebut tidak menjadi masalah, dan kita akan tetap diselamatkan? Kristus telah mati bagi kita supaya kita hidup untuk dia. Bagaimana mungkin hal itu dianggap tidak menjadi persoalan? Seluruh tujuan kematiannya adalah supaya kita hidup untuk dia. Tak ada hal yang lebih penting daripada hidup untuk Kristus! Tentu saja, dengan mengandalkan kekuatan sendiri, kita tidak bisa melakukannya. Itulah sebabnya Allah memberi kita Roh Kudus.


KEPENUHAN BERKAITAN DENGAN KESEMPURNAAN

Hal ini membawa kita pada poin yang berikutnya. Jika kita kembali ke Efesus 4:13, anda tentu telah tahu firman berikut ini:

sampai kita semua mencapai kesatuan iman dan pengetahuan akan Anak Allah, yaitu manusia dewasa, menurut ukuran tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus.

Sekali lagi, sungguh merupakan hal yang merepotkan bagi setiap pengkhotbah yang melakukan eksposisi atas Alkitab karena anda harus terus memberitahukan kepada orang-orang tentang bahasa aslinya. Kata yang diterjemahkan dengan kata “dewasa” di sini dalam bahasa aslinya adalah “sempurna”. Jadi, ungkapan itu jika diterjemahkan secara harafiah menjadi “sampai kita semuamenjadi manusia sempurna”. Hal ini menunjukkan kepada anda tentang hubungan antara kepenuhan dengan kesempurnaan menurut Alkitab.

Di gereja zaman sekarang ini, sangat sedikit dibahas tentang kesempurnaan. Hal yang mengejutkan, tetapi mungkin juga tidak mengejutkan mengingat ajaran gereja zaman sekarang mengenai keselamatan, di mana anda bahkan tidak perlu menjadi benar, apalagi sempurna, untuk bisa diselamatkan. Saya ingin menunjukkan kepada anda bahwa di dalam ajaran Yesus, kesempurnaan itu bukanlah suatu pilihan. Dia memerintahkan kesempurnaan itu. Dia menuntut hal itu. Bahkan sejak dari Khotbah di Bukit, di Matius 5:48, Yesus berkata,

“Karena itu, kamu harus menjadi sempurna, seperti Bapamu yang di surga adalah sempurna.”

Ini adalah suatu perintah. Ini bukanlah suatu anjuran. Bukan terserah pada kita untuk menurut atau mengabaikannya. Dia berbicara kepada murid-muridnya dan dia menuntut agar mereka menjadi sempurna.

Pokok ini membawa kita pada Matius pasal 19 di dalam perikop yang terkenal, mengenai orang muda yang kaya yang datang kepada Yesus dan mengajukan pertanyaan, “Hal baik apa yang harus aku lakukan supaya mendapat hidup yang kekal?” Ingatkah anda pada jawaban Yesus kepada orang muda yang kaya ini? Semua rangkaian studi kita mengenai keselamatan ini membahas jawaban terhadap pertanyaan khusus tersebut. Saya harap anda camkan hal ini. Pertanyaan dari orang muda yang kaya ini adalah: “Guru, hal baik apa yang harus aku lakukan supaya mendapat hidup yang kekal?” (Mat 19:16). Seluruh seri khotbah selama beberapa bulan terakhir ini diarahkan untuk menjawab pertanyaan tersebut. Orang-orang di dunia ini ingin tahu jawaban yang jelas dan pasti untuk pertanyaan ini: Apakah yang harus kuperbuat untuk mewarisi hidup yang kekal?

Pertanyaan ini, tentu saja, adalah pertanyaan yang juga diajukan oleh kepala penjara di Filipi, di Kisah 16:30, “Tuan-tuan, apa yang harus aku lakukan agar diselamatkan?” Jawaban yang diberikan oleh Paulus di ayat 31 adalah, “Percayalah di dalam Tuhan Yesus dan kamu akan diselamatkan”. Dalam pembahasan tentang pokok tersebut, kita sudah melihat apa arti dari “percaya” itu. Percaya berarti komitmen yang utuh dan total kepada Kristus. Ini bukanlah hal yang sulit untuk dipahami oleh kepala penjara di Filipi tersebut. Seringkali, firman di ayat tersebut diuraikan tanpa adanya acuan terhadap konteksnya. Sudah tahukah anda apa konteks dari ayat itu? Apa yang sedang dilakukan oleh kepala penjara tersebut saat itu? Anda tentu ingat bahwa Paulus dan Silas menyanyikan pujian di dalam penjara, lalu apa yang terjadi? Penjara itu bergetar! Ada gempa bumi, dan penjara itu rubuh. Para tahanan keluar. Ketika kepala penjara melihat apa yang terjadi, apa yang dia lakukan? Dia menghunus pedang untuk bunuh diri. Kepada orang yang sudah hendak mengakhiri hidupnya, yang akan mengambil satu tindakan yang drastis, inilah Paulus berkata, “Jangan bunuh dirimu secara harafiah, secara jasmani. Lebih baik, matilah terhadap dosa dan hiduplah untuk kebenaran. Percayalah kepada Yesus!” Paulus tahu kepada siapa dia sedang berbicara. Terhadap generasi yang mengasihi diri sendiri, generasi gampangan, anda tidak bisa sekedar berkata, “Percayalah kepada Yesus”.

Prajurit ini akan bunuh diri. Prajurit ini sudah hampir sampai pada akhir hidupnya. Kepada orang inilah Paulus berkata, “Jangan ambil langkah yang drastis itu! Aku akan tawarkan langkah drastis yang lain kepadamu — suatu langkah yang tidak kalah drastis, tetapi sangat bermakna —percayalah kepada Yesus. Jangan bunuh diri!” Percaya dalam arti mati terhadap keakuan anda. Itulah makna dari baptisan. Anda mati terhadap diri anda dan bangkit kembali supaya hidup untuk Kristus. Namun, sebelum kita bisa memiliki hidup yang baru, kita harus lebih dulu mati. Itu sebabnya mengapa kita lihat di 2 Timotius 2:11, “Jika kita mati bersama dia, kita juga akan hidup bersama dia.” Kita tidak boleh mengencerkan makna percaya menjadi sekedar persoalan intelektual saja. Paulus menjawab pertanyaan kepala penjara ini dengan menyuruh dia untuk percaya kepada Yesus Kristus.


KESEMPURNAAN TERANGKUM DI DALAM PEMURIDAN

Yesus menjawab pertanyaan yang sama dengan uraian yang berbeda, tetapi tetap membawa makna yang sama. Jawabannya kepada orang muda tersebut ialah, “Kamu tentu tahu isi hukum Taurat. Lakukanlah itu.” Orang muda ini berkata, “Semua itu sudah kukerjakan. Apa yang masih kurang?” Yesus berkata, “Masih satu hal yang kurang darimu. Inilah kekurangan yang ada padamu jika engkau ingin sempurna…” Di sini Yesus memakai kata “sempurna”. Hanya dua kali kata “sempurna” dipakai di Matius. Yang satunya di Matius 5:48: “Karena itu, kamu harus menjadi sempurna, seperti Bapamu yang di surga adalah sempurna.” Yang kedua kalinya ada di konteks ini, yakni ketika dia berbicara kepada orang muda yang kaya di Matius 19:21:

“Jika kamu ingin sempurna, pergi dan juallah semua yang kamu miliki. Lalu, berikanlah kepada orang miskin, dan kamu akan memiliki harta di surga, dan mari ikutlah aku.”

 Bagaimana untuk bisa sempurna? Jawabannya adalah, “mari ikutlah aku” Itulah jawabannya. Ini adalah pokok yang sangat penting untuk dipahami.

Jadi, di sini kita melihat dua hal: kita telah menghubungkan kata “kepenuhan’’ dengan kata “kesempurnaan” sebagaimana yang telah kita lihat di Efesus 4:13 dan sekarang kita telah menghubungkan kata “kesempurnaan” dengan hal mengikut Yesus, yaitu pemuridan. Dengan berkata, “sempurna,” Yesus tidak bermaksud mengartikannya sebagai kesempurnaan moral yang mutlak. Kesempurnaan di sini dirangkum dalam pemuridan. Ini berarti dalam sikap hati yang secara sempurna berkomitmen kepada Allah dengan mengikut Yesus, setelah dengan sempurna berpaling dari dunia dan harta milik, yang merupakan penghalang. Menjadi sempurna berarti mengalihkan perhatian serta segenap kasih serta pengabdian secara penuh dan sempurna dalam mengikut Kristus. Itulah kesempurnaan yang dituntut oleh Allah dari kita — “Jikalau engkau hendak sempurna.” Satu-satunya jalan bagi anda untuk bisa sempurna adalah dengan mengikut Yesus. Tidak ada jalan yang lain. Bukan dengan jalan melakukan hukum Taurat. Jika anda melakukan hukum Taurat, itu hal yang baik, tetapi anda tidak akan menjadi sempurna. Sekalipun anda mengaku bahwa anda telah menjalankan semua isi hukum Taurat, hal itu tidak akan membuat anda sempurna di dalam hubungan anda dengan Allah, di dalam sikap hati anda kepada Allah. Jadi, maknanya adalah komitmen total, hal yang sudah kami uraikan sebelumnya. Kata “total” ini berarti sempurna, artinya, dengan sempurna berkomitmen kepada Allah, dengan mengikut Yesus.

Saya sendiri tidak sempurna. Saya memiliki banyak kegagalan, banyak kesalahan dan banyak kekurangan. Namun, ada satu hal yang bisa saya kerjakan: saya bisa berkomiten dengan sempurna kepada Allah, di dalam kesetian saya kepada-Nya, di dalam pengabdian dan kasih saya kepada-Nya. Saya berkomitmen dengan sempurna kepada-Nya. Anda bisa menjadi seperti itu. Saya bisa menjadi seperti itu. Itulah ajaran yang alkitabiah mengenai kesempurnaan dan merupakan hal yang penting untuk dicermati.


PERSEMBAHAN YANG SEMPURNA BAGI ALLAH

Saya akan mengajak anda untuk melihat Perjanjian Lama sejenak, untuk melihat arti sempurna di dalam Perjanjian Lama. Kata “sempurna” ini sangat sering dipakai di dalam Perjanjian Lama. Kata Ibrani yang berarti “sempurna” di dalam kitab Imamat saja muncul sebanyak 18 kali, dan selalu berkaitan dengan persembahan.

Saya akan segarkan lagi ingatan kita tentang hal-hal yang sudah kita bahas sejauh ini. Paulus berkata bahwa menjadi seorang Kristen berarti menikmati kepenuhan. Bagaimana kita menikmati kepenuhan ini? Kepenuhan itu dinikmati melalui kesempurnaan — lewat penyempurnaan! Bagaimana kita bisa menjadi sempurna? Kesempurnaan tercapai melalui pemuridan. Apakah arti pemuridan itu? Artinya adalah menjalani hidup untuk Yesus dan mengikut dia. Apa pula artinya itu? Artinya, seperti yang dikatakan dengan jelas oleh Paulus di Roma 12:1-2, “…kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup… kepada Allah”. Menjadi persembahan yang hidup kepada Allah!

Apa yang bisa dipersembahkan sebagai persembahan kepada Allah di dalam Perjanjian Lama? Tahukah anda? Tahukah anda hukum yang mengatur tentang persembahan? Paulus adalah pakar Perjanjian Lama. Dia tahu persis apa arti persembahan yang hidup itu. Hanya persembahan yang sempurna yang bisa diberikan kepada Allah sebagai persembahan. Tahukah anda hal itu? Tak ada satupun persembahan yang boleh disajikan kepada Allah jika memiliki cacat atau cela. Jika ada seekor hewan memiliki kurap di kulitnya, hewan itu tidak boleh dipersembahkan kepada Allah, apa lagi hewan yang buta atau lumpuh atau memiliki cacat lainnya. Hewan itu tidak boleh dipersembahkan kepada Allah: tidak akan diterima. Hanya hewan yang sempurna yang bisa diterima. Imamat, kitab yang menguraikan tentang aturan-aturan persembahan, menggunakan kata “sempurna” ini sebanyak 18 kali, semuanya di dalam kaitannya dengan persembahan. Di dalam Bilangan, kata yang sama muncul sebanyak 17 kali, juga dalam kaitannya dengan persembahan, bahwa persembahan tidak boleh bercela. Di kitab Yehezkiel, kata ini muncul lagi sebanyak 11 kali, semuanya dalam kaitannya dengan persembahan, bahwa hewan kurban tidak boleh bercela. Dari Yehezkiel 43:22 sampai Yehezkiel 46:13, dalam jarak kurang dari 3 pasal, anda temukan kata “sempurna” ini sebanyak 11 kali.

Tentunya cukup memadai jika saya bacakan bagi anda satu saja ayat yang berkenaan dengan hal ini. Ayatnya terdapat di Imamat 22:21, supaya anda bisa melihat poin yang sedang kita bahas berkenaan dengan kepenuhan dan kesempurnaan. Bunyinya seperti ini,

Apabila seseorang mempersembahkan kurban pendamaian kepada YAHWEH untuk memenuhi nazarnya, atau sebagai persembahan sukarela, yang diambil dari antara ternaknya, ternak itu haruslah yang terbaik dan tidak bercacat supaya berkenan.

Perhatikan kalimat: ternak itu haruslah yang terbaik dan tidak bercacat supaya berkenan. Ini kalimat yang sangat penting. Jika kita ingin mempersembahkan diri kita sebagai persembahan yang hidup kepada Allah, bisakah anda melihat bahwa anda tidak boleh mempersembahkan diri anda jika tidak sempurna? Ini sangatlah penting! Seberapa sering anda sudah mendengarkan khotbah tentang pengudusan dalam Roma 12:1-2? Kapankah pernah dikatakan kepada anda, suatu fakta sederhana dari prinsip di dalam Perjanjian Lama yang diketahui dengan persis oleh setiap orang Yahudi, bahwa tak ada persembahan yang boleh dipersembahkan kepada Allah jika tidak sempurna?


NUH DAN ABRAHAM ITU SEMPURNA

Kita kembali pada pertanyaan: Bagaimana kita bisa menjadi sempurna? Kita telah melihat bahwa arti “sempurna” itu bukan dalam pengertian bahwa saya ini tanpa dosa. Saya tidak bisa menjadi sempurna dalam pengertian bahwa saya tidak pernah berbuat dosa, saya tidak pernah berbuat salah. Akan tetapi, saya bisa menjadi sempurna dalam sikap hati saya terhadap Allah. Saya berkomitmen total kepada Dia, sehingga setiap kali saya melakukan hal yang salah, maka saya benar-benar bertobat dari dalam lubuk hati saya akan apa yang telah saya perbuat.

Kata yang sama ini, yaitu “sempurna” yang dipakai dalam kaitannya dengan persembahan, sebenarnya dipakai juga untuk orang-orang pada masa Perjanjian Lama. Sebagai contoh, kata ini diterapkan pada Nuh. Kata yang diterapkan pada persembahan yang sempurna ini, juga diterapkan pada Nuh. Nuh itu sempurna di sepanjang hidupnya. Apakah itu berarti bahwa Nuh itu tidak pernah berbuat dosa? Jauh dari pengertian semacam itu. Nuh, sebenarnya, juga melakukan beberapa perbuatan dosa pada masa hidupnya, tetapi dia tetap disebut sempurna. Jadi, bagaimana seseorang bisa dikatakan sempurna walaupun ia juga berbuat dosa? Jika anda telah memahami apa yang dimaksudkan dengan “sempurna” dalam pengertian yang alkitabiah, anda tidak akan kesulitan dalam memahaminya. Komitmen totalnya kepada Allah itulah yang sempurna. Sikap hatinya terhadap Allah itu sempurna.

Inilah yang dikatakan di Kejadiaan 6:9,

Inilah riwayat Nuh: Nuh adalah seorang yang benar dan tidak bercela di antara orang-orang sezamannya; dan Nuh itu hidup bergaul dengan Allah.

Itulah alasan mengapa dia disebut sempurna. Dia hidup bergaul dengan Allah, dia dekat dengan Allah! Komitmen totalnya terlihat karena dia hidup bergaul dengan Allah. Apa artinya ini? Artinya, di dalam perilaku sehari-harinya, di dalam kesehariannya, dia itu bersahabat dengan Allah. Dia melangkah bersama Allah setiap harinya. Dia memiliki persekutuan dengan Allah dalam kesehariannya. Inilah penjelasan yang menunjukkan sikap hatinya yang sempurna terhadap Allah.

Bagaimana kita sekarang ini bisa melangkah bersama Allah? Di dalam pemuridan, itulah caranya. Itulah arti dari pemuridan. Pemuridan itu berarti melangkah bersama dengan Yesus hari demi hari, hidup untuk dia dan bersama dengan dia. Kita tidak bisa hidup untuk dia tanpa menjalani hidup bersama dengan dia. Kita tidak akan memiliki kekuatan untuk hidup bagi dia jika kita tidak hidup bersama dengan dia.

Hal yang sama dinyatakan tentang Abraham di Kejadian 17:1, di mana Allah berkata kepada Abraham, “… hiduplah di hadapan-Ku dengan tidak bercela (kata Ibraninya adalah ‘sempurna’).” Perhatikan, kata ‘hidup (walk = melangkah, hidup)’ ini muncul lagi. Hubungan antara hidup bersama Allah dan hidup di hadapan Allah adalah satu-satunya jalan bagi anda untuk bisa sempurna dalam hubungan anda dengan Dia. Kata-kata tersebut adalah ungkapan yang nyata akan suatu hubungan yang sempurna.


ALLAH MEMERINTAHKAN KESEMPURNAAN DAN MENJANJIKAN KEPENUHAN

Hubungan yang sempurna ini tidak hanya berlaku bagi para manusia Allah yang hebat itu. Hal ini juga berlaku bagi Israel secara keseluruhan. Di Ulangan 18:13, umat Israel diperintahkan untuk menjadi sempurna di hadapan Tuhan. Tentu saja, sebagaimana yang anda ketahui, Matius 5:48 adalah rujukan bagi Ulangan 18:13, yang merupakan perintah kapada umat Israel agar menjadi sempurna di hadapan Tuhan. Demikian pula, melalui Matius 5:48, Yesus memerintahkan setiap muridnya, setiap orang Kristen, untuk menjadi sempurna di hadapan Bapa. Kata “sempurna” ini di dalam Alkitab versi terjemahan sering diterjemahkan dengan kata “tidak bercela” dan sebagainya.

Saya harap anda juga perhatikan bahwa kepenuhan, bahkan di dalam Perjanjian Lama itu terkait dengan kata “tidak bercela” atau sempurna ini. Di Mazmur 84:12, tertulis sebagai berikut:

Ia tidak menahan hal baik, kepada mereka yang berjalan dengan tidak bercela.

Di dalam terjemahannya, anda temukan kata “tidak bercela”. Di dalam bahasa Ibrani, kata yang dipakai ini adalah kata yang sama dengan yang ditujukan kepada Nuh, kepada Abraham dan juga kepada korban persembahan. Ini adalah janji yang sangat indah: Ia tidak menahan kebaikan dari anda, jika anda hidup tidak bercela, di dalam komitmen total kepada-Nya!


BERHENTI BERSIKAP TIDAK TEGAS

Ini adalah pokok yang benar-benar saya harapkan agar anda pahami. Apakah anda ingin mengetahui apa arti kepenuhan itu? Maka berhentilah bersikap tidak tegas, berhenti menjalani kekristenan yang tidak di sini juga tidak di sana! Persoalan utama yang melanda gereja adalah kekristenan dengan komitmen yang separuh saja, komitmen parsial. Ini adalah bencana! Seperti yang telah saya sampaikan kepada anda, anda tidak akan bisa menjalani kekristenan yang semacam ini. Hal ini akan menimbulkan kepedihan dan beban bagi anda. Saya sering berkata kepada orang-orang, “Jika Yesus itu benar, ikutlah dia dengan segenap hatimu! Jika dia tidak benar, lupakan saja. Tidak usah datang ke gereja! Tidak perlu melirik gereja! Tidak usah membaca Alkitab! Lupakan semua itu karena anda sudah mulai mencoba berkompromi! Hal yang paling tidak memuaskan ialah kehidupan Kristen yang berkompromi.” Orang mungkin berkata, “Yah, sedikit mungkin masih lebih baik daripada tidak ada sama sekali.” Hal itu tidak berlaku di mata Allah! Di dalam pandangan Allah, yang sedikit itu sama sekali tidak baik. Bahkan yang banyak juga sama sekali tidak baik. Pilihannya hanya yang penuh atau kosong sama sekali! Percuma saja mencoba mencari tempat di tengah-tengah — sedikit di sini, sedikit di sana, menjadi orang Kristen yang suam-suam kuku, tidak panas dan tidak dingin. Allah akan memuntahkan anda dari mulut-Nya! Dia tidak bisa menoleransi hal ini! Terlebih lagi, anda tidak akan menikmati kepenuhan kehidupan Kristen!

Ia tidak menahan hal baik, kepada mereka yang berjalan dengan tidak bercela. Oh sungguh indahnya! Setiap orang Kristen yang melangkah bersama Allah bisa memberi kesaksian akan kebenaran firman tersebut; ini bukanlah janji kosong. Jika anda ingin mengalami kebenaran dari firman tersebut, silakan melangkah bersama dengan Allah dan lihat apa yang terjadi nanti. Anda serahkan hidup anda sepenuhnya kepada Dia dan lihat apa yang akan terjadi. Berhenti menjadi orang Kristen yang berkompromi. Hiduplah bersama-Nya! Jika anda tidak ingin melakukannya, dengan sejujurnya saya katakan kepada anda, dan saya sangat jelas akan hal ini: Tidak ada gunanya melanjutkan kehidupan Kristen yang berkompromi. Lebih baik lupakan saja semua hal tentang kekristenan. Percuma melanjutkan secara demikian karena anda akan dapati bahwa pada akhirnya Allah akan menolak anda, dan untuk sekarang ini, anda juga tidak akan pernah menikmati kepenuhan kehidupan Kristen.


SEGENAP HATI MENJADI MILIK ALLAH

Hal ini membawa kita pada aspek lain dari kesempurnaan. Kesempurnaan sikap hati adalah hal yang sangat dikenal dalam Perjanjian Lama. Kata ini sering sekali dikaitkan dengan sikap hati kita terhadap Allah. Di dalam Perjanjian Lama ini, ada lagi satu kata lain yang dipakai dengan arti kesempurnaan. Kata ini memiliki makna genap, lengkap, sepenuh hati, terhadap Allah. Saya tidak sekedar memberi 90% hati saya kepada Allah, tidak 98%, melainkan segenap hati saya adalah milik-Nya. Tahukah anda bagaimana menjalani kehidupan Kristen yang semacam itu? Jika anda tahu, anda akan tahu arti kepenuhan kehidupan Kristen. Anda akan bisa berkata seperti Paulus, “Saat aku mengunjungi kalian, aku akan datang penuh dengan kepenuhan berkat Kristus.” Jika demikian, maka kita akan memiliki jemaat, kumpulan orang yang tahu apa arti hidup di dalam kekayaan sebagaimana yang dibicarakan oleh Paulus di dalam Efesus pasal 3.

Di 1 Raja-raja 8:61, Salomo berbicara kepada bangsa Israel, dan saya harap anda perhatikan ucapannya kepada bangsa Israel ini. Saya kutipkan secara khusus bagian ini karena ia berkenaan dengan segenap bangsa dan bukan sekedar pada satu atau dua orang. Anda bisa saja berkata, “Yah, hal itu bisa saja berlaku atas beberapa orang yang luar biasa, tetapi bagaimana hal itu bisa diterapkan ke atas kami orang-orang biasa ini? Kami ini kan hanya orang-orang biasa saja.” Inilah hal yaang disampaikan oleh raja Salomo kepada bangsa Israel, menjelang akhir pidatonya, yakni setelah dia selesai membangun Bait Allah:

Hendaklah hatimu sepenuhnya berpaut sepenuhnya kepada YAHWEH Allah, dan hidup sesuai ketetapan-Nya serta mengikuti perintah-Nya seperti pada hari ini.

Hendaklah hatimu sepenuhnya berpaut sepenuhnya kepada YAHWEH Allah. Inilah kebenarannya, komitmen total ini harus terlihat di dalam tindakan, di dalam melakukan kehendak Allah. Ini bukan sekedar bahan omongan saja. Saya bisa saja berdiri di sini dan berbicara panjang lebar tentang komitmen total, sementara kehidupan saya sehari-hari bertentangan dengan itu, dan itu berarti saya ini munafik. Kita harus hidup sesuai ketetapan-Nya serta mengikuti perintah-Nya.


SALOMO, MEMULAI DENGAN BAIK, TETAPI AKHIRNYA BERPALING DARI ALLAH

Di sini, saya perlu tekankan kepada anda bahwa Salomo adalah salah satu orang yang memulai dengan sangat indah. Dia memulai dengan sangat baik, bukankah begitu? Namun, seperti apa kekacauan yang dia buat pada masa-masa akhirnya? Ingatkah anda bagaimana Salomo mengakhiri riwayatnya dengan sangat memalukan, sangat menyedihkan? Pada saat ini, dia mengajari orang Israel untuk menjadi sempurna, menyuruh mereka untuk berpaut sepenuh hati. Namun, apa yang terjadi pada dirinya sendiri ketika dia mulai bergaul dengan para selir, bergaul dengan dunia? Dia hanyut. Saya sering berpikir bahwa Paulus, di dalam ucapannya kepada jemaat di Korintus, mungkin berpatokan pada fakta ini ketika dia berkata, “sesudah aku memberitakan Injil kepada orang lain, aku sendiri tidak ditolak.” (1Kor 9:27) “Jangan sampai aku sendiri ditolak.” Salomo sedang menyampaikan hal yang indah kepada bangsa Israel, tetapi dia sendiri akhirnya ditolak.

Demikianlah, kita temukan bahwa pokok tentang berpaut sepenuh hati sudah sangat dikenal di dalam Perjanjian Lama. Saya tidak bisa menyajikan semua rujukannya kepada anda, tetapi ini adalah sebagian dari padanya: 1 Raj 11:4; 15:3, 14; 2 Raj 20:3.

Namun, saya ingin tunjukkan satu ayat kepada anda dalam kaitannya dengan apa yang baru saja saya sampaikan kepada anda mengenai Salomo. Di 2 Tawarikh 25:2, kita diberitahu tentang seorang raja Israel yang bernama Amazia. Saya harap anda perhatikan apa yang dituliskan tentang Amazia ini. Di ayat ini dinyatakan:

Amazia melakukan yang benar di hadapan YAHWEH, tetapi tidak dengan segenap hatinya.

Saya harap anda berhenti sejenak dan merenungkan hal ini. Amazia memang melakukan apa yang benar di mata Tuhan, tetapi hatinya tidak dengan sempurna tertuju kepada Tuhan.

Saat saya merenungkan tentang firman ini, ayat ini membawa saya untuk berpikir tentang mayoritas orang Kristen. Sebagian besar orang Kristen berusaha untuk melakukan apa yang benar. Mereka berusaha untuk membaca Alkitab. Mereka berusaha untuk selalu hadir pada hari Minggu. Mereka berusaha untuk melakukan hal ini dan itu. Mereka melakukan segala hal, tetapi meluputkan satu hal yang paling penting: hati mereka tidak sepenuhnya menjadi milik Tuhan; tidak utuh dalam berhubungan dengan Tuhan. Tahukah anda apa yang terjadi selanjutnya pada Amazia? Anda hanya perlu baca pasal 25 di 2 Tawarikh itu, yang secara keseluruhan memang menceritakan tentang Amazia, dan ketika anda sampai pada ayat 27, dikatakan bahwa pada akhirnya Amazia berhenti mematuhi Yahweh. Ketika dia berpaling dari Tuhan, dia terbunuh dalam sebuah pemberontakan. Riwayatnyaa berakhir dalam bencana! Dia berpaling dari Tuhan.

Anda lihat, anda bisa saja melakukan apa yang benar untuk sementara waktu. Anda bisa saja pergi ke gereja; anda bisa saja berdoa dan membaca Alkitab. Namun, perhatikan apa yang terjadi selanjutnya, jika hati anda tidak sepenuhnya berpaling kepada Tuhan, suatu hari nanti, anda akan berpaling dari Tuhan. Itulah hal yang saya takutkan. Itulah sebabnya mengapa saya katakan, “Jangan berkompromi!” Entah anda akan sepenuhnya menjadi milik Tuhan atau lupakan saja semua ini. Jika tidak demikian, suatu hari nanti, anda akan berpaling dari Tuhan. Itulah hal yang terjadi pada Amazia.

Lebih buruk lagi, kita bisa temukan uraiaan lain yang benar-benar membuat saya menggigil, dan uraian itu terdapat di Yehezkiel 28:15. Yehezkiel 28:15 ini berbicara tentang raja Tirus, dan banyak pakar yang menganggap bahwa ayat ini mengacu kepada Iblis itu sendiri. Yehezkiel 28:15 berbunyi seperti ini:

Kamu tidak bercacat di jalan-jalanmu sejak hari kamu diciptakan, hingga kesalahan ditemukan di dalammu.

Kata “tidak bercacat” adalah kata Ibrani untuk “sempurna”. Selanjutnya, berakhirlah riwayatnya. Sekarang anda bisa lihat bahwa kesempurnaan itu berkaitan dengan komitmen total, dan komitmen total itu berkaitan dengan kekudusan. Seperti yang disampaikan oleh penulis surat Ibrani di dalam Ibrani 12:14,

Kejarlah perdamaian dengan semua orang, dan kejarlah kekudusan sebab tanpa kekudusan, tidak seorang pun dapat melihat Tuhan.

Perkara mengejar kekudusan itu bergantung kepada anda: “sebab tanpa kekudusan, tidak seorang pun dapat melihat Tuhan.” Oh, saudara-saudariku! Raja ini, siapapun dia, adalah orang yang sempurna, sempurna sampai kemudian didapati adanya kesalahan padanya. Akhir riwayatnya adalah bencana.

Demikianlah, kita punya contoh di dalam Perjanjian Lama tentang Salomo yang memulai dengan sempurna, tetapi berakhir dalam bencana; tentang Amazia yang telah memulai, tetapi tidak dengan sempurna, dan juga berakhir dengan bencana; dan kita juga melihat tentang raja Tirus yang sangat sempurna sampai akhirnya dia juga berakhir dalam bencana. Saya pikir, dari apa yang telah kita pelajari selama ini, semua ini akan menjadi mudah bagi anda untuk memahaminya.


KESELAMATAN ADALAH KEPENUHAN YANG DINYATAKAN DALAM KESEMPURNAAN KITA

Di dalam terang semua uraian ini, kita juga bisa melihat apa yang dikatakan oleh Paulus di 2 Korintus 7:1. Inilah ayat lain lagi yang juga tidak terlalu dikenal pada zaman sekarang ini. Apakah yang dikatakan oleh rasul Paulus di sini?

Karena kita memiliki janji-janji ini, hai yang terkasih, marilah kita membersihkan diri kita dari semua kecemaran tubuh dan roh sambil menyempurnakan kekudusan dalam takut akan Allah.

Di sini kita bisa lihat prinsip-prinsip kehidupan Kristen. Kita telah berbicara tentang hal kepenuhan. Kita telah melihat bahwa kepenuhan ini berarti kesempurnaan, dan kesempurnaan ini tidak diartikan sebagai kesempurnaan moral yang tidak akan bisa kita capai di dalam kehidupan sekarang ini. Namun, kesempurnaan ini berarti sempurna di dalam komitmen kita dalam mengikuti Kristus, sikap hati yang sepenuhnya berpaut kepada Allah. Hanya melalui sikap hati semacam inilah kita bisa menikmati kepenuhan Allah. Saya harap prinsip-prinsip tersebut bisa anda pahami dengan jelas. Jadi, keselamatan itu berarti kepenuhan. Namun kepenuhan ini baru datang jika kita sempurna di dalam sikap hati dan komitmen kita kepada Allah. Kesempurnaan ini terungkap di dalam pemuridan dan pemuridan itu berarti hidup mengikuti Yesus hari demi hari.

Kita akan tutup sekarang ini. Tahukah anda apa kepenuhan itu? Apakah anda menikmati kepenuhan di dalam persekutuan dengan Allah setiap hari? Mengertikah anda tentang manisnya persekutuan dengan Dia? Jika anda tidak menikmati manisnya persekutuan dengan Dia, saya yakin bahwa penyebabnya adalah karena hati anda belum sempurna ditujukan kepada-Nya. Hati anda masih menyembunyikan sesuatu dari-Nya. Bagaimana dengan persekutuan anda dengan Anak-Nya, Yesus? Jika persekutuan anda dengan Yesus hari ini tidak terasa manis, anda tidak mengenali dia sebagai Tuan yang hidup. Saya sendiri sudah nyatakan sebelumnya, “Jika Yesus tidak hidup sekarang ini, janganlah sia-siakan waktu anda untuk mempercayai dia. Tidak ada gunanya mempercayai sosok yang sudah mati, dikuburkan dan telah lama berlalu. Dia tidak akan bisa menyelamatkan anda. Akan tetapi, jika Yesus itu benar-benar Juruselamat yang hidup, anda bisa bersekutu dengannya. Anda bisa bercakap-cakap dengannya hari ini, dan anda bisa dengarkan dia berbicara kepada anda.” Jika memang demikian halnya, apakah anda mengalaminya? Jika tidak, saya sampaikan sekali lagi, penyebabnya pasti ada di dalam diri anda, bukan pada dirinya. Dia telah mati supaya anda bisa hidup untuk dia dan bersama dia. Inilah tujuan kematiannya. Menjadi seorang Kristen bukan berarti mengerjakan ini dan itu, atau tidak melakukan ini dan itu. Kekristenan bukanlah sistem keagamaan di mana kita terlibat di dalamnya. Kekristenan berarti kehidupan dalam persekutuan dengan Allah Bapa dan Anak-Nya, Kristus Yesus (1Yoh 1:3). Untuk bisa hidup bersama dengan Dia, untuk bisa mengalami kepenuhan kehidupan Kristen, anda harus menjadi sempurna.

Jika anda tidak bisa menikmati persekutuan itu, kepenuhan itu hari ini, saya mohon agar anda sekarang ini menghadap kepada Bapa dan berkata, “Bapa, aku tidak menikmati kepenuhan ini. Keselamatan itu berarti kepenuhan, tetapi aku tidak menikmatinya. Sekarang ini aku tidak menikmati keselamatan. Apakah ada yang masih tidak sempurna di dalam hatiku? Apakah aku masih menahan sesuatu dari-Mu?” Sama seperti orang muda yang kaya, dia masih menahan sesuatu. Oleh karena dia masih menahan sesuatu, apakah yang terjadi? Ayat-ayat selanjutnya mengatakan bahwa dia pergi dengan sedih dan hampa. Dia tidak pernah memahami makna kepenuhan itu, bukankah demikian? Dia memiliki kekayaan, tetapi dia tak pernah menikmati kepenuhan. Kekayaan dan kepenuhan adalah hal yang berbeda, bukankah begitu? Namun hari ini, jika dengan kasih karunia Allah, anda mau berkata, “Bapa, aku siap untuk terbuka sepenuhnya kepada-Mu. Aku akan serahkan hatiku dan hidupku sepenuhnya kepada-Mu. Aku akan sempurnakan sikap hatiku kepada-Mu”, anda akan menikmati kepenuhan.

 

Berikan Komentar Anda: