Pastor Boo | Natal 2019 |

Di musim Natal ini, kita ingin berbicara tentang lawatan malaikat Gibrael kepada dua sosok yang sangat berbeda, seorang imam terhormat yang terpilih untuk melayani di Bait Suci dan seorang gadis muda belasan tahun yang tidak dikenal. Dalam bahasa masa kini, seorang uskup di kota Roma dan seorang gadis desa yang beribadah di jemaat kecil. Malaikat Gibrael membawa dua pesan yang hampir sama, pesan yang sangat sulit dipercayai, yaitu kelahiran seorang bayi kepada pasangan lansia yang mandul dan kelahiran oleh seorang perawan. Pesan kepada Maria tentunya jauh lebih ajaib dibandingkan dengan pesan ke Zakharia. Namun kita melihat dua reaksi berbeda yang mengandung banyak pelajaran rohani bagi kita.


ZAKHARIA DAN MARIA, ORANG BENAR DI MATA ALLAH

Ingat bahwa Zakharia dan Maria merupakan orang benar di mata Allah, yakni keduanya mengasihi Allah dan “hidup menurut segala perintah dan ketetapan Tuhan dengan tidak bercacat” (Lukas 1:6, bdk 1:28). Jadi mereka berdua adalah yang terbaik dari keturunan Harun dan keturunan Daud. Jika hidup mereka tidak benar, tentu saja Allah tidak akan memilih mereka untuk tanggung jawab yang sedemikian besar, yakni menjadi orangtua yang masing-masing membesarkan bentara sang Mesias dan sang Mesias itu sendiri!


REAKSI ZAKHARIA DAN MARIA TERHADAP MALAIKAT

Maka tampaklah kepada Zakharia seorang malaikat Tuhan berdiri di sebelah kanan mezbah pembakaran ukupan.Melihat hal itu ia terkejut dan menjadi takut. (Luk 1:11-12)

Ketika malaikat itu masuk ke rumah Maria, ia berkata: “Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau.” Maria terkejut mendengar perkataan itu, lalu bertanya di dalam hatinya, apakah arti salam itu. (Luk 1:28-29)

Apa reaksi mereka saat menerima lawatan dari sang malaikat? Kita tentunya akan berpikir bahwa Zakharia, sebagai keturunan keluarga imam yang melayani di Bait Suci dan mengajar Taurat, akan bereaksi dengan cara yang lebih terpuji dibandingkan dengan Maria, seorang gadis perdesaan yang bukan siapa-siapa. Zakharia diberikan tugas untuk membakar ukupan, suatu tugas yang tidak didapatkan oleh banyak imam sepanjang umur mereka. Maria pula adalah gadis yang dari kalangan umum yang tidak memiliki tanggung jawab apa pun di Bait Suci. Pelajaran pertama adalah peran kita di gereja tidaklah mencerminkan kebesaran rohani kita di hadapan Tuhan.

Dikatakan bahwa Zakharia terkejut dan menjadi takut di hadapan Gabriel; tetapi Maria hanya terkejut saat mendengarkan isi salam yang diucapkan oleh Gabriel. Dalam bahasa Inggris, “Mary was greatly troubled” (NIV) atau “Mary was deeply disturbed” (NJB). Itu berarti Maria tidak terganggu dengan kehadiran malaikat tetapi sangat terganggu dan bingung dengan arti salam itu. Zakharia menjadi takut saat berhadapan dengan malaikat Tuhan, Maria tidak, dia lebih terganggu oleh pesan yang disampaikan oleh malaikat. Intisari dari salam itu adalah sebuah pujian setinggi langit yang diucapkan oleh seorang malaikat! “Salam, hai engkau yang sangat diberkati, Tuhan menyertai engkau!” Alkitab ILT, menerjemahkannya seperti ini, “Salam, hai engkau yang dilimpahi anugerah!”

Ini menunjukkan bahwa Maria tidak terbiasa menerima pujian dari orang, apatah lagi pujian sedemikian tinggi dari seorang malaikat. Bukannya merasa tersanjung, pujian dari malaikat itu malah sangat menganggunya! Jika hal yang sama terjadi pada kita, itu akan membawa pada kesombongan yang luar biasa. Lagi pula, ini bukan seorang manusia yang memuji kita tetapi seorang malaikat yang diutus secara langsung oleh Allah! Inilah kerendahan hati yang merupakan kebesaran Maria. Tidaklah mengherankan Allah memilih dia untuk menjadi ibunda sang Mesias. Apakah pujian atau kritikan manusia mempengaruhi kita? Kita hidup di masyarakat yang mementingkan komentar bagus dari orang lain. Hidup kita berandalkan “like” yang didapatkan dari media sosial. “Like” yang memicu semangat dan mendorong kita maju. Di sisi lain, kita tidak dapat menolerir kritikan dan sering membalas saat terprovokasi oleh kritikan yang diterima. Hidup dangkal berpangkalkan tanggapan orang lain sudah pasti akan membuat kita tidak dapat dipimpin Allah untuk mencapai maksud-Nya untuk kita.

Peran Mesias adalah untuk melakukan kehendak Allah dan hanya kehendak-Nya saja. Dua kali ditegaskan di Ibrani 10:7 dan 9 bahwa sang Mesias datang untuk melakukan kehendak Allah. Orang yang melakukan kehendak Allah tidak akan mencari hormat dari manusia karena itu dua hal yang berseberangan yang tidak dapat dirukunkan (Yohanes 5:44). Maka memang pantas Allah memilih Maria karena dia memiliki kualitas yang sama. Pujian dari malaikat membuat Maria merasa tidak nyaman, apatah lagi pujian dari manusia! Maria hanya ingin menggenapi rencana Allah dan tidak mencari pujian dari siapa pun. Lihat bagaimana Maria tunduk sepenuhnya kepada pesan malaikat di Lukas 1:38, “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.”

Saya pribadi mempelajari beberapa pelajaran penting dalam hal ini selama saya di Kanada. Saya menemukan bahwa seringkali mereka yang “memuji” saya akan meninggalkan gereja pada minggu berikutnya. Setidaknya ada tiga orang yang memuji kualitas khotbah saya ternyata hanya omong kosong saja, atau mereka hanya bersikap sopan. Dalam dua kesempatan, mereka menyebut saya sebagai pengkhotbah terbaik yang pernah mereka dengarkan! Itu sebuah klaim yang besar! Namun, saya pikir  mereka hanya berbasa basi. Sejak itu, saya merasa curiga setiap kali seseorang memuji pekerjaan saya. Saya akan mulai berpikir, “Apakah dia akan pergi juga?” Bagaimanapun juga, saya tahu pujian dari manusia itu kosong; kita perlu fokus pada pujian dari Allah (Yohanes 5:44, Roma 2:29, Galatia 1:10).


SALAM BERKAT DARI MALAIKAT MENDATANGKAN SKANDAL DAN PENDERITAAN

Komitmen Maria kepada kehendak Allah harus dibayar dengan harga tinggi. Di Lukas 1:34, 38, Maria tahu bahwa hamil sebagai perawan yang belum bernikah akan menjadi skandal yang amat besar. Dia akan menjadi bahan percakapan dan gosip di seluruh komunitas! Hal yang sangat memalukan! Tanpa komitmen utuh untuk melakukan kehendak Allah, tidaklah mungkin untuk Maria menerima pengaturan ini. Namun di balik skandal dan batu sandungan yang besar ini adalah berkat terbesar yang akan turun ke atas umat manusia.

Jadi arti dari “yang dilimpahi anugerah, Tuhan menyertai engkau” sangatlah berbeda dengan apa yang dipahami oleh orang Kristen modern di zaman sekarang. Kalau malaikat muncul kepada orang Kristen sekarang dan memberikan salam yang sama, kita akan mengartikan pesan itu sebagai tanda damai, ketenangan dan jalan kehidupan yang lancar mulus. Namun “dikaruniai” bagi Maria berarti mengalami skandal akibat kehamilan yang tidak dapat dijelaskan. Berikutnya dia hampir ditinggalkan tunangannya. Allah harus mengutus malaikat-Nya sekali lagi kepada Yusuf dalam mimpi untuk menyelamatkan pernikahannya. Di kemudian hari, Maria juga dinubuatkan oleh Simeon di Lukas 2:34-35 bahwa sebuah pedang akan menembus jiwanya! Bagi Maria, pesan dari malaikat, “dilimpahi anugerah” diikuti dengan mukjizat yang membawa skandal demi skandal.

Maria harus di kemudian hari menyaksikan anaknya disalibkan, suatu pengalaman yang jelas-jelas sangat traumatis bagi seorang ibu. Jika kasihnya kepada Yesus hanyalah kasih yang bersifat alami, tidaklah mungkin untuk Maria tidak mempertanyakan Allah. Namun Yohanes 19:25-27 memberitahu kita bahwa Maria, bersama dengan seorang perempuan lain, berdiri di situ. Adalah luar biasa melihat Yohanes menghilangkan segala aspek emosional; tidak ada melodrama, tidak ada sensasi. Mereka hanya hadir di situ untuk dia.


KERAGUAN ZAKHARIA

Satu lagi perbedaan di antara Zakharia dan Maria. Lihat bagaimana Zakharia meragukan pesan dari Gabriel (1:18) sedangkan Maria berserah kepada perkataan malaikat (1:38). Walaupun Zakharia itu setia dan benar, “hidup menurut segala perintah dan ketetapan Tuhan dengan tidak bercacat” (1:6), dia masih belum terbiasa bergaul dengan Allah. Sekalipun malaikat telah memberikan jaminan dan menyatakan kabar baik, Zakharia masih meminta jaminan tambahan (1:18). Fakta bahwa Gabriel memiliki otoritas bukan saja untuk membawa kabar baik tetapi menjatuhkan hukuman menunjukkan bahwa malaikat ini bukan malaikat biasa (1:20). Gabriel besar kemungkinan adalah seorang penghulu malaikat. Jika demikian, bukankah reaksi Maria sangat mengherankan dan mencerminkan kebesaran rohaninya, dibandingkan dengan Zakharia.

Kisah Zakharia mengingatkan saya akan kisah Gideon di Hakim 6:36 (walaupun tidak sepenuhnya sama) ketika dia membentangkan guntingan kulit domba beberapa kali untuk mendapatkan jaminan bahwa Allah akan mengenapi apa yang dijanjikan-Nya melalui malaikat Tuhan. Janji itu ketika disampaikan sudah disertai tandanya sendiri. Namun, Allah bersabar dengan Gideon dan memberikan kepadanya dua tanda lagi sesuai permintaannya. Kelak, Allah akan mengajar Gideon sebuah pelajaran iman yang besar, dengan mengurangi prajuritnya menjadi 300 orang untuk melawan 135,000 orang Midian. Ternyata dengan 300 prajurit mereka menang mutlak dan tidak satu pun orang Midian yang lolos. Mengenai Zakharia, fakta bahwa sang malaikat menghukumnya dan membuatnya bisu menunjukkan bahwa Allah mengharapkan respon yang lebih baik dari dia. Zakharia seharusnya sanggup menerima pesan itu tetapi dia ragu.


BAGI ALLAH TIDAK ADA YANG MUSTAHIL

Pesan penting pada Natal ini dapat dirangkum oleh perkataan malaikat di ayat 37, “Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil.” Pertanyaannya ialah, “Apakah kita benar-benar percaya Allah dapat melakukan apa yang mustahil?” Pengajaran Yesus dipenuhi dengan prinsip ini (Matius 17:20; 19:26). Tentu saja ini merujuk kepada karya keselamatan Allah melalui pemberitaan Kabar Baik. Dalam kenyataannya, pengajaran Yesus adalah mustahil bagi manusia! Namun apa yang mustahil seringkali menjadi kenyataan. Kita sering menyaksikan perubahan dalam hati saudara-saudari, yang sebelumnya egois, arogan dan kasar menjadi orang yang memberi diri kepada orang lain, dan melakukan apa saja yang perlu untuk memajukan pekerjaan Kerajaan. Kita menyaksikan mukjizat “kelahiran baru”, dari orang berdosa menjadi orang kudus! Bahkan dalam beberapa kasus, kita menyaksikan orang meninggalkan pendidikan dan pekerjaan yang baik untuk melayani Tuhan! Semua ini adalah pekerjaan Allah yang dahsyat. Mukjizat kelahiran “ajaib” tidak pernah berhenti terjadi sejak Natal yang pertama. Kabar Baik Injil adalah “bagi Allah tidak ada yang mustahil!” Semua orang diberikan kesempatan untuk berubah, dan karena Yesus tidak seorang pun perlu berkata, “aku tidak mungkin berubah”. Haleluyah!

Untuk menyimpulkan, biar saya sampaikan secara sederhana: kita tidak dapat mengalami kegenapan rencana keselamatan Allah dalam kehidupan kita, yaitu mengalami apa yang mustahil menjadi kenyataan, jika kita tidak berkomitmen melakukan kehendak Allah. Itulah caranya Yesus mendefinisikan iman di Yohanes 5:44 (“Bagaimana kamu dapat percaya, kamu yang menerima hormat seorang dari yang lain dan tidak mencari hormat yang datang dari Allah yang Esa?”). Apakah itu berarti kita perlu berusaha melakukan yang terbaik dan lebih bertekad melakukan kehendak Allah? Tentu saja ada unsur aktif yang terlibat, tetapi harus dimulai dulu dengan yang pasif, yaitu penyerahan total kepada kehendak Allah, yang tersimpul dalam perkataan Maria, “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu”.  Apakah kita memiliki sikap seperti ini terhadap firman Allah? Sekarang kita dapat melihat bahwa intisari dari apa yang dihadapi Maria merupakan tantangan yang dihadapi kita setiap hari! Bukankah ini mengingatkan kita akan kata-kata pembukaan dari Doa Bapa Kami? “Datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di surga”. Bagi kita yang memiliki sikap ini (yang kemudiannya diterjemahkan ke dalam perbuatan), kita dapat berkata bersama Paulus:

 16  Sebab aku tidak malu terhadap Injil, karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya, pertama-tama orang Yahudi, tetapi juga orang Yunani. 17  Sebab di dalamnya dinyatakan pembenaran oleh Allah, yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman, seperti ada tertulis: “Orang yang dibenarkan karena imannya, akan hidup.”

 

Berikan Komentar Anda: