Ev. Xin Lan | Gideon (2) |

Karakter Alkitab yang akan kita tinjau hari ini adalah Gideon. Gideon merupakan seorang hakim di Israel. Riwayat hidupnya dicatat dalam kitab Hakim-hakim pasal 6-8.


ISRAEL TELAH MENINGGALKAN YAHWEH

Pada masa Gideon hidup, orang Israel telah tinggal di tanah Kanaan selama lebih dari 200 tahun. Dua abad dalam sejarah manusia tidaklah terlalu lama. Akan tetapi, orang Israel sudah lama menjauh dari Yahweh. Inilah fakta yang sangat menyedihkan: tidak peduli apakah mereka orang Israel atau gereja, orang-orang pilihan Allah sering mengalami kemerosotan rohani. Ketika manusia rohani yang memimpin gereja meninggal, maka yang lain akan menjauh dari Allah dengan cepat.


GIDEON MEMINTA TANDA DARI ALLAH

Kita telah melihat bahwa ketika Allah memanggil Gideon, Gideon belum mengenal Allah. Ia tidak memiliki pengalaman pribadi dengan Allah. Namun, Gideon ingin mengenal Allah dan meminta bukti kepada Allah. Ia melakukannya bukan karena ia ingin mencobai Allah. Allah lebih dari bersedia untuk memberikan bukti kepada manusia dan membiarkan manusia mengenal-Nya secara pribadi. Jadi, Allah menyetujui permintaan Gideon, Dia benar-benar memberinya bukti, yaitu dengan mengirimkan api dari atas untuk menghanguskan kurban yang dipersembahkan Gideon. Hari ini kita akan melanjutkan pembahasan tentang topik ini. Mari kita baca Hakim-hakim 6:17-24.

Jawab Gideon kepada-Nya, “Jika kiranya aku mendapat kasih karunia dalam pandangan-Mu, maka tunjukkanlah kepadaku tanda bahwa Engkaulah yang berfirman kepadaku. Janganlah kiranya beranjak dari sini sampai aku datang kepada-Mu untuk membawa persembahanku dan meletakkannya di hadapan-Mu.” Kata-Nya, “Aku akan tinggal sampai engkau kembali.” Gideon pun masuk ke dalam, lalu mengolah seekor anak kambing dan satu efa tepung untuk roti tidak beragi. Ia meletakkan daging ke dalam bakul sedangkan kuahnya ditaruhnya di dalam periuk, lalu dibawa kepada-Nya di bawah pohon Tarbantin untuk dihidangkannya. Berkatalah Malaikat Allah kepadanya, “Ambillah daging dan roti yang tidak beragi itu, letakkanlah ke atas batu ini, lalu tuangkanlah kuahnya.” Jadi, dilakukannya demikian.  Lalu, Malaikat YAHWEH mengulurkan ujung tongkat yang ada di tangannya dan menyentuh daging dan roti tidak beragi itu. Kemudian, timbullah api dari batu itu dan memakan habis daging dan roti yang tidak beragi itu. Kemudian, Malaikat YAHWEH itu pun hilang dari pandangannya. Jadi, Gideon pun mengetahui bahwa dialah Malaikat YAHWEH. Kata Gideon kepadanya, “Celakalah aku, Tuhanku Allah! Sebab, sesungguhnya aku telah melihat Malaikat YAHWEH muka terhadap muka! Lalu, YAHWEH berkata kepadanya, “Damai sejahtera atas engkau! Jangan takut, engkau tidak akan mati!” Kemudian, Gideon mendirikan mezbah di sana bagi YAHWEH di sana dan menamainya, “YAHWEH adalah Damai sejahtera.” Sampai saat ini, mezbah itu masih ada di Ofra, kota orang Abiezer.

Mari kita bahas tanda yang diminta oleh Gideon. Tanda yang diminta oleh Gideon cukup istimewa. Apa tanda yang dimintanya? Dia ingin menawarkan persembahan kepada Allah dan meminta Allah untuk menunggu dia kembali. Akan tetapi, bukti yang diberikan oleh Allah kepadanya bukan hanya menunggu dia kembali, tetapi Allah juga mengulurkan tongkat di tangan-Nya. Ketika kepala tongkatnya menyentuh daging dan roti yang tidak beragi, ada api yang keluar dari batu dan memakan habis semua daging dan roti yang tidak beragi. Kemudian, utusan Allah menghilang. Jadi, cara Gideon meminta tanda sangat istimewa. Dia mengalami Allah melalui persembahan korban. Apakah kita melihat pelajaran rohani di sini? Pelajaran ini adalah: Apakah Anda ingin mengalami Allah? Apakah Anda ingin meminta tanda? Apakah Anda ingin tahu apakah Allah nyata? Maka Anda harus pertama-tama melangkah ke langkah pertama. Anda harus mengambil tindakan untuk mempersembahkan korban kepada Allah.     


RESPON GIDEON: MEMPERSEMBAHKAN KORBAN YANG BERHARGA 

Mempersembahkan korban berarti Anda harus membayar harga. Korban yang dipersembahkan Gideon – seekor kambing muda dan roti tidak beragi yang terbuat dari satu efa tepung – tidaklah sederhana dan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Mengapa saya mengatakan itu? Jangan lupa bahwa bangsa Israel pada saat itu sangat miskin. Ketika bangsa Midian menginvasi tanah Israel, mereka menerapkan “Kebijakan Serba Tiga”. Maksudnya mereka merampas makanan, ternak, menghancurkan rumah-rumah dan lain-lain, mereka tidak meninggalkan apa pun untuk orang Israel. Ketika persediaan makanan tidak mencukupi, tentu saja makanan menjadi sangat berharga. Makanan menjadi tak ternilai harganya dan nilainya lebih dari emas. Akan tetapi, Gideon mempersembahkan seekor kambing muda utuh, yang dagingnya paling enak. Dan rotinya dibuat dari satu efa tepung, tepung yang halus, bukan tepung yang kasar. Berapa harga satu efa? Jumlah tersebut setara dengan persediaan makanan untuk 10 hari bagi seorang pria pada saat itu.

Saya rasa pada tahun 60-an dari abad yang lalu, orang-orang Tionghoa yang pernah mengalami bencana alam selama 3 tahun memiliki pengalaman pribadi. Pada saat itu, banyak orang yang tidak memiliki cukup makanan. Ada juga orang yang sama sekali tidak punya apa-apa untuk dimakan. Jika mereka bisa mendapatkan sayuran yang tumbuh di alam liar, itu sudah dianggap lumayan. Sama sekali tidak ada makanan, bahkan biji-bijian kasar sekalipun, apalagi tepung halus, dan tidak pernah ada kambing muda yang lezat. Jadi, apa yang dipersembahkan Gideon merupakan hadiah yang sangat berharga. Ia mempersembahkan yang terbaik yang ia miliki. Dia melakukan usaha yang terbaik. Maka, Allah menerima persembahannya dengan sukacita. Allah menerima jenis sikap seperti ini darinya. Dan membiarkannya mengalami Allah.

Banyak orang ingin mengalami Allah. Saya berani mengatakan bahwa jika Anda bertanya pada semua orang, “Apakah Anda bersedia mengalami Allah? Apakah Anda ingin tahu bahwa Allah itu ada?” Semua orang akan berkata, “Bersedia, saya ingin tahu. Bagaimana saya bisa tahu bahwa Allah itu nyata?” Jika Anda melangkah satu langkah dan mengambil tindakan untuk mempersembahkan korban kepada Allah seperti yang dilakukan Gideon, Anda akan mengalami Allah. Misalnya, apakah Anda pernah meluangkan waktu untuk membaca Alkitab dan merenungkan firman-Nya? Seluruh Alkitab merupakan wahyu yang Allah berikan kepada kita. Jika kita tidak meluangkan waktu untuk membaca Alkitab, bagaimana kita bisa mengenal Allah? Jika Anda membaca firman Alkitab dan melakukannya dengan benar, Anda akan menyaksikan apakah Anda dapat mengalami Allah. Jika Anda mempersembahkan yang terbaik, dan lihat apakah Anda dapat mengalami Allah.


PENGALAMAN YANG TRANSFORMATIF

Mari kita kembali ke Gideon. Apa tanggapan Gideon setelah dia mengalami Allah secara pribadi? Dia berkata, “Celakalah aku, Tuhanku Allah! Sebab, sesungguhnya aku telah melihat Malaikat YAHWEH muka terhadap muka!” Gideon melihat Allah, dia menjadi sangat takut. Allah datang untuk menghiburnya, mengatakan, “Damai sejahtera atas engkau! Jangan takut, engkau tidak akan mati!” Yang aneh adalah mengapa Gideon takut ketika dia melihat Allah? Jelas dia merasa tidak pantas dan menyadari bahwa dia penuh dengan kekotoran. Seseorang yang benar-benar mengalami Allah dan mengenal Allah, dia akan takut kepada Allah, melihat kekurangannya sendiri dan dosanya. Ini merupakan efek utama dari mengalami Allah. Misalnya, ketika nabi besar Yesaya bertemu dengan Allah, apa yang dia katakan? Di Yesaya 6:5, Yesaya berkata,

“Celakalah aku! Aku binasa! Sebab, aku seorang yang najis bibir dan aku tinggal di tengah-tengah bangsa yang najis bibir. Namun, mataku telah melihat Sang Raja, Yahweh semesta alam.”

Yesaya melihat dosanya sendiri dan merasa tidak layak berdiri di hadapan Allah.

Sebaliknya, jika seseorang mengeklaim bahwa dia mengalami Allah dan melihat mukjizat, dll., tetapi hidupnya tidak mengalami perubahan apa pun, malah menjadi sombong dan bangga, saya khawatir pengalaman itu bukanlah dari Allah. Bahkan jika dia benar-benar mengalami Allah, tetapi pengalaman ini tidak memberinya manfaat apa pun. Bagaimana mungkin Allah membiarkannya terus mengalami Allah?


MEZBAH BARU: YAHWEH-SHALOM

Gideon secara pribadi mengalami Allah, ia mulai takut kepada Allah dan melihat dosa-dosanya sendiri. Namun, Allah secara pribadi menenangkannya: “Jangan takut! Engkau tidak akan mati!” Lalu, bagaimana Gideon menanggapi? Ia membangun sebuah mezbah bagi Yahweh dan memberinya nama Yahweh-shalom. Arti dari Yahweh-shalom adalah Yahweh memberikan damai sejahtera. Untuk apa mezbah itu? Tentu saja, untuk mempersembahkan korban dan ucapan syukur kepada Allah. Jadi, Gideon membangun mezbah sebagai tanggapan terhadap Allah, dan memberikan ucapan syukur kepada Allah karena memberinya damai sejahtera. Kita harus memperhatikan bahwa Gideon dengan sengaja memberi nama mezbah ini sebagai “Yahweh memberikan damai sejahtera.” Ini berarti bahwa ia tahu bahwa Allah ini adalah Yahweh dan ia mulai menyembah Yahweh pada saat itu. Gideon telah menyembah berhala sebelumnya. Hakim 6:25 menyebutkan bahwa ada sebuah mezbah dalam keluarga Gideon untuk menyembah berhala. Akan tetapi, kemudian ia mulai menyembah Yahweh, bukan berhala lagi.

Jadi, di sini kita dapat melihat dua prinsip. Pertama, setelah mengalami Allah, kita harus merespons-Nya dan bersyukur kepada-Nya. Dengan cara ini, Allah akan membiarkan kita terus memiliki kesempatan untuk mengalami-Nya. Banyak orang setelah mengalami Allah tidak bersedia untuk bersyukur kepada Allah dan merespons Allah. Pada akhirnya, pengalaman mereka berhenti di situ, tanpa pengalaman lebih lanjut.

Jika kita berpikir lebih detail, kita akan menemukan bahwa setiap orang memiliki sedikit banyak pengalaman dengan Allah. Bahkan pada saat kita belum mengenal Allah, kita masih mengalami Allah. Jadi, orang non-Kristen juga mengalami Allah. Mungkin mereka tidak tahu Allah yang mana. Mungkin itu beberapa pengalaman supernatural, tetapi mereka berhenti di situ, tidak bersedia merespons dan enggan untuk bersyukur kepada Allah. Seperti yang dikatakan dalam Roma 1:21,

“Karena, sekalipun mereka tahu tentang Allah, mereka tidak memuliakan-Nya sebagai Allah atau bersyukur kepada-Nya.”

Orang seperti ini tidak dapat mengenal Allah karena Allah telah memberi mereka kesempatan, tetapi mereka tidak merespons. Bagaimana mungkin Allah memberi Anda lebih banyak kesempatan untuk mengalami-Nya? Bahkan sekalipun lebih banyak kesempatan diberikan, itu tidak akan berguna. Gideon belum mengenal Allah, tetapi Allah memanggilnya. Dia benar-benar ingin mengenal Allah dan meminta bukti. Allah membiarkannya mengalami diri-Nya dan secara pribadi mengenal Allah yang sejati ini. Setelah dia mengenal Allah yang sejati ini, dia bersedia merespons dan bersyukur kepada-Nya.


BERHENTI MENYEMBAH BERHALA

Kedua, merespons Allah tidak hanya berarti bersyukur kepada Allah. Seseorang juga harus meninggalkan berhala yang telah dia sembah. Mulai dari saat itu, dia menyembah Allah, Yahweh. Proses ini seperti seorang non-Kristen yang berubah menjadi seorang Kristen. Kita semua tidak mengenal Allah, Allah yang memanggil kita. Ketika kita mendengarkan Injil dan kemudian mengalami Allah, maka kita meninggalkan berhala masa lalu. Kita menyembah Allah dan menjadi orang Kristen.


MAKNA BERHALA

Berbicara tentang berhala, kita seharusnya tidak melihatnya terlalu dangkal. Di dunia ini, ada orang yang menyembah berhala yang dipahat dari emas, perak, kayu dan batu. Jika kita mengatakan bahwa orang-orang ini menyembah berhala dan saya tidak menyembah berhala apa pun, kita terlalu dangkal. Berhala hanyalah tujuan hidup kita, arah hidup kita, dan sesuatu yang kita anggap paling penting. Jadi, setiap orang memiliki berhala sendiri. Setiap orang di dunia memiliki sesuatu yang dianggapnya paling penting. Setiap dari kita memiliki berhala kita sendiri karena setiap orang di dunia memiliki sesuatu yang dianggapnya paling penting. Oleh karena hal itu, kita semua memiliki cara hidup dan tujuan hidup kita sendiri.

Beberapa hari yang lalu, saya membaca laporan tentang seorang komedian crosstalk (xiangsheng) terkenal. Tujuan seluruh hidupnya dan impiannya adalah untuk membangun pasukan pelawak crosstalk. Mereka yang tidak suka crosstalk menganggapnya membingungkan. Namun, inilah mimpinya, inilah tiang hidupnya, sesuatu yang telah ia kejar sepanjang hidupnya. Hal yang disukai setiap orang berbeda; hal yang dikejar setiap orang berbeda. Jika seseorang adalah aktor, mimpinya adalah tampil baik dalam karakternya. Mungkin dia ingin menjadi sutradara, membuat film yang menurutnya yang terbaik. Jika seseorang adalah atlet, mimpinya adalah mendapatkan medali dalam Olimpiade. Seseorang yang suka uang, mimpinya adalah mencari uang. Orang yang suka mendapatkan gelar, ingin masuk ke Universitas terbaik, mendapatkan gelar tertinggi, lalu menjadi profesor utama. Singkatnya, setiap orang memiliki tujuan hidup yang berbeda. Tujuan dan karier yang ia kejar merupakan berhala baginya, sesuatu yang dianggapnya paling penting. Mengenal Allah dan menjadi umat Allah berarti meninggalkan tujuan hidup masa lalunya. Kita harus menjadikan Allah sebagai tujuan hidup kita, menjadikan Allah sebagai pusat bagi seluruh hidup kita. Inilah makna meninggalkan berhala. Inilah perubahan yang harus kita lakukan setelah menjadi orang Kristen. Jadi, kita harus merenungkan diri sendiri: apakah kita telah menghilangkan berhala di dalam hati kita? Apa yang kita anggap paling penting? Apakah tujuan hidup kita telah berubah sepenuhnya dan sekarang hidup sepenuhnya untuk Allah? Jika arah hidup kita belum berubah, kita belum meninggalkan berhala. 

Perhatikan cara Allah memimpin Gideon. Allah pertama-tama membiarkan Gideon mengalami Dia, kemudian Gideon bersedia melepaskan berhala dan menyembah Allah. Akan tetapi, ketika kita memberitakan Injil kepada orang-orang yang belum percaya, kita sering melakukannya dengan cara yang berlawanan. Kita pertama-tama ingin mengubah mereka: tidak merokok, tidak minum alkohol, tidak berjudi, tidak mencintai dunia. Pokoknya, banyak “tidak” membuat mereka tidak berani datang ke gereja karena mereka tidak bisa berhenti melakukannya. Apakah jika mereka tidak merokok, tidak minum, tidak berjudi, dan tidak mencintai dunia, maka mereka akan menjadi Kristen? Banyak orang tidak melakukan hal-hal ini, tetapi mereka masih bukan Kristen. Mereka telah terbiasa dengan hidup seperti ini, apa gunanya jika Anda menegurnya sepanjang hari? Kuncinya adalah membawa mereka mengalami Allah. Begitu mereka telah mengalami Allah, mereka akan bersedia melepaskan semua ini, bersedia mengubah seluruh arah hidup mereka. Allah juga akan mengubah mereka.


ISRAEL MENGANGGAP “BAAL” SEBAGAI “YAHWEH”

Kembali ke pertanyaan tentang penyembahan berhala, dari Hakim 6:25, kita bisa melihat bahwa ayah Gideon membangun mezbah untuk menyembah Baal. Hakim 2:11 mengatakan bahwa orang Israel menyembah Baal. Seluruh Perjanjian Lama tidak pernah berhenti menyebutkan bahwa orang Israel menyembah Baal. Siapakah Baal? Sebenarnya, ketika kata “Baal” ini diterjemahkan, itu berarti “Tuan”. Jadi, saya katakan jangan pernah menganggap penyembahan berhala merupakan sesuatu yang sederhana. Jangan berpikir bahwa orang Israel begitu bodoh dalam menyembah dewa lain. “Tuhan” atau “Tuan” merupakan cara hormat untuk memanggil Allah. Ini bukan nama dewa lain. Itulah mengapa orang Israel berpikir bahwa mereka sedang menyembah Allah, Yahweh. Kita bisa menemukan beberapa bukti dalam Keluaran 32. Keluaran 32 mencatat bahwa orang Israel membuat anak lembu emas dan mereka menyembah anak lembu emas yang mereka kira adalah Allah. Apakah Anda berpikir bahwa orang Israel benar-benar menyembah berhala dengan sengaja? Keluaran 32:5 mengatakan, “Ketika Harun melihat ini, ia membangun mezbah di depannya, dan Harun membuat pernyataan, katanya, ‘Besok akan menjadi hari raya bagi YAHWEH.'”

Ternyata orang Israel berpikir bahwa anak lembu emas itu adalah Allah, Yahweh, sehingga mereka menyembahnya. Mereka mengatakan bahwa itu adalah Allah, Yahweh. Mereka tidak tahu bahwa mereka sedang menyembah berhala. Hal paling menakutkan adalah bahwa kita berpikir kita menyembah Allah, memanggil nama Allah, tetapi di mata Allah, kita menyembah berhala!


BERHALA DALAM PB: INJIL YANG LAIN

Di 1 Yohanes 5:21 dalam Perjanjian Baru, itu adalah ayat terakhir yang dikatakan Yohanes dalam surat ini. Apa yang dikatakannya? Dia berkata,

“Anak-anakku, jauhkanlah dirimu dari berhala-berhala.”

Yohanes mengatakan itu kepada orang Kristen. Bagaimana mungkin orang Kristen menyembah berhala? Jika orang Kristen tidak menyembah berhala, teguran Yohanes ini tidak diperlukan. Masalahnya adalah bahwa orang Kristen, sama seperti orang Israel, mereka berpikir bahwa mereka menyembah Allah, tetapi di mata Allah, mereka menyembah berhala. Seperti apa situasi seperti ini? Mari kita lihat Galatia 1:6-9:

6  Aku heran, betapa cepatnya kamu meninggalkan Dia, yang memanggilmu melalui anugerah Kristus, dan berbalik kepada injil yang lain. 7  Padahal, tidak ada injil yang lain. Namun, ada beberapa orang yang telah mengacaukan kamu dan ingin memutarbalikkan Injil Kristus. 8  Bahkan, kalau kami atau seorang malaikat dari surga memberitakan kepadamu injil yang bertentangan dengan apa yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah dia! 9  Seperti yang telah kami katakan sebelumnya dan sekarang aku katakan lagi, jika ada orang yang memberitakan kepadamu injil yang bertentangan dengan apa yang sudah kamu terima, biarlah ia terkutuk.

Perikop ini adalah apa yang Paulus katakan kepada jemaat di Galatia. Dia mengatakannya dengan sangat serius. Dia mengatakan bahwa mereka telah mengikuti injil lain yang bukan Injil. Injil itu adalah Injil yang telah diubah. Apakah jemaat Galatia telah meninggalkan Kekristenan dan tidak lagi menyebut diri mereka sebagai orang Kristen? Tentu saja tidak. Mereka masih menyebut diri mereka gereja, orang Kristen. Namun, mereka telah mengikuti injil yang lain. Apa artinya? Itu berarti ajaran mereka telah berubah. Jika kita tidak mengikuti ajaran Alkitab yang benar untuk mengenal Allah, meskipun kita mengaku sebagai gereja dan mengaku sebagai orang Kristen, tetapi di mata Allah, kita menyembah berhala. Tidak heran jika Paulus mengatakan bahwa guru-guru palsu itu harus dikutuk.

Jadi, kita perlu merenungkan diri kita sendiri: apakah Allah yang kita percayai merupakan Allah yang disebutkan dalam Alkitab? Jika tidak, dan jika kita mengutip Alkitab di luar konteks, memilih-milih dari Alkitab, hanya menerima bagian-bagian yang kita suka dan menolak bagian-bagian yang kita tidak suka, bahkan menjelaskan Alkitab dengan salah, kita sedang menyembah berhala, seperti orang Israel pada zaman Gideon.

 

Berikan Komentar Anda: