Download eBook: THE ONLY TRUE GOD

Download eBook: THE ONLY PERFECT MAN


SC Chuah | Monoteisme |

Sebagai seorang pengikut, hal yang paling penting yang harus kita tahu tentang orang yang kita ikuti adalah pedoman hidupnya. Oleh karena itu, sebagai pengikut Yesus, hal yang paling penting yang harus kita ketahui tentang Yesus adalah syahadat yang menuntun hidupnya.

Dalam kisah Injil, ada seorang ahli Taurat menanyakan pertanyaan tersebut kepada Yesus secara langsung, “Hukum manakah yang paling utama?” Pada zaman itu, para rabi dan ahli Taurat sering memperdebatkan pertanyaan tersebut, “Dari sekian banyak hukum yang ada, yang manakah yang harus dijunjung di atas yang lain?” Jawaban kepada pertanyaan tersebut tentu saja merupakan sebuah syahadat. Jawaban Yesus jelas:

Jawab Yesus: “Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa.  30 Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. (Markus 12:29-30)

Itulah syahadatnya Yesus Kristus. Untuk memahami mengapa Yesus mengutip ayat ini, dan mengapa syahadat ini begitu penting bagi kehidupan beragama orang Yahudi, ada baiknya kita membaca langsung dari kitab yang dikutip Yesus:

Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN (YAHWEH) itu Allah kita, TUHAN (YAHWEH) itu esa!  5 Kasihilah TUHAN (YAHWEH), Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu.  6 Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan,  7 haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun.  8 Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu,  9 dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu. (Ulangan 6:4-9)

Pembacaan sekilas memperlihatkan dengan jelas bahwa nas inilah yang seharusnya mendominasi setiap aspek kehidupan umat Yahudi, dan atas nas inilah seluruh hukum Taurat bersandar. Jika Yesus datang untuk menggenapi hukum Taurat, ini bermakna seluruh kehidupan Yesus merupakan teladan dari seseorang yang menggenapi perintah itu dengan sempurna. Oleh karena itu, komitmen untuk mengasihi Dia dengan seluruh keberadaan seharusnya mencirikan pola hidup para pengikut Yesus. Sebuah perintah itu dimaksudkan untuk membentuk pola hidup, apatah lagi sebuah perintah yang dianggap paling utama.

Namun, siapakah “Dia” yang dimaksudkan oleh Yesus? Siapakah Allah kita itu? Apakah nama-Nya? Ayat Shema  itu menyatakan dengan jelas: Yahwehlah Allah kita, dan Yahweh itu esa. Di dunia politeis yang memiliki banyak allah dengan namanya masing-masing, tentu saja kritis bagi umat Allah untuk mengenal nama-Nya. Nama itulah yang membedakan Allah umat Israel dari allahnya bangsa-bangsa lain. Tidak kurang penting juga adalah pertanyaan ada berapa Dia itu? Allah itu memang misterius, dan banyak yang kita tidak tahu tentang Dia. Namun, siapa nama-Nya dan ada berapa Dia, merupakan dua hal yang Dia ingin kita tahu tentang diri-Nya. Dia telah menyatakannya! Nas ini merupakah perlindungan bagi umat Israel dari penyembahan berhala, yaitu penyembahan kepada apa saja atau siapa saja yang bukan Allah.  Nas ini kedap terhadap penyembahan berhala.

Untuk membuka pintu air penyembahan berhala, nas inilah yang harus dikaburkan artinya.

Orang-orang yang “terpelajar” memberitahu kita bahwa nama Allah dalam Perjanjian Lama, yaitu Yahweh, harus diterjemahkan menjadi TUHAN atau LORD. Dengan demikian, kita dengan sukses menghasilkan sebuah generasi orang Kristen yang mengaku mengenal Allah, tetapi tidak tahu siapa nama-Nya! Banyak orang Kristen tidak tahu allahnya bangsa Moab yang bernama “Baal” itu, artinya juga Lord! Tahukah saudara nama Baal itu maknanya Lord? Dengan menerjemahkan Tetragrammaton (YHWH) itu menjadi LORD atau TUHAN, Allah kita sekarang bisa jadi siapa saja selain Yahweh. Banyak orang Kristen tidak tahu kalau nama Yahweh itu muncul 6.828 kali di dalam Kitab Suci Ibrani. Kalau ditambah kata-kata seperti Halelujah (Puji Yahweh), Yesaya (Keselamatan dari Yahweh), Yeremiah (Yahweh melepaskan), Abia (Yahweh Bapaku) dll, totalnya mendekati 7000 kali.

Orang-orang yang terpelajar juga memberitahu kita bahwa kata Ibrani echad yang berarti “esa” atau “satu” kononnya tidak berarti satu. Menurut mereka, echad kononnya bisa berarti dua, bisa tiga, atau bisa sepuluh. Kalimat “Istriku satu” menurut para teolog terpelajar ini bisa diartikan sebagai “Istriku tiga, empat atau seberapa saja”! Hal ini mereka lakukan dengan mengutip beberapa ayat dari Kitab Suci, dan berdasarkan argumen yang terang-terangan palsu, mereka membuktikan bahwa satu tidak berarti satu. Andai saja argumen mereka itu berbobot, maka kacaulah dunia, karena kita sekarang dapat ke toko dan membeli barang seharga tiga dolar dan bersikeras membayar dengan satu dolar. Menurut argumen mereka, satu bisa saja berarti tiga. Ketidaklogisan dan kepalsuan dari argumentasi mereka dapat ditemukan dalam artikel ini: DISTORSI TRINITARIAN ATAS KATA “ECHAD”.

Arti echad (esa) dapat dilihat dari respon ahli Taurat terhadap pernyataan Yesus:

Lalu kata ahli Taurat itu kepada Yesus: “Tepat sekali, Guru, benar katamu itu, bahwa Dia esa, dan bahwa tidak ada yang lain kecuali Dia. (Markus 12:32)

Ahli Taurat memahami bahwa “Dia esa” berarti “tidak ada yang lain kecuali Dia”. Yesus mengakui kebijaksanaan jawabnya sehingga dia berkata, “Engkau tidak jauh dari Kerajaan Allah!”.

“Yahweh itu esa”, dan “tidak ada yang lain kecuali Dia” merupakan tema yang bergema di seluruh Kitab Suci Ibrani. Sebagai contoh:

Yesaya 45:5  Akulah YAHWEH dan tidak ada yang lain; kecuali Aku tidak ada Allah.

Yesaya 45:14,tidak ada yang lain; di samping Dia tidak ada Allah!

Yesaya 45:18, “Akulah YAHWEH, dan tidak ada yang lain.”

Yesaya 45:21b-22  Bukankah Aku, YAHWEH? Tidak ada yang lain, tidak ada Allah selain dari pada-Ku! Allah yang adil dan Juruselamat, tidak ada yang lain kecuali Aku!  22 Berpalinglah kepada-Ku dan biarkanlah dirimu diselamatkan, hai ujung-ujung bumi! Sebab Akulah Allah dan tidak ada yang lain.

Yesaya 46:9, “Ingatlah hal-hal yang dahulu dari sejak purbakala, bahwasanya Akulah Allah dan tidak ada yang lain, Akulah Allah, dan tidak ada yang seperti Aku”.

Yesaya 46:5, “Kepada siapakah kamu hendak menyamakan Aku, hendak membandingkan dan mengumpamakan Aku, sehingga kami sama?”

Yesaya 40:25, “Dengan siapa hendak kamu samakan Aku, seakan-akan Aku seperti dia? firman Yang Mahakudus.”

Keluaran 8:10, “tidak ada yang seperti YAHWEH, Allah kami.”

Keluaran 9:14, “bahwa tidak ada yang seperti Aku di seluruh bumi.”

1 Samuel 2:2, “Tidak ada yang kudus seperti YAHWEH; karena tidak ada yang lain kecuali Engkau.” (ILT)

Yeremia 10:6, “Sebab tidak ada yang seperti Engkau, ya YAHWEH, Engkau besar, dan Nama-Mu agung dalam keperkasaan.” (ILT)

Dari nas-nas tersebut di atas, khususnya bagian kalimat yang ditebalkan, kita dapat menarik dua kebenaran mutlak:

  1. Hanya ada satu Allah yang benar dan tidak ada yang lain, dan nama-Nya adalah Yahweh
  2. Tidak ada yang seperti Dia; tidak ada yang menyamai Dia; tidak ada yang dapat diperbandingkan dengan Dia

Jika demikian halnya, bagaimana mungkin adanya paham Trinitas? Bagaimana mungkin adanya dua pribadi lain di samping Yahweh yang sama-sama disebut Allah, yang sama-sama setara dan menyamai Yahweh? Atau, apakah kedua pribadi yang lain itu juga bernama Yahweh? Tujuan artikel ini adalah untuk menunjukkan bahwa ayat Shema di Ulangan 6:4, yang dianggap sebagai perintah yang paling utama bagi umat Israel, yang sekaligus merupakan syahadatnya Yesus Kristus, kalau tidak dikutak-katik artinya melalui terjemahan yang keliru dan tafsir yang tidak logis, menjadikan paham Trinitas itu suatu kemustahilan.

Dengan kata lain, untuk memungkinkan paham Trinitas itu dicapai, para teolog harus melakukan dua langkah:

Pertama, nama Allah dalam Kitab Suci Ibrani yang muncul hampir 7.000 kali itu, yaitu YHWH atau Yahweh, harus dihilangkan atau dikaburkan artinya. Allah harus dibiarkan tanpa nama. Memang lebih tidak rumit untuk membuktikan adanya “Allah-dalam-tiga-pribadi” daripada “Yahweh-dalam-tiga-pribadi”, untuk menghindari pelanggaran yang terang-terangan terhadap ayat-ayat yang terkutip di atas.

Kedua, kata echad atau “esa/satu” juga harus diubah artinya. Kata echad muncul lebih dari 970 kali dalam Kitab Suci Ibrani, dan tidak sekali pun kata itu mengandung arti “lebih dari satu” atau “kesatuan”. Artinya secara mutlak berarti “satu, bukan dua atau lebih”. Ayat-ayat yang dikutip untuk mendukung arti jamak atau kesatuan bagi kata echad sama sekali tidak masuk akal. Umpamanya, “keduanya menjadi satu daging”. Kata “satu” di sini artinya satu dan tidak lebih (satu daging, bukan dua daging!).

Arti kesatuan tidak dapat dilihat dari kata “satu” itu sendiri, tetapi dari konteks, yaitu “keduanya menjadi”. “Satu sisir pisang”, “satu keluarga”, “satu kawanan domba” – arti jamak dari kalimat-kalimat seperti ini tidak terletak pada kata “satu”, tetapi pada kata “sisir”, “keluarga” dan “kawanan”. Arti “jamak” atau “gabungan” untuk kata echad diberikan oleh konteks, dan bukan oleh kata echad itu sendiri. “Satu” tripod artinya “satu, bukan dua atau tiga” tripod. Fakta bahwa tripod mengandung tiga kaki tidak ada kaitannya dengan definisi kata “satu”. Oleh karena itu, kalimat “Yahweh itu satu” artinya justru itu, hanya ada satu pribadi yang bernama Yahweh. Namun, argumen palsu seperti ini dipakai untuk memberi makna jamak, kesatuan, atau gabungan kepada kata echad.

Melalui dua langkah tersebut, pintu menuju politeisme sekarang dibuka seluas-luasnya. Ayat yang semulanya diberikan untuk melindungi umat Allah dari politeisme dan pemberhalaan, sekarang diberikan makna yang baru, yang justru membenarkan politeisme yang menyamar sebagai monoteisme. Yahweh, satu-satunya Allah yang benar, yang merupakan Bapa dan Allahnya Yesus Kristus, dalam kenyataannya secara halus telah digeser oleh penyembahan kepada Yesus sebagai Allah. Dengan demikian, umat Allah telah dijebak secara tanpa sadar untuk secara terang-terangan melanggar Perintah yang paling utama (Ulangan 6:4-5) dan juga, Firman yang Pertama dari Sepuluh Firman:

“Akulah YAHWEH, Allahmu, yang …  Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku. (Keluaran 20:2-3)

Inilah kenyataan menyedihkan yang tidak dapat dipungkiri siapa pun: Para nabi sejak zaman Musa sampai Yesus, diikuti para rasul termasuk Paulus, dengan sebulat suara menyerukan, “Allah YAHWEH itu ESA!” Gereja dan para pendeta masa kini pula dengan suara nyaring berteriak, “Tuhan Allah itu TIGA!” 

 

Berikan Komentar Anda: