Pastor Eric Chang | Lukas 19:11-27 |

Hari ini, kita sampai kepada perumpamaan terakhir di dalam Injil Lukas yaitu di Lukas 19:11-27. Perumpamaan ini biasanya dikenal dengan judul Perumpamaan tentang Uang Mina. Yesus memakai perumpamaan dalam pengajarannya karena perumpamaan berguna sebagai ilustrasi bagi kebenaran-kebenaran rohani yang penting. Tugas utama kita adalah untuk memahami kebenaran apa yang sedang disampaikan oleh Yesus, bukannya berkhotbah seputar nats itu tetapi berusaha untuk menggali ke dalam untuk memahami nats itu. Biarlah Yesus sendiri yang berbicara kepada kita Firman Allah yang memberi hidup itu. Perumpamaan tentang Uang mina ini isinya sangat mirip dengan Perumpamaan tentang Talenta di dalam Matius 25:14-30.

Pada waktu Yesus menyampaikan perumpamaan ini kepada para muridnya, mereka sedang berada di dalam atau di sekitar kota Yerikho. Kota Yerikho berjarak sekitar 25 kilometer dari Yerusalem, jadi agak dekat dengan Yerusalem. Yesus berbicara tentang hal kerajaan Allah kepada para murid karena mereka mengira bahwa kerajaan Allah akan segera terwujud. Hal ini disebabkan mereka begitu kuat dipengaruhi oleh pandangan umum masyarakat Yahudi pada zaman itu. Bahkan sesudah kebangkitan dan saat kenaikan Yesus ke surga, Yesus masih ditanyai, “Tuan, maukah engkau pada masa ini memulihkan kerajaan bagi Israel?” (Kis.1:6). Mereka masih berpikir menurut pemahaman duniawi pada saat itu. Dan di dalam perumpamaan ini, Yesus menyediakan jawabannya. Mari kita membaca perumpamaan di Lukas 19:11-27 itu:

Untuk mereka yang mendengarkan dia di situ, Yesus melanjutkan perkataannya dengan suatu perumpamaan, sebab ia sudah dekat Yerusalem dan mereka menyangka, bahwa Kerajaan Allah akan segera kelihatan. Maka ia berkata: “Ada seorang bangsawan berangkat ke sebuah negeri yang jauh untuk dinobatkan menjadi raja di situ dan setelah itu baru kembali. Ia memanggil sepuluh orang hambanya dan memberikan sepuluh mina kepada mereka, katanya: Pakailah ini untuk berdagang sampai aku datang kembali. Akan tetapi orang-orang sebangsanya membenci dia, lalu mengirimkan utusan menyusul dia untuk mengatakan: Kami tidak mau orang ini menjadi raja atas kami. Dan terjadilah, ketika ia kembali, setelah ia dinobatkan menjadi raja, ia menyuruh memanggil hamba-hambanya, yang telah diberinya uang itu, untuk mengetahui berapa hasil dagang mereka masing-masing. Orang yang pertama datang dan berkata: Tuan, mina tuan yang satu itu telah menghasilkan sepuluh mina. Katanya kepada orang itu: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hamba yang baik; engkau telah setia dalam perkara kecil, karena itu terimalah kekuasaan atas sepuluh kota. Datanglah yang kedua dan berkata: Tuan, mina tuan telah menghasilkan lima mina. Katanya kepada orang itu: Dan engkau, kuasailah lima kota. Dan hamba yang ketiga datang dan berkata: Tuan, inilah mina tuan, aku telah menyimpannya dalam sapu tangan. Sebab aku takut akan tuan, karena tuan adalah manusia yang keras; tuan mengambil apa yang tidak pernah tuan taruh dan tuan menuai apa yang tidak tuan tabur.

Katanya kepada orang itu: Hai hamba yang jahat, aku akan menghakimi engkau menurut perkataanmu sendiri. Engkau sudah tahu bahwa aku adalah orang yang keras, yang mengambil apa yang tidak pernah aku taruh dan menuai apa yang tidak aku tabur. Jika demikian, mengapa uangku itu tidak kauberikan kepada orang yang menjalankan uang? Maka sekembaliku aku dapat mengambilnya serta dengan bunganya. Lalu katanya kepada orang-orang yang berdiri di situ: Ambillah mina yang satu itu dari padanya dan berikanlah kepada orang yang mempunyai sepuluh mina itu. Kata mereka kepadanya: Tuan, ia sudah mempunyai sepuluh mina. Jawabnya: Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang mempunyai, kepadanya akan diberi, tetapi siapa yang tidak mempunyai, dari padanya akan diambil, juga apa yang ada padanya. Akan tetapi semua seteruku ini, yang tidak suka aku menjadi rajanya, bawalah mereka ke mari dan bunuhlah mereka di depan mataku.”


Seluruh perumpamaan ini berbicara tentang pelayanan

Yesus memulai perumpamaan ini dengan secara jelas menjawab pertanyaan tentang apakah kerajaan Allah akan segera muncul. Kerajaan itu tidak akan muncul sebelum Yesus pergi mengambil haknya atas takhta kerajaan tersebut dan kemudian kembali lagi. Ia harus pergi dulu dan kemudian kembali lagi. Kedatangan kembali itu oleh orang Kristen disebut sebagai Kedatangan Kedua. Kedatangan yang pertama terjadi ketika kelahiran Yesus, peristiwa yang kemudian dikenang lewat perayaan Natal oleh orang Kristen. Dan yang kedua adalah saat Yesus kembali lagi. Yesus menjawab dengan sangat jelas, “Kerajaan Allah tidak akan muncul segera karena aku harus pergi dulu, dan beberapa waktu kemudian, aku akan kembali. Saat itulah kerajaan Allah secara jasmani diwujudkan.”

Namun Yesus segera mengalihkan pokok pembicaraan dari spekulasi tentang kedatangannya kembali ke pembahasan tentang pelayanan. Seluruh perumpamaan ini berbicara tentang pelayanan. Yesus sedang berkata, “Jangan duduk saja menghitung-hitung saat kedatanganku. Ada begitu banyak pekerjaan yang harus dilakukan dan harus diselesaikan di masa penantian itu. Segeralah menyibukkan diri. Saat kedatanganku tidak lama lagi, jadi mulailah bekerja.” Yesus selalu memikirkan jawaban yang bersifat praktis.


Perumpamaan ini menggambarkan keadaan politik di Palestina di zaman Yesus

Beberapa peristiwa politik yang terjadi di waktu itu dapat kita lihat sebagai latar belakang bagi perumpamaan ini. Yesus tidak mengarang sebuah perumpamaan yang tanpa dasar, tetapi Yesus mengambil peristiwa sejarah yang tidak asing bagi masyarakat, dan menarik manfaat rohani dari situ untuk dipelajari oleh murid-muridnya.

Kekaisaran Roma menaklukkan tanah Israel di tahun 63 SM dengan pasukan di bawah pimpinan Jenderal Pompei. Sejak tahun 63 SM dan seterusnya, wilayah Israel berada di bawah kekuasaan Roma, kekuatan yang tidak ada lawannya pada zaman itu. Pasukan legion Roma sangat terkenal di mana-mana karena ketangguhannya. Tidak ada pasukan lain yang sanggup menghadapi mereka di medan perang. Mereka telah mengalahkan berbagai pasukan negara lain. Mereka telah menaklukkan dunia. Dan wilayah yang mereka taklukkan mencakup daerah Palestina, yang tidak pernah mampu menghimpun pasukan yang mampu melawan tentara Roma. Tidak ada satu kekuatan pun di dunia pada zaman itu yang sanggup menghadapi Roma di medan perang. Dan ini berarti bahwa setiap orang yang ingin menjadi penguasa di Palestina harus pergi ke Roma untuk meminta kekuasaan dari pemerintah Roma.


Herodes Agung

Sebagai contoh adalah Herodes Agung. Herodes Agung dapat menjadi raja karena mendapat restu dari penguasa Roma. Di tahun 40 SM, sekitar 23 tahun sesudah Roma menaklukkan wilayah palestina, Herodes Agung harus berangkat ke Roma untuk meminta kewenangan memerintah wilayah Palestina. Dan ketika pemerintah Roma memberikan restu kepadanya, ia lalu menjadi Raja Herodes atau Herodes Agung.

Anda hanya perlu membaca catatan tentang Herodes Agung dan Anda akan tahu betapa kejamnya orang ini, ia termasuk jenis orang yang sangat keterlaluan. Orang ini membunuh istri, anak dan semua orang yang dianggap membahayakan kedudukannya. Dan menjelang ajalnya, ia begitu khawatir bahwa penduduk tidak akan menangisinya, dan mungkin malah bersukacita atas kematiannya. Jadi ia mengumpulkan semua pemimpin bangsa Yahudi, dan memerintahkan pasukannya untuk membunuh mereka saat ia meninggal nanti. Sekalipun bangsa ini mungkin bersukacita atas kematiannya, setidaknya mereka tetap akan menangis di hari yang sama, karena kematian para pemimpin Yahudi itu. Ia ingin memastikan bahwa pada saat kematiannya, akan ada tangisan yang ramai di seluruh negeri, walaupun tangisan itu bukan untuk dia, karena dia takut jangan-jangan rakyat akan berpesta-pora merayakan kematiannya. Demikianlah, orang ini sudah berpikir sampai ke sana. Kenyataan yang terjadi, ketika ia mati, rakyat tetap berpesta karena para pemimpin itu tidak jadi dibunuh tetapi malah dibebaskan, pasukannya tidak menaati perintah terakhirnya. Begitulah kepribadian dari Herodes Agung.


Archelaeus

Anak-anak Herodes juga menjadi ethnarch atau raja wilayah. Arcelaeus, salah satu anaknya, memerintah dari tahun 4 SM sampai tahun 6 Masehi, suatu periode yang cukup singkat. Dan anak ini tidak lebih baik dari ayahnya. Dan walaupun sama kejamnya, Archelaeus ternyata tidak sepintar ayahnya. Belakangan ia diasingkan ke wilayah Galia, yaitu Perancis, sekitar tahun 18 Masehi.

Archelaeus juga mengandalkan restu dari pemerintah Roma untuk menjadi penguasa di sebagian wilayah Palestina. Ketika Herodes Agung mati, Archelaeus harus berangkat ke Roma untuk meminta restu dari Kaisar Roma, yaitu Kaisar Agustus, agar mau meloloskan wasiat ayahnya, yaitu Herodes Agung. Di dalam wasiat tersebut, Herodes Agung menunjuk Archelaeus sebagai penggantinya. Akan tetapi Archelaeus tidak bisa langsung menjadi raja hanya dengan berbekal wasiat ayahnya. Ia harus pergi ke Roma, mendatangi penguasa tertinggi untuk menerima persetujuan dan restu. Dan peristiwa ini tentunya masih segar dalam ingatan masyarakat Yahudi kala Yesus mengisahkan perumpamaan ini.

Ketika Archelaeus berangkat ke Roma untuk menerima warisannya, yaitu kekuasaannya, hak pemerintahannya, untuk meminta kewenangan memerintah sebagai raja; orang-orang Yahudi mengirim utusan ke Roma, menyusul rombongan Archelaeus, dan berkata kepada Kaisar, “Kami tidak menghendaki orang ini sebagai raja kami. Kami sudah cukup menderita di bawah kekuasaan ayahnya, dan orang ini pun tidak lebih baik daripada ayahnya, jadi kami tidak menghendakinya sebagai raja kami.” Permohonan mereka tidak diterima oleh Kaisar Agustus yang tetap memutuskan Archelaeus sebagai raja, namun dengan kekuasaan yang dikurangi. Agustus membuat sebuah kompromi. Di satu pihak, ia menerima Herodes Archelaeus, tetapi di pihak lain, ia juga menerima sebagian usul dari utusan bangsa Yahudi. Jadi ia menetapkan Archelaeus sebagai raja dengan wilayah kekuasaan yang dipersempit.

Inilah latar belakang dari perumpamaan kita, dan Yesus memakai kisah ini serta menerapkan beberapa pelajaran rohani darinya.


Allah itu berdaulat – Ia memegang kendali

Seperti apa gambarannya? Gambaran yang terlihat sangat mudah untuk dipahami. Yesus sedang berkata, “Aku akan pergi kepada Bapa untuk menerima kerajaanku.” Pelajaran rohaninya dengan segera akan terlihat. Kekuasaan tertinggi yang mengatur segala peristiwa di bumi tidak terletak di sini, tetapi di surga. Allah adalah Kaisar tertinggi. Kesejajarannya segera terlihat. Jika manusia mengira bahwa dia adalah boss atas dirinya sendiri, tuan atas nasibnya sendiri, bahwa dia adalah penguasa dunia ini, maka ia sangat keliru. Dunia ini hanya sekadar sebuah koloni dari surga. Kekuasaan tertinggi ada di surga, sama seperti kekuasaan di Palestina yang tidak boleh diputuskan langsung di tempat, melainkan harus tunduk di bawah kekuasaan Kaisar Agustus atau pemerintah Romawi. Dengan cara yang sama, Yesus sedang berkata bahwa segala hal yang berlaku di dunia tidak berada di bawah kendali penguasa dunia, sekalipun oleh raja Herodes pada zamannya, karena kekuasaan tertinggi ada di tangan Raja segala raja, Shang Di, Raja di Surga. Inilah pelajaran pertama yang muncul dari perumpamaan ini. Yesus menjelaskan tentang pusat kekuasaan secara tepat dan tegas. Kekuasaan tertinggi atas segala hal yang berlaku di dunia ini terletak di surga. Ini berarti bahwa segala sesuatu yang dikerjakan di dunia ini harus dipertanggung-jawabkan di hadapan Penguasa Surga. Ini adalah poin yang pertama.

Para penguasa dari dinasti Herodes setiap saat dapat dipanggil untuk mempertanggung-jawabkan pemerintahannya oleh kaisar Roma. Sebagaimana yang saya katakan tadi, Archelaeus akhirnya dipecat dan diasingkan karena adanya keluhan-keluhan yang diajukan tentang dia. Ia memerintah dengan tidak beres, dan penguasa Roma akhirnya muak dengan Archelaeus dan menyingkirkannya. Jadi Anda dapat melihat bahwa raja-raja di bumi hanya dapat memerintah buat beberapa waktu saja. Kekuasaan mereka cepat sekali berlalu. Seorang pemimpin digantikan oleh pemimpin yang lainnya, seorang raja dengan cepat digantikan oleh raja yang lainnya, dan ketika pergantian itu terjadi, seluruh struktur pendukungnya ikut berganti.

Kita sekarang ini juga menyaksikan hal yang serupa di Kanada sesudah pemilu yang terakhir ini. Panggung politik berubah demikian cepatnya. Ketika saya memperhatikan hasil pemilu, saya terkejut melihat orang-orang yang tadinya tampak seperti sangat berkuasa, dan beberapa waktu kemudian ia hanya menjadi salah satu orang penting, selanjutnya, ia tidak dikenal lagi. Pada suatu saat, ia dipanggil dengan sebutan “Perdana Menteri,” dan di menit selanjutnya, panggilannya berubah, “Tuan.” Tiba-tiba saja dia sudah berada di luar panggung. Dan orang lain yang tadinya dipanggil “Tuan,” mendadak menjadi “Perdana Menteri,” dan mungkin sesudah beberapa tahun, panggilannya berubah lagi dan ia kembali menjadi “Tuan.” Seolah-olah kekuasaan itu sudah dimiliki, namun ternyata hanya untuk sesaat.

Herodes Agung adalah raja yang sangat berkuasa, namun, di sisi lain ia tidaklah berkuasa. Jadi, mari kita camkan pelajaran ini: Allah memegang kendali yang tertinggi. Allah itu berdaulat.


Penduduk dunia ini tidak ingin Allah memerintah melalui Yesus

Gambaran dari sisa perumpamaan ini juga dapat dengan mudah dipahami. Wilayah apa yang sedang dipersoalkan di sini? Bumi! Dan siapa penduduk yang tidak menghendaki Raja ini memerintah? Gambarannya juga mudah untuk dipahami. Penduduk bumi inilah yang menolak pemerintahan Allah. Mereka menolak pemerintahan Allah, sekalipun itu dilakukan melalui Yesus. Mereka menolak pemerintahan-Nya.

Protes keras terhadap Herodes dan kebencian yang tertuju kepadanya – orang ini memang bukan raja yang baik – tidak semata-mata karena kelakuannya tetapi karena ia merupakan perwakilan dari pemerintahan Roma. Herodes sendiri bukanlah orang Yahudi, dia adalah orang Idumea, dan itu sudah cukup untuk membuat rakyat tidak menyukainya. Ia memiliki sedikit darah Yahudi. Namun kebencian rakyat terhadap Herodes terutama disebabkan oleh karena ia merupakan wakil dari penguasa Roma dan memerintah untuk kepentingan Roma.

Dan hari ini, kita juga melihat betapa dunia menolak pemerintahan Allah bagi hidup mereka. Mereka ingin berbuat sesuka hati mereka. Setiap orang menginginkan kemerdekaan. Itulah hal yang ramai diteriakkan di zaman sekarang ini. Kita tidak sudi diperintah oleh orang lain. Dan kita cenderung mengejar kemerdekaan itu sampai batas yang paling maksimal.

Di Swiss, ada sebuah wilayah kecil di daerah pegunungan dengan jumlah penduduk yang sangat sedikit, dan mereka juga menghendaki kemerdekaan serta pemisahan dari Swiss. Swiss adalah negara yang paling demokratis di dunia ini, namun tampaknya hal itu tidak cukup buat mereka. Mereka ingin merdeka. Anda harus berusaha keras untuk bisa melihat di mana letak wilayah ini dalam peta, dan mungkin harus memakai kaca pembesar. Lalu, Anda mungkin bertanya, “Apa yang mau dilakuan oleh penduduk daerah ini dengan kemerdekaannya?” Memang begitulah kecenderungan alami kita: kita ingin menjadi tuan atas diri sendiri, dan kita akan berusaha untuk mewujudkan hal itu sampai batas yang tertinggi. Saya pernah mencoba untuk mempelajari apa tujuan dari niat mereka untuk merdeka ini, namun saya harus mengakui bahwa saya gagal memahami apa yang hendak mereka capai lewat kemerdekaan itu. Bayangkanlah jika wilayah kecil ini, dengan beberapa ribu penduduknya, akan memiliki Perdana Menteri, atau Presiden, atau Ketua, atau apa pun itu. Orang ini akan memimpin angkatan perang dengan jumlah prajurit, mungkin, sekitar 35 orang saja. Dan ia akan mengelola perekonomian negerinya yang hebat itu, yaitu beberapa bidang lahan pertanian. Saya sungguh tidak mengerti apa yang ingin mereka capai lewat kemerdekaan itu? Tapi siapa yang peduli, sejauh mereka bisa berkata, “Aku bebas merdeka.” Swiss adalah sebuah negara yang sangat kecil, dengan penduduk sekitar 5 atau 6 juta orang, dan Anda akan mengalami kesulitan untuk mencari letak Swiss di dalam peta dunia. Jadi, wilayah yang ingin merdeka ini pastilah sangat-sangat kecil, karena jika Anda sudah kesulitan dalam mencari letak Swiss, bagaimana Anda bisa menemukan wilayah yang merupakan bagian kecil dari Swiss? Anda harus memakai peta khusus negara Swiss, peta yang cukup besar tentunya, dan mencari wilayah itu di sekitar barat laut negara Swiss, itulah wilayah yang ingin merdeka itu. Tetapi mereka serius dengan tuntutan kemerdekaannya, mereka bahkan meledakkan bom! Tampaknya watak manusia selalu begini: selalu ingin menjadi bos atas diri sendiri.

Sebenarnya, penguasa Roma berjasa dalam memberikan keamanan atas wilayah Palestina, hal yang tidak pernah dinikmati oleh penduduk di sana untuk waktu yang sangat lama. Kehadiran kekuatan Roma di wilayah ini melindungi mereka dari tekanan kekuatan-kekuatan politik bangsa-bangsa di sekitar mereka. Mesir di selatan dan Siria di utara merupakan sumber masalah yang tidak pernah ada habisnya bagi bangsa Israel. Mereka tergencet di tengah pertikaian antara dua kekuatan itu, dan kedatangan pasukan Roma sebenarnya justru memberikan perdamaian yang sangat besar bagi wilayah ini, perdamaian Roma atau “Pax Romana”. Namun karena mereka orang Roma, bangsa Israel merasa bahwa perdamaian, kemakmuran, hak memerintah sendiri (mereka bahkan boleh memiliki raja sendiri), dan keleluasaan yang mereka miliki itu tidak cukup. Damai atau rusuh, makmur atau melarat, mereka tetap menuntut kemerdekaan! Dan ini tampaknya merupakan mentalitas yang melekat ada setiap manusia. Inilah yang disebut sebagai ‘patriotisme’ oleh mereka. Dan penghargaan yang sangat tinggi diberikan pada konsep patriotisme ini. Saya sendiri juga sangat patriotik.


Manusia hanya ingin memperalat Allah

Namun, pertama-tama, kita harus tahu mengapa dunia menolak Allah? Mengapa mereka menolak Yesus yang merupakan utusan Allah? Apa alasannya? Karena kita tidak ingin Allah menjadi Raja atas hidup kita. Perhatikan bahwa persoalan di dalam perumpamaan ini bukan apakah Yesus dapat menjadi Juruselamat kita melainkan apakah Yesus dapat menjadi Tuan kita. Kita menolak kedaulatan Allah yang diungkapkan lewat Yesus.

Kita cukup senang menerima Yesus sebagai Juruselamat. Ketika orang-orang Yahudi mengalami kesusahan akibat permusuhan Mesir karena Siria, mereka sangat gembira menyambut kedatangan pasukan Roma yang menyelamatkan mereka di saat genting. Mereka bersukacita menyambut kehadiran pasukan Roma jika Roma menyelamatkan mereka dan setelah itu bergegas pergi. Dan jika mereka membutuhkan lagi kehadiran pasukan Roma, maka mereka akan memanggil pasukan Roma kembali. Seperti inilah jenis Kekristenan yang saya lihat belakangan ini di dunia. Jika sedang dalam masalah, maka kalimat yang muncul adalah, “Ya Tuhan, datanglah, selamatkanlah saya. Saya sedang dalam masalah. Ujian kali ini sangat susah, tolonglah saya. Berbuatlah sesuatu terhadap dosen itu, jika perlu kaburkanlah matanya, supaya saya bisa mendapat nilai yang bagus. Saya harus lulus ujian ini. Saya takut bertemu dengan orang tua saya jika saya gagal. Ya Tuhan, tolonglah saya.” Demikianlah, menjelang ujian semester, ada banyak orang yang mendadak menjadi sangat alim, semua berduyun-duyun ke gereja, berlomba memasukkan uang ke kotak persembahan. Mengapa? Sedang ada masalah, perlu pertolongan. Namun ketika sudah lulus ujian, mereka berkata, “Nah, terima kasih, ya Tuhan. Kau boleh pulang sekarang. Semuanya sudah selesai. Tahun depan, saat aku menghadapi ujian lagi, mungkin aku akan mencari-Mu lagi. Sekarang ini, aku harus mengerjakan urusanku sendiri.” Dan di tahun berikutnya, jika ia gagal dalam ujian, ia akan berkata, “Ya Allah, mengapa Kau lakukan hal ini kepadaku? Tahun lalu aku rajin ke gereja dan memberikan uang persembahan. Tahun lalu, aku rajin membaca Alkitab, aku bahkan berdoa selama dua menit setiap pagi. Tapi apa yang kualami sekarang? Kau tak boleh memperlakukan aku seperti ini!” Lalu orang-orang akan berdatangan kepada saya dan berkata, “Mengapa Allah memperlakukan saya seperti ini? Mengapa Allah berbuat ini terhadap saya?”

Jadi, sebenarnya kita hanya ingin memperalat Allah. Kita berkata, “Ya Allah, datang dan selamatkanlah saya, tapi jangan mengatur hidup saya, ok? Kenapa Engkau begitu ngotot ingin mengatur hidup saya?” Sama persis dengan orang-orang Yahudi yang berkata, “Ketika Mesir datang dan menyerang kita, orang Roma datang menolong kita. Hebat! Biarlah orang Roma itu datang! Tentara Roma adalah pasukan yang paling hebat!” Dan ketika pasukan Mesir dan Siria akhirnya dikalahkan, ketika tidak ada lagi bahaya yang mengancam, orang-orang Yahudi berkata, “Tidak ada lagi bahaya yang mengancam. Kalian, orang-orang Roma, harus pergi dari sini! Kami tidak mau kalian tinggal di sini! Menyingkirlah!” Seperti itulah jenis Kekristenan yang sedang kita bicarakan.

Itulah sebabnya sangat gampang bagi seorang penginjil untuk memberitakan keselamatan. Siapa yang tidak mau diselamatkan? Apakah Anda ingin diselamatkan dari kesedihan Anda? Apakah Anda ingin diselamatkan dari kesengsaraan Anda? Apakah Anda ingin diselamatkan dari depresi dan kesepian Anda? Jadi para penginjil semacam itu akan menikmati saat-saat yang sangat indah. Siapa yang tidak ingin diselamatkan? Beritakan saja keselamatan dan mintalah orang-orang untuk mengangkat tangannya. Akan ada banyak sekali tangan yang terangkat. Ia sedang menawarkan sesuatu secara gratis. Ini jelas tawaran yang menarik! Tidak ada tawaran yang lebih baik dari ini. Ini adalah tawaran yang tidak boleh ditolak – sesuatu yang gratis. Tidak ada obralan yang dapat menyaingi tawaran ini. Diskon toko yang paling tinggi hanyalah 50%. Jika mereka memberi Anda diskon 50%, itu sudah cukup bagus. Tetapi bayangkanlah kalau sebuah toko menetapkan satu hari harga gratis untuk semua produk yang dijualnya! Saya rasa, tembok gedungnya mungkin sudah ramai dijebol orang-orang sebelum pintu utamanya dibuka! “Semua gratis!” Demikianlah, saya tidak heran jika ada penginjil yang berkata, “Ada 200 orang yang sudah mengambil keputusan, dan di tempat lain ada 1000 orang lagi.” Apa susahnya? Saya juga bisa memberitakan hal yang sama. Jika dibuat penawaran keselamatan secara gratis, siapa yang tidak mau membuat keputusan? Anda tidak akan rugi sedikitpun. Tawaran gratis!

Namun ketika Alkitab berkata bahwa Allah harus bertakhta di dalam hidup Anda, menjadi Raja atas hidup Anda, Anda lalu berkata, “Tunggu dulu. Ini jebakan. Saya tidak suka ini. Saya puas menjalankan hidup saya seperti apa adanya. Saya tidak mau ada orang yang mengatur apakah saya boleh pergi ke disko atau tidak. Saya suka kelap-kelip lampu disko, saya suka musik keras supaya saya tidak usah repot-repot melayani obrolan orang lain. Suara musik menenggelamkan suara yang lain. Itu semua saya suka. Saya tidak mau ada orang yang datang dan berkata bahwa saya tidak boleh pergi ke disko. Memangnya mereka itu siapa? Beraninya mereka melarang kegiatan saya! Saya berhak menentukan cara hidup saya sendiri. Anda tidak berhak menentukan apa yang boleh saya lakukan. Jika Anda tidak cerewet melarang saya, boleh-boleh saja. Selama Anda tidak ikut campur atas kehidupan saya, maka saya tidak keberatan.” Dan di sinilah letak persoalannya.

Persoalannya adalah bahwa penduduk bumi ini lebih suka dengan agama yang moderat. Seperti alkohol. Jika Anda meminum sedikit-sedikit saja, hasilnya baik untuk kesehatan, tapi jangan minum terlalu banyak. Terlalu banyak minum alkohol sangat buruk bagi kesehatan. Jadi agama juga dilihat seperti ini. Sebaiknya Anda menjalankan sedikit saja. Peganglah segala sesuatu secara moderat saja. Dan apa yang Anda maksudkan dengan kata moderat itu? Moderat artinya Anda memiliki Yesus sebagai Juruselamat saja. Bagus sekali. Siapa yang keberatan akan hal itu? Namun ketika dikatakan bahwa Yesus akan memerintah hidup Anda sebagai Tuan dan Penguasa, Anda merasa itu sudah sama seperti membiarkan alkohol naik ke kepala. Seperti membiarkan alkohol mengendalikan diri Anda. Membiarkan diri menjadi mabuk! Wah, jangan sampai begitu! Kita harus bersikap moderat. Nah, kunci pemahaman perumpamaan ini adalah bahwa dunia tidak mau Yesus memerintah. Perumpamaan ini diakhiri dengan kalimat, “Akan tetapi semua seteruku ini, yang tidak suka aku menjadi rajanya,...”

Anda dapat sekadar memiliki Kekristenan. Lihat saja jumlah gereja yang ada di Kanada ini, hitung saja puncak menaranya. Ketika saya mengunjungi beberapa kota di Kanada, sepertinya separuh lebih penduduk kota-kota itu tinggal di dalam gereja, karena begitu banyaknya gedung gereja di sana. Menara gereja terlihat di mana-mana, satu di sini, satu di sana, dan di mana-mana. Jika Anda pergi ke Inggris atau ke Eropa, Anda akan mengira bahwa mereka adalah masyarakat yang paling religius karena semua tempat dipenuhi oleh gereja. Hal apa yang akan paling banyak Anda lihat sebagai turis di Perancis? Gereja yang jumlahnya banyak sekali. Ketika mmelancong ke sana, saya sempat berkata, “Saya tidak perlu melihat gereja yang lain lagi di sini, sudah terlalu banyak gedung gereja yang saya kunjungi!” Apa tempat bersejarah yang terdapat di setiap desa dan kota? Gedung gereja, tentu saja!

Jika Anda berkunjung ke sana, Anda akan melihat kuburan orang ini di sini, dan kuburan orang itu di sana. Jika Anda masuk ke Kapel Westminster di Katedral Westminster di London, hal apa yang akan Anda lihat? Kesan yang muncul adalah bahwa kapel itu sudah berubah menjadi semacam kompleks kuburan. Kemanapun Anda melintas di dalam kapel itu, Anda harus menginjak kuburan seseorang. Mungkin Anda akan berkata, “Maaf, saya tidak bermaksud menginjakmu.” Kita, orang Tionghoa, mungkin punya rasa hormat yang lebih baik terhadap orang yang sudah meninggal. Mereka semua tampaknya dikuburkan di ruang tengah di kapel itu. Anda harus menginjak kuburan mereka jika ingin mencapai suatu tempat di dalam kapel itu. Dan ada beberapa kuburan yang tegel nisannya diberi tulisan, “Tuan Anu, lahir tanggal sekian dan meninggal tanggal sekian.” Dan Anda lalu berkata, “Apa ini? Apa ini gereja, rumah bagi orang yang hidup, atau justru rumah bagi orang yang mati?”

Allah adalah pilihan terakhir. Di kebanyakan negara barat, jika Anda beragama, maka hal itu baik sekali. Saat lahir, Anda akan dibaptiskan, jadi Anda akan menerima beberapa tetes air di jidat Anda. Dan selanjutnya, Anda akan datang lagi ke gereja untuk yang kedua kalinya, saat menikah. Paling tidak, Allah sudah menunjukkan bahwa Ia berguna bagi diri Anda. Gereja telah menjalankan perannya yang pantas, sekitar tiga kali dalam seumur hidup Anda. Kali yang ketiga adalah ketika Anda dikuburkan. Sekalipun Anda tidak tahu akan hal itu, karena sudah mati, penguburan Anda dilakukan oleh gereja. Ini adalah agama, dan memang hanya sebatas itulah orang mau berurusan dengan agama.

Agama semacam itu dimanfaatkan oleh masyarakat. Ia dijadikan kekuatan unruk menyatukan rakyat. Ketika kita berhadapan dengan kekuatan Komunis, dan tidak ada ideologi pengimbang untuk menghadapinya, maka kita bisa memakai gereja sebagai alat pemersatu. Mari kita semua bicara tentang Allah. Khususnya saat kaum Komunis mengancam, maka kita perlu berbicara tentang Allah, tapi kalau kaum Komunis sudah pergi, Allah boleh kita lupakan, urusan sudah diselesaikan – kita sudah menyingkirkan orang-orang Komunis. Demikianlah, agama menjadi alat yang dimanfaatkan. Dan selama manusia bisa memanfaatkan agama, maka mereka akan merangkul agama.

Tapi jika urusannya adalah menerima kedaulatan Tuhan atas hidup kita! Wah tidak! Ini lain cerita. Kita tidak mau orang ini memerintah atas hidup kita. Mungkin kita tidak akan menyatakannya lewat mulut kita. Orang-orang mungkin saja tidak pernah berkata terus terang akan hal ini. Tetapi Yesus melihat sampai ke dalam hati. Itu sebabnya Yohanes 1:11 berkata,

“Ia datang kepada milik kepunyaannya, tetapi orang-orang kepunyaannya itu tidak menerimanya.”

Mereka menolak Yesus bukan karena Yesus adalah orang yang bengis seperti Archelaeus. Akan tetapi isi hati mereka adalah, “Sebaik apapun pemerintahannya, sebaik apapun sistem yang dibuatnya, sebaik apapun dia, kami tetap akan menolak jika dia yang akan memerintah.”

Itu sebabnya saya tadi menceritakan tentang usaha saya untuk bisa memahami keinginan penduduk di sebuah wilayah kecil di Swiss untuk bisa merdeka. Swiss adalah sebuah negara yang sangat demokratis; negara demokratis yang pertama. Setiap orang menjadi anggota pasukan tentara, setiap orang punya hak pilih, setiap orang berhak untuk mengerjakan atau mengucapkan sesuatu, saya jadi tidak mengerti mengapa wilayah kecil ini memilih untuk berpisah. Tujuan apa yang mau mereka kejar? Apakah mereka mempunyai cara pemerintahan yang lebih bagus? Tidak, persoalan utamanya adalah mereka sekadar tidak menginginkan adanya penguasa di atas mereka. Tak heran jika kita sekarang dilanda anarkisme. Orang-orang anarkis adalah mereka yang menolak adanya penguasa di atas mereka. Pada dasarnya, saya rasa, jauh di dalam hati kita, satu-satunya kedaulatan yang kita akui adalah kedaulatan diri kita sendiri. Dan saya menyaksikan hal ini ada di dalam sebagian besar diri orang Kristen, pada tingkat yang berbeda-beda. Kita ingin menjadi bos atas diri sendiri. Itulah persoalan yang paling dasar.


Orang Kristen sejati adalah para hamba Allah yang menerima kedaulatan-Nya

Akan tetapi, masih ada orang-orang Kristen sejati, sekalipun jumlah mereka sedikit saja. Siapa itu orang-orang Kristen sejati? Mereka adalah para hamba Allah, sebagaimana yang disebutkan di dalam 1 Petrus 2:16, di sana Anda akan melihat bahwa setiap orang Kristen yang sejati adalah seorang hamba Allah. Istilah hamba Allah ini tidak terbatas pada mereka yang secara full-time bekerja dalam pelayanan. Tidak terbatas pada para pendeta atau pun penginjil, “Hamba Allah” adalah istilah yang mengacu pada setiap orang Kristen sejati karena ia menjalani hidup yang sepenuhnya di bawah pengaturan Allah. Itu sebabnya mengapa ia disebut hamba. Para hamba adalah mereka yang berkata, “Allah adalah Raja atas hidupku, Ia adalah Tuan atas hidupku.” Jika Anda termasuk orang yang berkata seperti itu, maka Anda adalah seorang hamba Allah, seorang budak. Untuk menjadi hamba Allah tidak harus menjadi seorang penginjil.


Setiap orang Kristen sejati menerima Roh Kudus yang berdiam di dalam dirinya

Kemudian perumpamaan ini dilanjutkan. Di tengah keadaan yang penuh permusuhan itu, ketika rakyatnya memberontak, bangsawan itu memanggil sepuluh orang hambanya dan memberi mereka masing-masing satu mina. Berapa nilai satu mina itu? Satu mina bernilai kira-kira sama dengan gaji tiga bulan seorang pekerja rendahan, jadi nilainya sekitar seratus dinar. Jadi, jika kita ingin membandingkannya dengan keadaan zaman sekarang di Kanada, dan gaji rata-rata pekerja rendahan di Kanada setiap bulannya sekitar seribu dolar, maka satu mina di zaman dulu nilainya sebanding dengan sekitar tiga ribu dolar di Kanada sekarang, suatu jumlah yang cukup besar.

Demikianlah, setiap hamba menerima satu mina. Lewat keterangan itu, Yesus sebenarnya sedang berkata kepada kita, “Di dunia ini, setiap orang yang menjadi hambaku, yang menerima kedaulatanku diberi kepercayaan untuk mengurus uang satu mina.” Sebagai orang Kristen, kita diberi kepercayan untuk mengemban satu tanggungjawab. Jika tidak, kita bukanlah orang Kristen. Apa yang dipunyai oleh setiap orang Kristen? Apa yang telah diberikan kepada kita sebagai orang Kristen? Sebagai permulaan, setiap orang dari kita diberi kehidupan. Itu adalah suatu tanggungjawab yang sangat besar. Kita diberi hidup baru di dalam Kristus. Hal Kekristenan selalu berkaitan dengan kehidupan. Menyangkut masalah hidup dan mati. Persoalannya tidak sedangkal masalah kepercayaan, masalah agama. Jika Anda sekadar memiliki agama, Anda tetap bukan orang Kristen. Mungkin yang Anda pegang adalah agama Kristen, namun hal itu tetap tidak menjadikan Anda seorang Kristen menurut definisi Alkitab. Seorang Kristen yang sejati adalah orang yang memiliki hidup. Apakah Anda memiliki hidup? Anda memiliki hidup, hidup yang berasal dari Allah, hidup yang kekal jika Anda memiliki Roh Kudus dari Allah yang tinggal di dalam diri Anda. Jadi kita yang menjadi hamba Allah, yang menerima kedaulatan-Nya, kedudukan-Nya sebagai Tuan dalam hidup kita, pasti memiliki hidup kekal itu, kehidupan yang ilahi, bukan kehidupan jasmani, melainkan kehidupan rohani yang berasal dari Allah. Kita memiliki Roh Kudus. Kita sudah dipercayakan dengan pesan kebenaran.


Anda dapat menyalurkan hidup kekal di dalam diri Anda kepada orang lain

Kita tidak sekadar memiliki hidup yang kekal, namun kita juga dapat menyalurkannya kepada orang lain. Hidup kekal ini bukan sesuatu yang harus kita simpan buat diri sendiri. Sama seperti kehidupan jasmani yang dapat disalurkan kepada orang lain. Anda menyalurkan kehidupan jasmani kepada anak-anak Anda. Apa yang didapatkan oleh anak Anda dari Anda? Kehidupan. Kita juga dapat secara rohani menyalurkan kehidupan kepada orang lain, dan tidak menyimpannya bagi diri sendiri. Jadi kita sudah dipercayakan dengan sesuatu yang sangat berharga.

Dulu saya juga menolak Kristus. Dulu saya juga mengolok-olok serta meremehkan gereja. Jadi kita semua berangkat dari keadaan yang sama, kita semua memulai dari keadaan yang berdosa, sebagai musuh-musuh Allah, sebagai orang-orang yang menolak Allah. Namun kemudian kita sampai di satu titik, dengan kasih karunia Allah, di mana kita lalu menerima pemerintahan-Nya. Tidak ada orang yang memulai dengan kondisi yang jauh lebih menguntungkan dibandingkan orang lain. Perbedaanya baru terlihat sejalan dengan waktu, semakin hari jarak itu akan semakin jauh. Walaupun setiap orang Kristen bermula di titik yang sama, ia tidak berakhir di titik yang sama. Itulah keindahan perumpamaan ini. Mereka semuanya bermula dengan satu mina, tetapi apa yang terjadi? Setelah beberapa waktu, salah satu telah mengembangkan satu mina menjadi sepuluh mina. Satu lagi telah melipat-gandakan menjadi lima mina, dan yang satu lagi sama sekali tidak berbuat apa-apa dengan satu mina yang telah diberikan Yesus.

Bukankah hal ini terlihat di dalam gereja? Beberapa dari Anda datang kepada Tuhan lewat gereja ini. Saya mengamati pertumbuhan Anda sejak titik awal, dan saya melihat bagaimana Anda mengalami pertumbuhan rohani. Satu mina milik Anda sudah bertambah menjadi dua mina, dan bertambah lagi menjadi tiga mina dan ada yang bertambah terus. Namun, sayangnya, dari waktu ke waktu saya juga melihat ada yang tidak mengalami pertumbuhan. Tidak terlihat tanda-tanda apapun. Satu mina milik mereka tetap saja tidak bertambah, dan dua tahun kemudian, ternyata tidak juga bertambah. Dan di tahun yang ketiga, masih satu mina juga. Setelah mereka menjadi tua dan beruban, ternyata masih satu mina juga. Di dalam gereja, seberapa lama Anda menjadi seorang Kristen bukanlah ukuran untuk menentukan kedewasaan rohani. Itu sama sekali tidak bisa dijadikan ukuran. Anda bisa saja menjadi seorang Kristen sepanjang hidup Anda namun tidak memiliki kehidupan rohani. Di sisi lain, Anda bisa saja baru menjadi seorang Kristen dalam dua atau tiga tahun namun sudah mengalami pertumbuhan rohani yang luar biasa.


Mengapa dikisahkan tentang tiga jenis orang Kristen?

Pertanyaannya adalah, hal apa yang membuat mereka jadi berbeda? Mengapa yang satu menghasilkan sampai sepuluh kali lipat, atau 1.000%? Berdasarkan standar di dunia bisnis, peningkatan 1.000% jelas merupakan prestasi yang istimewa! Mengapa ada yang hanya menghasilkan peningkatan 500%? Dan mengapa pula yang ketiga tidak menghasilkan peningkatan apapun?

Di sini kita dapati tiga jenis orang Kristen yang sangat berbeda dari kesepuluh hamba dalam perumpamaan ini. Ada yang memutarkan uang itu habis-habisan, dan menghasilkan pendapatan 1.000%. Ada juga yang memakai uang itu, tetapi masih bayangi oleh keragu-raguan, dan ia hanya menghasilkan 500%, tetapi itupun masih sangat bagus. Dan tentu saja akan ada berbagai macam hasil yang didapatkan selain dari contoh kedua orang itu, mungkin ada yang 800%, 700% atau bahkan hanya 50%. Dan ternyata ada pula yang hasilnya hanya 0%. Yesus hanya membicarakan tiga tipe yang mendasar. Ia tidak membahas berbagai variasi tipe yang lainnya yang tidak terlalu mendasar.

Hal yang perlu kita lakukan sebelum kita tutup pembahasan hari ini adalah memahami apa yang membuat terjadinya perbedaan di kalangan orang-orang Kristen. Yaitu ketiga hamba itu. Sebagai orang-orang Kristen, kita semua adalah hamba Allah. Jadi berdasarkan hal itu, tidak ada perbedaan antara Anda dengan saya, atau di antara setiap orang Kristen yang sejati sesuai dengan pengertian Alkitab. Dalam rangka memahami apa yang membuat terjadinya perbedaan itu, kita perlu memahami prinsip-prinsip yang berkaitan dengan pelayanan. Apa itu prinsip-prinsip pelayanan? Apa yang membuat seseorang menjadi Sung Shang Jie, John Sung, hamba Allah yang luar biasa? Apa yang membuat seseorang menjadi D.L. Moody? Dan mengapa pula ada orang yang tidak menjadi apa-apa? Untuk bisa memahami semua itu, kita perlu memperhatikan beberapa hal.


Inisiatif, dorongan rohani

Hal yang pertama, perhatikan perbedaan inisiatifnya. Tidak ada orang yang akan bisa menghasilkan pendapatan besar di dalam bisnis jika ia tidak punya inisiatif. Anda tidak akan mendapatkan hasil sampai 1.000% jika Anda hanya duduk-duduk dan membaca komik saja. Tidak ada orang yang bisa berhasil dengan cara seperti itu. Seseorang yang ingin menghasilkan 1.000% hasil dalam kehidupan Kristen, harus memiliki dorongan rohani, gairah untuk bergiat secara rohani, inisiatif rohani. Dia tidak akan duduk diam di kursi sambil mengharapkan hasil yang terbaik. Tidak ada orang yang menjalankan bisnis seperti ini. Orang Tionghoa kelompok yang sukses di dunia bisnis. Mereka mampu bersaing dengan orang-orang Yahudi sepanjang masa. Orang-orang Yahudi adalah pebisnis yang sangat tangguh. Saya berasal dari Shanghai, dan di sana ada banyak orang Yahudi pada masa saya masih di Shanghai. Saya melihat bahwa satu-satunya tempat di mana orang Yahudi mengalami kesulitan untuk menghimpun kekayaan adalah di China, karena di sana mereka bersaing dengan orang yang sejenis. Sama halnya dengan orang Yahudi, orang Tionghoa juga bisa menetap di mana saja di dunia ini dan mulai menghimpun kekayaan dengan membangun sebuah bisnis. Ia bisa memulai dengan usaha laundry, dan menjadi kaya dengan bisnis itu. Ia bisa memulai dengan usaha restoran, dan juga menjadi kaya. Ia bisa tinggal di Amerika Selatan, Amerika Utara, di mana saja, bahkan di tempat yang ia tidak paham dengan bahasa penduduk setempat, tidak jadi masalah buatnya – ia tetap menjadi kaya.

Sudah banyak orang seperti ini yang kita lihat di Inggris. Dulu ada orang Tionghoa banyak yang merantau ke Inggris, dan mereka kemudian mempelajari situasi di Inggris, dan berkata, “Inisiatif bisnis berarti bahwa kita bisa membuka usaha laundry.” Dan mulailah mereka menjalankan usahanya. Saya kenal seseorang yang telah menetap di Inggris selama sekitar empat puluh tahun. Semua anaknya tumbuh besar di Inggris, namun bahasa Inggrisnya sendiri tidak pernah bisa saya pahami. Saya juga tidak paham bahasa Chinesenya karena ia berbicara dalam dialek Toisan. Saya tidak tahu bagaimana ia bisa bergaul dengan orang-orang Tionghoa yang lain karena tidak banyak orang berdialek Toisan yang tinggal di Inggris. Jadi, satu-satunya bahasa yang ia kuasai adalah bahasa Chinese berdialek Toisan. Bayangkanlah hal itu! Ia mampu menjalankan bisnis laundry yang berhasil dan menyekolahkan anak-anaknya sampai tamat universitas! Ia bisa sukses bahkan tanpa harus bisa berbahasa lokal! Jadi saya rasa tidak sulit bagi orang Tionghoa untuk memahami apa arti ‘dorongan’, apa arti dari ‘inisiatif’.

Orang ini tentu saja tidak menjalankan bisnisnya dengan duduk diam di kursinya sambil menyibukkan diri dengan mengeluh, “Wah, aku tidak bisa bicara dalam bahasa Inggris. Aku jauh dari kampung halaman. Aku tidak punya pendidikan. Aku pasti tidak bisa bersaing dengan orang-orang di sini. Mereka semua tentunya cukup berpendidikan, sementara aku sendiri bahkan tidak bisa baca-tulis.” Dia tidak akan berbisnis dengan cara itu. Ia pelajari situasinya, ia pastikan hal-hal apa yang dapat ia kerjakan, ia pelajari kebutuhan penduduk dan ia kemudian berkata, “Tepat! Laundry!” Ia tidak pernah menjalankan usaha jasa pencucian pakaian sebelumnya, akan tetapi urusan mencuci bisa dipelajari dengan cepat oleh setiap orang. Tidak lama kemudian, ia membuka toko kecil dan memasang papan promosi, “Bawalah pakaian Anda kemari, saya akan mencucikannya buat Anda.” Selanjutnya, bisnis orang ini bergerak lancar. Dan sekarang, anak-anaknya sudah menjadi ahli kimia, insinyur dan dokter. Semua anaknya juga cukup berhasil dalam hidup mereka. Itulah inisiatif bisnis! Dorongan!

Jika kita dapat memahami hal-hal seperti itu di dalam kehidupan duniawi, lalu mengapa kita tidak bisa memahami hal yang sama dalam kehidupan rohani? Seharusnya kita tidak mengalami kesulitan untuk memahami hal itu. Seorang hamba Allah harus memiliki dorongan rohani, inisiatif rohani. Ia harus merupakan orang yang tidak puas hanya sekadar menjadi orang yang biasa-biasa saja. Ia mempelajari situasi kerohanian yang dihadapi. Ia mengamati situasi dunia yang tidak bersahabat dengannya. Sama seperti itu, orang ini yang berasal dari Toisan, China dan menetap di Wales (sampai sekarang ini ia menetap di Wales)! Ia menyadari bahwa ia masuk ke dalam lingkungan yang tidak bersahabat dengannya karena ia dipandang sebagai orang asing. Namun dengan dorongan bisnisnya, ia berhasil mengatasi keadaan dan menuai sukses dari semua itu. Demikian pula halnya dengan kita, orang-orang Kristen, kita tinggal di lingkungan yang tidak bersahabat dengan kita. Dunia tidak memandang kita dengan sikap menerima. Saat kita menjadi Kristen, kita menjadi orang asing di dunia ini. Bahkan orang tua kita sekalipun kadang-kadang memandang kita sebagai orang asing, orang aneh, gila, tidak praktis, orang bodoh, yang melepaskan karir berikut pendidikan dan masa depan yang cerah. Dan mungkin, ketika orang Toisan ini memutuskan untuk berangkat ke Inggris, keluarganya pasti mengira bahwa ia sudah gila, “Kamu tidak tahu bahasa Inggris. Kamu ini tidak melihat kenyataan. Kamu tidak akan berhasil di luar negeri.” Di masa itu, sangat sedikit orang Tiongkok yang merantau ke Inggris, namun orang ini punya dorongan. Jadi ia tetap berangkat. Ia berhasil melakukan hal yang dianggap mustahil oleh orang lain. Itulah hasil dari dorongan. Lalu bagaimana dengan kita?


Sikap

Tetapi kita harus melangkah lebih jauh lagi. Hal apa yang memberikan dorongan bagi seseorang? Apa yang membuatnya melakukan hal ini? Apa yang menjadi penggerak, kekuatan yang memotivasinya? Hal-hal apa yang memotivasi saya? Hal-hal apa yang memotivasi orang-orang Kristen sejati? Di sini kita sampai pada poin tentang pelayanan Kristen yang berbeda dari pelayanan bidang lainnya. Perhatikan sikap ketiga orang hamba itu terhadap tuannya. Setiap orang memiliki sikap yang sangat berbeda. Hal-hal apa yang membuat hamba yang pertama itu bekerja sangat keras? Apakah itu karena ia secara kebetulan memiliki motivasi? Perbedaan antara kisah tentang orang Toisan ini dengan kisah tentang para hamba ini adalah: orang dari Toisan ini berjuang untuk dirinya sendiri. Ia bekerja bagi kepentingan pribadinya. Akan tetapi seorang hamba yang baik bekerja demi kepentingan majikannya, bukan untuk dirinya sendiri. Jadi hal-hal apa yang dapat memberinya motivasi? Hal apa yang akan memberi motivasi kepada seorang pekerja?

Di sini kita melihat adanya perbedaan sikap yang sangat penting di antara ketiga hamba tersebut dan yang terlihat paling menyolok adalah hamba yang ketiga. Sikap apa yang kita lihat dari hamba yang ketiga itu? Di dalam ayat 20, si hamba yang tidak menghasilkan apa-apa itu berkata kepada Yesus, “Tuan, inilah mina tuan, aku telah menyimpannya dalam sapu tangan.” Menyimpan uang di dalam sapu tangan dan menyembunyikannya merupakan hal yang lazim untuk zaman itu. Tidak ada bank yang menyediakan ruang penyimpanan bawah tanah di mana Anda bisa mengamankan barang berharga Anda di dalam safe deposit pada zaman itu. Jadi orang-orang harus mengubur barang berharganya atau pun membungkusnya dengan sesuatu lalu menyempunyikannya di antara barang-barangnya yang lain. Perhatikan baik-baik sikap hamba itu. Ia tidak memberi hasil apapun. Mengapa? Lihatlah sikapnya. Ia berkata kepada majikannya, “Sebab aku takut akan tuan.” Mengapa ia tidak menghasilkan apa-apa? “Sebab aku takut akan tuan, karena tuan adalah manusia yang keras; tuan mengambil apa yang tidak pernah tuan taruh dan tuan menuai apa yang tidak tuan tabur.” (ay.21). Apa arti kalimat itu? Artinya si hamba itu sedang berkata, “Aku yang menabur, engkau yang menuai. Engkau hanya ingin memperalatku saja. Bukan saja engkau ini orang yang keras, tanpa perasaan, tetapi engkau juga termasuk orang yang hanya mau memanfaatkan orang lain. Engkau ingin menuai apa yang aku tabur.” Lalu mengapa dulu ia ingin menjadi seorang hamba? Satu pertanyaan yang bagus, bukankah begitu? Mengapa ia bersedia menjadi seorang hamba? Tak seorangpun yang memaksanya untuk menjadi seorang hamba. Tidak seorang pun yang memaksa kita untuk menjadi seorang Kristen. Coba perhatikanlah cara dia memandang tuannya sebagai sosok yang keras, tidak berperasaan dan hanya mau untung sendiri.

Jelaslah bahwa kedua hamba yang lain tidak memiliki cara pandang yang sama dengan hamba yang ketiga ini. Mengapa orang-orang bisa punya pandangan yang berbeda tentang Allah? Mengapa? Allah tidak pernah berubah. Lalu mengapa bisa ada dua orang yang memiliki pandangan yang berbeda tentang Allah, dua konsep yang berbeda?

Bagi saya, perkataan hamba yang ketiga ini tidak dapat saya pahami maksudnya. Bagi saya, Allah bukan pribadi yang keras dan mau untung sendiri, atau hanya mau memperalat saya. Mungkin itu sebabnya Anda menolak kedaulatan-Nya atas hidup Anda, yaitu karena Anda memandang Dia sebagai Pribadi yang keras yang hanya akan memanfaatkan Anda, menyuruh Anda untuk melakukan hal-hal yang tidak ingin Anda lakukan. Ia hanya ingin menuai di tempat Ia tidak menabur. Ia ingin menikmati hasil dari apa yang tidak dikerjakan-Nya. Saya tidak memandang Allah seperti ini.

Konsep saya tentang Allah sangat jauh berbeda sehingga saya tidak dapat memahami maksud perkataan si hamba ini. Konsep saya tentang Allah adalah satu Pribadi yang sangat pemurah, sangat murah hati, dan sangat baik. Sedemikian baiknya sehingga jauh melampaui apa yang layak saya dapatkan. Kebaikannya selalu saja membuat saya kagum. Seringkali saya berkata kepada istri saya tentang betapa baiknya Allah kepada kami. Kami tidak layak menerima kemurahan-Nya, namun Ia curahkan segala kebaikan itu kepada kami. Ia berikan semua itu dengan berlimpah. Namun saya tidak mengerti mengapa masih ada orang yang memiliki cara pandang tentang Allah yang jauh berbeda dengan saya. Beberapa orang datang kepada saya dan berkata, “Mengapa Allah berbuat ini kepada saya? Mengapa Allah bertindak begitu keras terhadap saya?” jelaslah, mereka memandang Allah bukan sebagai Pribadi yang baik.

Saya juga mendapati perbedaan pandang yang sangat jauh berbeda ini di dalam Alkitab. Pemazmur berkata, “Allah itu baik!” Dan kita sering menyanyikan lagu, “Allah itu baik!” Namun ternyata tidak semua orang, bahkan tidak semua orang Kristen yang punya pandangan seperti itu. Mengapa bisa begitu? Apa alasannya? Allah adalah Allah yang sama, namun orang-orang bisa juga sampai pada pandangan yang berbeda tentang Allah. Sepanjang kitab mazmur Anda akan mendapati kalimat, “Allah itu baik! Mari kita memuji Dia! Pujilah Dia dengan kecapi! Pujilah Dia dengan alat-alt musikmu! Allah sungguh baik, Allah itu baik!” Akan tetapi hamba yang satu ini mengatakan hal yang berlawanan. Allah itu keras, tidak berperasaan, hanya mau memanfatkan orang-orang, selalu ingin mendominasi hidup kita, dan selalu ingin menjadi bos kita.

Saya tidak merasa bahwa Allah berlagak sebagai bos dalam hidup saya. Saya berkata kepada Tuhan, “Ya Tuhan, Engkau adalah Raja atas hidupku. Engkaulah yang akan mengatur hidupku. Hidup ini kuserahkan kepada-Mu untuk Kau pakai sekehendak-Mu.” Saya tidak merasa diperlakukan seperti bola yang ditendang ke sana kemari, atau dilemparkan ke sana ke mari. Saya tidak mendapati hal yang seperti itu. Saya memang menghendaki agar Dia mengatur hidup saya. Dan saya dengan gembira akan menyambut segala rencana-Nya. Saya pasrahkan hidup ini untuk Dia pakai sesuai dengan kehendak-Nya. Namun saya tidak mendapati bahwa Ia memperlakukan saya dengan sewenang-wenang. Ia memperlakukan saya dengan penuh kelembutan dan kebaikan. Lalu mengapa orang ini bisa memiliki konsep yang berbeda tentang Allah? Ini adalah pertanyaan yang sangat penting.

Saya ingin tahu konsep apa yang Anda pegang tentang Allah saat ini? Apakah Anda memegang konsep yang sama dengan si pemazmur, yang berkata di dalam Mazmur 135:3, “Pujilah TUHAN, sebab TUHAN itu baik, bermazmurlah bagi nama-Nya, sebab nama itu indah!.” Konsep yang dimiliki oleh si pemazmur ini jelas berbeda dengan milik hamba yang nomor tiga itu. Pasti ada satu yang benar dan satu lagi yang salah. Siapa yang benar dan siapa yang salah? Allah tidak mungkin menjadi Pribadi yang baik dan murah hati, namun di saat yang sama juga keras dan tidak berperasaan, dan usil. Jelas, tidak mungkin semua itu ada pada-Nya secara campur aduk. Secara logika jelas merupakan kontradiksi. Lalu, hal apa yang membuat sikap dan pandangan orang-orang bisa berbeda?


Prinsip Rohani: Sikap kita akan menentukan pandangan kita terhadap Allah

Ketika saya menganalisa perkara ini, dan saat saya meneliti isi Alkitab, saya melihat bahwa bagaimana Allah akan tampak bagi Anda sangat tergantung pada sikap Anda terhadap-Nya. Orang itu sendirilah yang akan menentukan visi tentang Allah yang bagaimana yang akan dia dapatkan. Alkitab berkata, “Seandainya ada niat jahat dalam hatiku, tentulah Tuhan tidak mau mendengar (Maz.66:18).” Lihat sendiri apa yang terjadi. Jika Anda menyimpan dosa di dalam hati Anda, Anda akan mendapati bahwa Allah tidak akan mendengarkan doa Anda. Dan ketika Anda mendapati bahwa Allah tidak mendengarkan Anda, perasaan apa yang muncul di dalm diri Anda terhadap-Nya? Anda akan berpikir, “Allah tidak pernah menjawab doa saya.” Jika Anda mendapati bahwa Allah tidak pernah menjawab doa Anda, Anda akan merasa, “Allah tidak peduli denganku.” Jika Anda merasa bahwa Allah tidak peduli dengan Anda, Anda akan berpikir bahwa Allah tidak berbelaskasihan. Jika Anda merasa bahwa Allah tidak berbelaskasihan, Anda akan menganggap bahwa Allah tidak berperasaan, kejam, keras, menulikan telinga terhadap Anda. Itukah pengalaman Anda tentang Allah? Jika seperti itu pengalaman Anda tentang Allah, ingatlah prinsip yang satu ini: Jika Anda menyembunyikan dosa di dalam hati Anda, Allah tidak akan mendengarkan doa Anda. Dan reaksi berantainya akan bermula.

Di sisi lain, jika Anda tidak menyembunyikn dosa di dalam hati Anda, jika Anda datang dengan keterbukaan mengakui dosa-dosa Anda, memohon pengampunan-Nya, meminta Dia untuk membersihkan hati Anda dari dosa-dosa, Anda akan melihat bagaimana Allah segera menanggapi doa Anda, Ia menjawab doa Anda. Anda akan berkata, “Allah itu baik! Ia begitu baik terhadapku!” Tentu saja, yang sedang Anda bayangkan itu adalah Allah yang sama. Anda sendiri yang akan menentukan bagaimana tanggapan Allah kepada Anda.

Beberapa orang berkata, “Allah itu terasa begitu jauh, sedemikian jauh sehingga saya tidak dapat menjangkau-Nya, saya tidak dapat merasakan kehadiran-Nya sama sekali.” Tentu saja begitu. Mengapa? Karena mereka sendirilah yang menjauhkan diri dari Allah. Alkitab berkata di Yakobus 4:6, “Mendekatlah kepada Allah, dan Ia akan mendekat kepadamu.” Anda akan menemukan orang-orang yang berkata, “Allah begitu dekat denganku, sungguh luar biasa!” Namun ada juga yang akan berkata, “Lucu sekali, saya malah merasa bahwa Dia itu begitu jauh.” Nah di mana letak perbedaannya? Apakah karena Allah sudah pilih kasih? Ia memang memperlakukan setiap orang dengan cara yang berbeda. Namun itu bukan karena Ia ingin berlaku seperti itu, melainkan karena Anda sendiri sudah menentukan dengan cara bagaimana Ia akan memperlakukan Anda. Jika Anda menyimpan dosa – kesombongan, keegoisan dan keserakahan di dalam hati Anda, Anda sudah menjauhkan Allah dari diri Anda. Sebab jika Ia menjawab doa Anda dalam keadaan seperti ini, maka itu berarti bahwa Ia sedang mendorong Anda untuk semakin serakah. Anda tidak akan merasakan kebutuhan untuk suatu perubahan dari keadaan yang penuh dosa, dari keserakahan dan dari kesombongan Anda. Lagi pula, jika Allah memang bersedia untuk menjawab doa-doa Anda dalam keadaan Anda yang masih penuh dosa, apa gunanya Anda disuruh menjadi orang benar? Apa gunanya menjadi kudus? Apakah kekudusan itu masih menjadi hal yang penting? Allah terpaksa menolak Anda untuk membuat agar Anda mengubah posisi Anda, sesudah itu baru Ia dapat menjawab doa Anda.

Kita dapat segera melihat mengapa hamba yang satu ini begitu gagal dalam hal yang satu ini. Ia masih terikat pada pandangan hidup yang berpusat pada diri sendiri, pandangan hidup yang penuh dosa. Akibatnya, setiap kali ia berdoa, ia mendapati bahwa Allah tidak menjawab doanya. Dan ketika Allah tidak menanggapi doanya, ia berkata, “Mengapa Engkau memperlakukan aku seperti ini?” Sama seperti sikap orang-orang yang sudah saya sebutkan sebelumnya, yang hanya ingin memperalat Allah saja. “Tuhan, tolonglah aku untuk bisa lulus dalam ujian nanti.” Apa hak Anda untuk meminta sesuatu dari Allah? Apa hak Anda untuk meminta-Nya meluluskan Anda dalam ujian Anda? Anda hidup dalam keegoisan, Anda masih tinggal di dalam dosa, dan Anda menghendaki agar Allah melayani Anda, membantu Anda untuk bisa lulus ujian, membantu Anda untuk bisa mendapatkan pekerjaan yang bagus, melindungi Anda di dalam perjalanan Anda. Ketika Anda jatuh sakit, Allah harus menyembuhkan Anda. Ia harus menjadi dokter buat Anda, menjadi penghibur, menjadi pelindung, menjadi segala-galanya bagi Anda. Tapi apa yang pernah Anda perbuat bagi-Nya?

“Wah, apakah saya harus berbuat sesuatu bagi-Nya? Saya kira Allah hadir untuk menjadi pelayan yang serba bisa, menjadi jin peliharaan saya.” Saat Anda menggosok lampu ajaib, maka Ia harus hadir untuk mengerjakan segala perintah Anda. Jika Anda hidup dengan konsep Kekristenan seperti itu, dan kemudian Allah menjawab doa Anda, bukankah itu berarti bahwa Ia sedang mendorong Anda untuk terbenam lebih jauh lagi di dalam kuburan Anda. Ia tidak dapat menjawab doa Anda. Ia tidak ingin Anda terbenam lebih jauh ke dalam keegoisan, kesombongan dan pola pikir yang mementingkan diri sendiri. Hal itu tidak mungkin dilakukan-Nya. Itu sebabnya ada orang yang mendapati betapa Allah itu sangat baik, sementara orang yang lain mendapati bahwa Allah tidak pernah menjawab doa mereka. Ia terasa begitu keras. Ia tidak berperasaan, tidak tersentuh melihat persoalan dan kesukaran mereka.


sikap hamba yang ketiga

Rasa kagum (Adoration) yang timbul dari mengalami kebaikan Allah. Jika Allah begitu baik kepada Anda, hati Anda akan meluap dengan pujian dan rasa kagum kepada Allah setiap saat. Anda akan terus merasa terdorong untuk menyembah dan memuji Dia. Allah sungguh baik! Anda merasa sangat bersemangat untuk menyembah-Nya. Charles Wesley berkata, “Seribu lidah akan menyanyi, pujian bagi Penebusku yang agung!” Seribu lidah! Lidah saya yang hanya satu ini tidak cukup untuk menyanyikan pujian bagi-Nya. Kalau saja saya punya seribu lidah untk menyanyikan pujian bagi-Nya!

Hamba yang ketiga ini tidak akan mengerti apa yang sedang disampaikan oleh Wesley. “Dengan lidah yang satu ini saja, aku sudah tidak menemukan alasan untuk memuji-Nya. Aku tidak tahu mengapa harus memuji-Nya? Saya tidak tahu apa yang harus saya ceritakan tentang Dia dengan lidah yang satu ini. Kalau aku punya seribu lidah, mungkin aku akan menjadi lebih bisu dari yang dapat kubayangkan.”

Wesley dan hamba yang ketiga ini jelas memiliki sikap yang saling bertolak-belakang. Allahnya satu, namun sikap orang-orang sangat berlainan terhadap Dia, ada begitu banyak konsep tentang Dia. Sikap yang menghasilkan rasa kagum dan penyembahan lahir dari kasih. Hal apa yang memotivasi inisiatif rohani kita? Hal apa yang memotivasi saya? Yang menjadi pendorong saya tepatnya dalah pemahaman tentang Allah yang saya dapatkan dari pengalaman saya. Pendorong saya adalah kebaikan Allah, itulah yang memotivasi saya. Betapa saya ingin agar semua orang tahu begitu baiknya Allah itu! Kalau saja Anda mengenal-Nya! Kasih kebaikan-Nya sungguh luar biasa! Seperti yang dikatakan oleh Daud, “Kasih kebaikan-Mu telah membesarkan hatiku; melambungkan diriku” (Maz.35:5-10). Kasih kebaikan-Nya akan memotivasi Anda; menjadi pendorong Anda.

Perhatikan hikmat dari si tuan hamba. Kata ‘jahat’ menggambarkan si hamba ini yang menyimpan dosa di dalam hatinya. Ia tidak melayani Allah karena ia takut kepada Allah. Ketika Anda berbuat dosa, Anda akan menjadi ketakutan, Anda merasa tidak berani mendekat kepada Allah. Kita semua pernah berbuat dosa. Kita tahu seperti apa rasanya jika berbuat dosa. Saya sendiri juga pernah berbuat dosa, dan setiap kali saya berbuat dosa, saya menjadi takut kepada Allah. Saya berusaha menjauh dari Allah. Ketika Adam dan Hawa berbuat dosa, apa yang mereka lakukan? Mereka pergi bersembunyi. Anda juga akan berlaku seperti itu, “Ya Allah, jangan datang padaku.” Itulah reaksi pertama dari Petrus ketika ia melihat kuasa dan keagungan Kristus. Ia berkata kepada Yesus, “Tuhan (Lord), pergilah dari padaku, karena aku ini seorang berdosa” (Luk. 5:8). Dosa cenderung mendorong Anda untuk menjauhkan diri dari Allah, dan menanamkan rasa takut ke dalam diri Anda. Dan rasa takut bukanlah motivasi yang akan mendorong Anda untuk masuk ke dalam pelayanan. Rasa takut bisa menjadi motivator dalam dunia, namun tidak akan berguna dalam pelayanan rohani. Anda tidak bisa menakut-nakuti orang untuk bekerja melayani Allah. Anda tidak dapat melakukan itu. Rasa takut justru mendorong mereka untuk pergi menjauh, bukannya membawa mereka datang kepada Allah. Pendorong yang benar adalah kasih. Sebagaimana yang dikatakan oleh Paulus, “Kasih Kristus yang menguasai kami (itulah yang menjadi pendorongku)” (2 Korintus 5:14).

Itu sebabnya, sejalan dengan pembahasan kita akan hal ini, sikap orang-orang bisa sangat berbeda! Apa yang membuat seorang Kristen menjadi penghasil sepuluh mina, sedangkan orang Kristen yang lain tidak menghasilkan apa-apa? Anda tentu ingat bahwa satu mina yang diberikan kepada hamba yang ketiga ini juga diambil darinya. Ia tidak punya apa-apa lagi! Perbedaannya terletak pada inisiatif dan dorongan rohani. Namun hal apa yang memberikan inisiatif rohani? Hal apa yang memotivasi Anda? Bagaimana pemahaman Anda tentang Allah? Jika Anda memiliki sikap yang penuh rasa kagum kepada Allah karena kasih-Nya, rasa kagum itu akan mendorong Anda dengan sangat kuat untuk melayani Dia. Namun pertama-tama Anda harus memiliki konsep atau pemahaman yang benar tentang Allah.

Komitmen (Commitment) yang utuh. Dan hal apa lagi yang dapat kita pelajari dari perkara ini? Masalah yang lain adalah tentang komitmennya. Komitmen hamba yang jahat ini sangat meragukan. Anda tidak dapat melayani Tuhan tanpa komitmen. Komitmen berarti suatu kesediaan untuk menerima-Nya secara nyata, di dalam kehidupan sehari-hari Anda, sebagai Raja. Itulah makna komitmen. Menerima Yesus sebagai Juruselamat bukanlah komitmen. Komitmen berarti Anda melakukan sesuatu bagi dia, Anda hidup di bawah pengaturannya.

Komitmen dari hamba yang terakhir itu tidak utuh. Inilah masalah mendasar yang melanda sebagian besar orang Kristen. Mereka memiliki komitmen, tetapi bukan komitmen yang utuh. Dan saya sudah berulang kali memperingatkan Anda bahwa komitmen parsial akan berakhir dalam bencana. Perhatikan, hamba ini memiliki komitmen. Ia adalah seorang hamba sama seperti yang lainnya. Ia memiliki komitmen. Jika tidak, maka ia tidak akan menjadi seorang hamba. Ia tidak dipaksa masuk, dan diseret untuk mau menjadi pelayan. Anda menjadi seorang Kristen bukan atas paksaan orang lain. Anda menjadi seorang Kristen atas kemauan Anda sendiri. Anda yang membuat komitmen itu, tetapi komitmen Anda tidak utuh, dan ketika berhadapan dengan tekanan dan kesukaran, komitmen itu hancur. Orang ini komitmennya parsial dan kegagalannya menjadi nyata.

Pengharapan (Expectation) akan kembalinya Sang Majikan karena kasih. Kita harus menyimpulkan poin terakhir kita. Dan poin yang terakhir itu adalah hal pengharapan. Kedua hamba yang pertama, yaitu yang memberikan hasil sepuluh mina dan yang memberikan hasil lima mina, tahu pasti bahwa majikan mereka akan kembali. Sang majikan sudah menyatakan hal itu. Ia akan kembali. Da mereka tahu bahwa sambil menunggu kedatangan itu mereka harus bekerja. Dan mereka menantikan dengan sukacita kedatangan tuan yang mereka kasihi itu, mereka bekerja di dalam sukacita penantian ini. Jadi ketika sang majikan kembali, ia menjadi senang. Mengapa saya ingin menyenangkan hatinya? Karena saya sangat mengasihinya! Saya begitu mengasihinya! Ia sungguh-sungguh luar biasa! Dan ketika ia datang kembali, saya ingin agar ia merasa senang.

Namun perhatikan bagaimana yang satu sudah puas dengan menghasilkan lima mina sedangkan yang satunya lagi memberi sukacita yang besar karena ia menghasilkan sepuluh mina buat Sang Majikan. Dalam hal ini Anda melihat adanya satu perbedaan motivasi juga. Perhatikan hal ini baik-baik. Harapan tersebut merupakan kekuatan pendorong juga. Saya berharap untuk segera berjumpa dengan Yesus. Ia sudah datang untuk yang pertama kalinya dan ia akan datang lagi untuk yang kedua kalinya, dan kita semua akan berjumpa dengannya di suatu hari nanti. Namun harapan ini tidak sekadar untuk mengetahui bahwa ia akan datang. Yang kita bicarakan adalah harapan di dalam batin kita ini, yaitu sukacita dalam penantian, gairah untuk bisa segera bertemu dengannya lagi. Saya tidak tahu apakah Anda memiliki gairah tersebut. Saya tidak tahu.

Saya yakin bahwa setiap hari anak Anda menunggu dengan penuh semangat kapan Anda pulang dari tempat kerja Anda. “Ayah pulang! Sudah seharian tidak ketemu.” Anak Anda menatap ke arah luar dengan penuh harap dan sukacita. Dan ia membawa gambar yang dibuatnya untuk diperlihatkan kepada Anda. Anak perempuan saya sering membuat gambar-gambar dan diberikan kepada saya. Ia berkata, “Lihat ayah! Semua gambar ini kubuatkan untuk ayah!” Mengapa ia melakukan itu semua? Ia mengharapkan kedatangan saya dan karena itu ia berharap bisa memberi sambutan yang menyenangkan hati saya. Jadi ia membuat gambar-gambar itu untuk saya. Dan sudah banyak gambar buatannya yang saya koleksi. Atau mungkin anak Anda membuat hal-hal kecil lainnya. Mengapa? Itu karena anak-anak itu mengasihi Anda. Mereka ingin Anda merasa senang ketika sampai di rumah. Dan itu sebabnya anak-anak Anda bersemangat menantikan kepulangan Anda.


Prinsip pelayanan “ACE”

Tiga prinsip pelayanan berikut akan saya rangkum dalam kata “ACE”. Tahukah Anda apa arti kata ‘ace’ ini? Ace adalah ungkapan bahasa Inggris untuk menunjukkan sesuatu yang unggul atau hebat. Seorang pilot yang dijuluki “flying ace” berarti bahwa ia merupakan seorang pilot yang sangat hebat. Ace berarti yang terbaik. Dan kita tidak ingin sekadar menghasilkan hamba-hamba Allah, tetapi “hamba-hamba yang hebat”. Karena hamba yang nomor tiga itu, yang jahat itu, juga merupakan hamba Allah.

Prinsip “ACE” berisi hal-hal yang sudah kita bahas, dan saya ingin tahu apakah Anda memperhatikan hal tersebut. A – adoration (kekaguman), C – Commitment (komitmen), E – expectation (ekspektasi), (ACE). Anda dapat menggandakan ketiga huruf itu menjadi AA (Abundant Adoration – kekaguman yang melimpah), CC (Complete Commitment – komitmen yang utuh), dan EE (Eager Expectation – pengharapan penuh semangat). Hasilnya juga membentuk kata ACE. Sungguh indah! Jika Anda dapat menerapkan prinsip ACE ini di dalam pelayanan Anda, maka Anda akan menjadi hamba yang memberi hasil sepuluh mina. Itu semua tergantung pada seberapa baik Anda dapat menerapkan ketiga prinsip ini, Anda bisa menjadi hamba yang menghasilkan sepuluh mina atau yang lima mina, namun saya harap kita semua dapat menjadi hamba yang luar biasa di dalam generasi ini. Sikap penuh rasa kagum akan menjadi pendorong kita. Selanjutnya, kita perlu memeriksa komitmen kita, apakah komitmen itu utuh, komitmen yang total kepada Allah atau sekadar komitmen yang parsial. Dan apakah pengharapan kita kepada Allah adalah pengharapan yang penuh semangat. Itulah jalan untuk menjadi ‘yang terbaik di dalam kerohanian’.

 

Berikan Komentar Anda: