Pastor Eric Chang | Antikristus (10) |

Hari ini kita sampai pada bagian 10 dari seri khotbah mengenai Antikristus. Subyek ini sangatlah penting dan saya berusaha sedapat mungkin untuk menghindari pembahasan yang bersifat teknis. Pembahasan yang teknis mungkin bermanfaat bagi mereka yang sudah terlatih dalam bidang teologi, tetapi saya kuatir itu justru membuat jemaat awam sukar memahami apa yang sedang dibahas. Jadi, saya berusaha membahasnya dengan cara yang sesederhana mungkin. Bagi mereka yang melihat bahwa pembahasan saya untuk pokok ini sangat sederhana, hal itu memang disengaja. Saya akan terus berusaha menghindari sisi teknisnya dan berbicara sesederhana mungkin.


Desakan Waktu yang Semakin Singkat

Ada banyak alasan mengapa saya ingin terus menyampaikan pembahasan subyek ini dan tidak terburu-buru untuk menyelesaikannya. Akan tetapi, hari ini saya hanya akan menyampaikan dua alasan saja. Yang pertama adalah karena saya ingin agar anda semua memahami betapa mendesaknya masalah ini. Artinya, untuk terus mengingatkan kita bahwa waktunya sudah sangat dekat.

Saya perhatikan bahwa ada banyak orang Krsten yang tidak sadar akan urgensi dari masalah ini. Mereka hidup dalam sikap yang menyedihkan — menyedihkan bukan hanya bagi saya, yang lebih utama adalah bagi Tuhan. Mereka menjalani hidup seolah-olah mereka akan hidup selamanya di dunia ini — dengan segala kecerobohan, kedangkalan dan pemborosan waktu. Mereka tidak menghiraukan pentingnya “mempergunakan waktu dengan sebaik-baiknya” (Ef 5:16) karena tampaknya mereka tidak mengerti betapa mendesak situasi di mana kita hidup ini. Saya melihat orang sudah bertahun-tahun jadi jemaat, tetapi tidak mengalami kemajuan sedikit pun. Sejujurnya saya katakan, saya sangat kesal melihat hal ini, dan Tuhan mungkin jauh lebih lelah melihat keadaan ini. Saya teringat pada Amsal: ada orang yang sering diperingatkan dan ditegur, tetapi tetap tidak mau memperhatikan dan mendadak dia dibinasakan (Ams 1:24-31; 29:1). Dengan kata lain, jika dia tidak memahami urgensi masalah ini, dia akan binasa tanpa pernah memahami hal yang sedang terjadi. Dia mendadak tertelan dan hanyut begitu saja.

Di dalam Alkitab, anda akan menemukan rasa urgensi di mana-mana. Yesus mengatakan bahwa kedatangannya yang kedua kali akan berlangsung seperti pencuri yang datang pada malam hari. Artinya, anda tidak akan tahu persis kapan waktu kedatangannya nanti. Kejadian itu akan menjadi kejutan buat anda. Oleh karenanya, kita harus siaga, selalu waspada. Urgensi berarti hal ini menuntut kesiagaan dan kewaspadaan kita, seperti prajurit yang sedang bertugas dan tidak tahu kapan musuh akan menyerang, entah pada siang hari, malam hari, pagi hari atau petang hari. Dia harus siap siaga setiap waktu. Demikianlah, banyak orang Kristen yang jatuh dengan cepat karena mereka tidak waspada. Mereka bahkan tidak tahu mengapa mereka harus siap siaga. Mereka tidak paham betapa Iblis tahu persis bahwa waktu yang tersedia untuk dia sudah hampir habis, dan bahwa Iblis ingin membuat kerusakan sebesar mungkin sebelum waktunya benar-benar habis. Saya merasa bahwa kita ini sedang berperang dengan satu pasukan (kalau memang layak disebut pasukan) yang bahkan tidak tahu siapa musuhnya, apa misi mereka, dan bagaimana menjalankan peperangan ini. Tidak ada pemahaman tentang waktu yang hampir habis, akibatnya tidak ada kesiap-siagaan, lemahnya kewaspadaan, kurangnya semangat untuk melangkah maju.


Urgensi yang membangkitkan semangat

Semangat — inilah hal yang tidak kita miliki dalam gereja zaman sekarang! Paulus berkata, “Biarlah rohmu menyala-nyala.” (Roma 12:11) Akan tetapi, yang kita lihat adalah begitu banyak gereja dipenuhi oleh orang Kristen suam-suam kuku. Allah tidak menoleransi orang Kristen semacam ini, hal yang bisa kita lihat dalam kitab Wahyu pasal 3.

Namun, mengapa orang Kristen menjadi suam-suam kuku? Mengapa mereka selalu punya waktu untuk hal-hal yang remeh – seperti bertengkar satu sama lainnya – atau untuk urusan yang tidak berguna? Mengapa mereka tidak melengkapi diri mereka dengan Firman Allah supaya mereka bisa menjalani peperangan rohani dengan baik? Pemahaman rata-rata orang Kristen akan Firman Allah sangat menyedihkan dan hal ini bisa membuat anda menangis. Ada beberapa orang Kristen yang sudah beribadah selama bertahun-tahun dan masih belum bisa menemukan di mana letak kitab Hagai, atau Amos atau Hosea. Mereka bahkan tidak tahu di mana letak kitab-kitab tersebut! Silakan anda coba untuk menemukan lokasi ketiga kitab itu dalam Alkitab dalam waktu tiga detik. Kita membuat persiapan yang sangat buruk karena kita tidak menyadari betapa mendesaknya masalah ini. Kita justru membuang waktu melakukan hal-hal yang tidak perlu.

Kita tidak dapat memahami maksud Paulus ketika dia berharap agar orang-orang Kristen tidak memusingkan urusan jodoh, hal yang memenuhi benak sebagian besar anak muda. Hal jodoh membuat mereka jatuh dalam berbagai masalah sehingga saya harus meluangkan banyak waktu guna membenahi mereka yang terkena masalah dalam urusan ini. Paulus berkata: “Mengapa kalian tidak membujang saja?” “Ah!” kita akan berkata, “Paulus ini fanatik. Dia orang sinting! Agaknya orang-orang semacam ini sudah terlalu fanatik.” Tidak! Paulus tidak fanatik! Dia mengerti bahwa waktunya sudah sangat singkat. Itulah sebabnya dia berkata di 1 Korintus 7:26,

Aku berpendapat bahwa, mengingat waktu darurat sekarang, baiklah bagi manusia untuk tetap dalam keadaannya.

Paulus menganjurkan untuk tidak membuang-buang waktu untuk urusan semacam ini. “Memboroskan waktu? Bagi kita, justru saat-saat semacam inilah yang kita nilai paling berharga! Menghabiskan sepanjang waktu berdua dengan kekasih anda adalah pemanfaatan waktu yang paling indah. Masalah Paulus adalah dia tidak memahami kesenangan hidup. Mungkin dia pernah punya kekasih, tetapi hubungan mereka berakhir buruk. Itu sebabnya dia selalu berpandangan jelek terhadap urusan hubungan muda-mudi. Paulus berkata, “Sebaiknya kalian tetap membujang seperti saya.” “Orang-orang seperti Paulus ini tidak mengerti kesenangan hidup. Mereka adalah jenis orang yang gemar merusak kesenangan orang lain. Setiap kali kita menemukan kesenangan, dia akan berkata hal itu buruk dan kita harus lebih giat melayani Tuhan. Mestinya ada batas-batas dalam urusan melayani Tuhan. Seharusnya kita bisa memakai 80% waktu kita bersama kekasih masing-masing, dan 20% sisanya dipakai untuk…” Dipakai untuk apa? “Nah, mungkin sesekali membaca Alkitab.”

Kita tidak memiliki kepedulian yang sama dengan Paulus karena kita tidak memiliki urgensi yang sama. Dia berkata, “Mengapa kalian memboroskan waktu? Dapatkah kalian memahami? Dapatkah kalian lihat ada banyak orang yang hilang binasa?” Anda menjawab, “Jangan terlalu berlebihan! Apa yang akan terjadi pasti terjadi. Mereka yang akan diselamatkan pasti selamat; mereka yang tidak akan diselamatkan pasti tidak akan selamat. Tak usah kuatirkan urusan ini. Jangan berlebihan. Lagi pula, hal apa yang kamu tulis dalam surat Roma pasal 9, kalau saya tidak salah memahaminya?”

Demikianlah, kita tidak memahami kegelisahan Paulus karena kita tidak memahami gawatnya keadaan. Saat dia berkata, “Mengapa kamu memboroskan waktu?” Anda akan menjawab, “Tenang saja. Tidak usah memusingkan urusan ini. Jangan berlebihan.” Apakah anda memahami urgensi yang dilihat oleh Paulus? Saya sudah bertemu banyak orang yang sama sekali tidak bisa memahami sikap Paulus karena mereka tidak melihat betapa gawatnya situasi yang ada. Inilah masalah kita: kita tidak bisa melihat. Itu sebabnya tidak terlihat api semangat seperti yang ditunjukkan oleh Paulus, yang membuat dia mengembara ke mana-mana. Dia berkata, “Aku tidak melakukannya di tempat-tempat, di mana nama Kristus telah dikenal orang.” (Roma 15:20). Paulus bergerak penuh semangat dan tanpa henti, dengan tekad yang sangat teguh. Akan tetapi, sangat sukar menemukan orang Kristen semacam ini pada zaman sekarang. Di mana mereka? Saya rasa, akar persoalannya adalah kita tidak melihat betapa gawatnya urusan ini. Yesus akan kembali seperti pencuri pada malam hari! Kita akan mendadak berhadapan dengan hari kedatangan itu!

Lebih buruk lagi, jiwa mereka yang binasa di sekitar anda akan dituntut dari anda, dan bagaimana anda akan mempertanggungjawabkannya? Jika kasih tidak dapat memotivasi kita, mungkin rasa takut bisa. Alkitab memberitahu kita bahwa jika kita menerima pesan kehidupan dan tidak membagikannya kepada mereka, Allah akan menuntut pertanggungjawaban atas kebinasaan orang itu dari anda (Yeh 3:17-21). Camkanlah hal ini baik-baik. Saat Paulus menyampaikan perpisahannya kepada para tua-tua jemaat di Efesus dalam Kisah pasal 20, dia sanggup berkata seperti ini, “Aku bebas dari hutang darah kepada kamu semua karena aku sudah menyampaikan segala kebenaran yang ada. Kamu tidak bisa menuntut pertanggungjawaban dariku jika ada di antara kamu yang hilang binasa” (ayat 26,27). Bisa jadi pada hari itu nanti, kebinasaan mereka yang ada di sekitar anda, teman sekolah, rekan kerja, atau anggota keluarga anda, akan dituntut pertanggungjawabannya dari diri anda. Hal ini tidak membuat anda takut, benarkah?

Inilah alasan pertama mengapa saya terus melanjutkan pembahasan tentang Antikristus di tengah jemaat, yakni karena Antikristus akan tampil sebelum kedatangan Yesus. Paulus menyatakan hal ini dengan jelas (2Tes 2:2,3). Antikristus akan tampil terlebih dahulu; dan jika tokoh ini sudah tampil, anda tahu bahwa waktu kedatangan Yesus sudah sangat dekat. Namun, saat untuk tampilnya Antikristus itu sendiri sudah di depan mata — apakah kita ingin menunggu supaya kita melihat Antikristus ini tampil sebelum kita memutuskan untuk membangun semangat kita? Mungkin kita akan berkata, “Tunggu sampai dia tampil. Sesudah itu, saya akan bersemangat dalam pelayanan.” Pemikiran semacam ini termasuk dalam hal menipu diri sendiri. Saat tokoh ini tampil, maka akan sangat terlambat bagi anda untuk bersemangat melayani Tuhan. Sekaranglah waktu yang tepat untuk bersemangat melayani Tuhan. Pada saat Antikristus tampil, anda mungkin merasa sudah waktunya bersemangat melayani Tuhan, tetapi sayangnya sudah sangat terlambat. Jika anda kehilangan hari ini, tidak akan ada hari lainnya. Mereka yang tidak mampu bertahan pada hari ini, yang tidak mampu menjaga semangat untuk melayani Tuhan pada hari ini, tidak akan mampu bertahan di saat tampilnya Antikristus, apalagi membangun semangat untuk melayani bagi kemuliaan Allah. Camkanlah hal ini di dalam hati anda.


Bahayanya menjadi seorang Kristen sejati

Alasan kedua saya ingin membahas tentang Antikristus adalah untuk membuka kesadaran anda tentang bahayanya menjadi seorang Kristen. Alasan yang pertama adalah betapa daruratnya keadaan yang kita hadapi; dan alasan yang kedua adalah betapa berbahayanya menjadi seorang Kristen sejati. Anda mungkin bertanya, “Mengapa begitu gigih membahas pokok ini?” Hanya dengan memahami bahayanya menjadi seorang Kristen sejati baru kita akan menghitung ongkos untuk mengikut Kristus. Baru saja saya sampaikan tadi bahwa jika anda tidak memiliki api semangat yang menyala-nyala untuk Kristus hari ini, anda tidak akan dapat melakukannya pada hari ketika Antikristus tampil. Jika menjadi seorang Kristen sekarang ini saja sudah terasa sukar bagi anda, saya beritahu anda, urusan itu menjadi mustahil ketika Antikristus tampil.

Saya akan jelaskan alasan kedua ini dengan lebih lengkap. Yesus, dalam semua ajarannya, selalu memperingatkan kita bahwa menjadi seorang Kristen adalah hal yang sangat berbahaya. Di dalam gereja ini kami tidak pernah membohongi siapa pun. Kami tidak pernah memikat orang untuk menjadi Kristen dengan menyajikan gambaran yang serba indah bahwa menjadi seorang Kristen berarti menikmati damai sejahtera, sukacita dan semua hal itu, yang memang akan diberikan, tetapi hanya kepada mereka yang sejak awal sudah mengerti apa yang harus dikorbankan dan mau berkorban untuk menjadi seorang Kristen. Jika anda menjadi seorang Kristen tanpa menghitung ongkos yang harus dibayar, damai sejahtera dan sukacita dari Allah tidak akan pernah menjadi milik anda. Demikianlah, para penginjil yang berkata bahwa menjadi Kristen adalah urusan menikmati damai sejahtera dan sukacita sebenarnya sedang membohongi anda. Sayangnya, hal ini yang justru dilakukan oleh banyak kalangan evangelis dalam berbagai KKR. Mereka ingin sebanyak mungkin peserta KKR tampil ke depan untuk mendaftar menjadi Kristen. Mereka beranggapan bahwa tidak akan ada peserta KKR yang mau maju ke depan jika diberitahu akan bahayanya menjadi seorang Kristen. Mereka tidak mau memberitahu hal ini kepada anda. Tak ada yang mau memberitahu anda akan bahaya ini. Mereka hanya ingin mengatakan betapa enaknya kehidupan seorang Kristen dan bahwa anda akan menerima hidup yang kekal sebagai imbalannya. Mereka tidak memberitahu anda bahwa Yesus berkata, “Kalau kamu tidak mau kehilangan nyawamu, kamu tidak akan mendapatkannya.” “Barangsiapa mempertahankan hidupnya, maka dia akan kehilangan hidupnya. Namun mereka yang siap kehilangan nyawanya demi aku dan Kerajaan Allah, akan memelihara nyawanya.” Mengapa para evangelis tidak memberi penjelasan makna ucapan Yesus ini? Hanya mereka yang rela kehilangan nyawanya yang akan menerima hidup yang kekal. Kebohongan ini menunjukkan bahwa kita tidak jujur menyampaikan ajaran Yesus. Yesus tidak pernah berkata, “Datang dan mendaftarlah, kamu akan menikmati kesenangan dan hidup kekal — percaya saja kepadaku dan semua urusan akan menjadi gampang.” Bukan seperti itu! Yang dia katakan adalah, “Barangsiapa ingin mengikut aku, dia harus memikul salibnya.” Kita tidak suka membahas urusan salib ini.


Makna Salib – Penderitaan dan Kematian!

Apakah arti dari salib? Salib berarti penderitaan dan kematian! Jika anda tidak sanggup menerima uraian semacam ini, maafkan saya. Saya tidak punya kewenangan untuk menambahkan gula pada obat. Jika pil ini terasa pahit di mulut anda, saya tidak punya wewenang untuk membuatnya terasa manis sekalipun saya punya kemampuan untuk itu. Yesus menyampaikan ajarannya dengan mempertimbangkan kedatangan Antikristus, dan saya juga membahas pokok ini dengan pertimbangan yang sama. Semua orang yang menjadi Kristen karena mereka mencari semacam candu rohani, untuk menghilangkan rasa sakit dari beban sehari-hari, akan bertumbangan. Mereka memperlakukan Injil seperti obat sakit kepala. Setelah menerima sedikit dosis candu rohani ini untuk menghilangkan rasa sakit untuk sementara waktu, mereka kembali lagi minggu depan untuk dosis yang berikutnya. Pada saat Antikristus tampil nanti, orang-orang Kristen semacam ini akan tumbang.

Apalah gunanya mendapatkan ratusan atau ribuan jemaat baru hari ini jika tak satu pun dari mereka yang akan sanggup bertahan? Tentu saja, tak satu pun dari mereka akan bisa bertahan pada hari tampilnya Antikristus nanti. Pada waktu Antikristus tampil nanti, hal-hal mengerikan yang akan menimpa mereka yang mengaku sebagai orang percaya akan sangat mengejutkan anda! Demikianlah, saya bisa saja mengkhotbahkan versi murahan dari Injil, versi yang ditampilkan dengan manis dan indah, dan memenuhi gereja dan auditorium dengan jemaaat yang suka mendengarkan hal-hal semacam itu. Namun, apa gunanya? Hal ini sama seperti membangun dengan bahan kayu dan jerami. Ketika api datang melanda, tak ada yang tersisa dari bangunan itu. Saya ingin membangun dengan batu karang, dengan beton dan baja. Api bisa membuat temboknya menjadi hitam, tetapi bangunan ini tetap berdiri teguh selama masa kebakaran dan sesudahnya. Gereja macam apakah yang ingin anda bangun? Jemaat macam apa yang ingin dibangun oleh Yesus? Tentu saja, dia ingin membangun gereja dari bahan-bahan yang tahan api, supaya tak ada bagian yang runtuh ketika diuji. Itulah sebabnya mengapa dia berkata, “Pikul salibmu. Tanggung penderitaanmu.”


Seorang Kristen adalah seorang Prajurit

Menurut Yesus, menjadi seorang Kristen sebenarnya sama artinya dengan menjadi seorang prajurit. Mendaftar sebagai seorang Kristen bukanlah mendaftar untuk menjadi turis untuk berwisata ke Thailand atau ke Switzerland dan berbagai tempat nyaman lainnya. Dia berkata bahwa menjadi seorang Kristen sama artinya dengan mendaftar untuk menjadi seorang tentara. Tak seorang pun akan mau menjadi tentara kalau dia takut mati. Anda akan menjadi prajurit macam apa jika anda takut penderitaan atau takut mati? Jika kita telusuri semua ajaran di dalam Alkitab, tema utamanya adalah urusan menjadi prajurit, seperti pasukan komando rohani, dan hal ini berlanjut sampai ke Perjanjian Baru. Dengan kata lain, jika anda tidak berniat untuk menjadi laskar Kristus, jangan menjadi orang Kristen! Jika anda hanya ingin menjadi turis dan sekadar melihat-lihat saja, atau jika anda ingin menjadi pecandu narkoba rohani, mencari suntikan penghilang rasa sakit di gereja, ada banyak gereja lain yang menawarkan hal-hal itu kepada anda, tetapi tidak di gereja ini. Kami tidak menjual narkoba rohani di sini. Di sini adalah tempat di mana laskar Kristus dibangun, untuk menjalani peperangan yang menjadi panggilan kita, untuk menderita dan mati. Nah, mungkin anda ingin menyingkirkan ajaran Yesus mengenai hal memikul salib, tetapi hal itu akan menjadi kesalahan besar. Anda akan melihat besarnya kesalahan itu saat Antikristus tampil nanti.

Pada dasarnya terdapat dua macam orang Kristen. Mereka semua menyebut dirinya Kristen, mereka sama-sama sudah dibaptis — tetapi anda tidak butuh waktu lama untuk bisa melihat perbedaan mendasar di antara kedua jenis orang Kristen ini. Jenis yang pertama adalah (jenis yang mestinya mudah anda kenali, dan saya harap anda tidak termasuk jenis yang ini) adalah orang Kristen yang menjadi Kristen karena mengejar keselamatan pribadi. Mereka menjadi Kristen murni karena alasan yang egois. Itu sebabnya anda akan sukar menemukan perbedaan antara mereka dengan orang non-Kristen, nyaris tidak ada bedanya. Orang Kristen jenis ini masih dipenuhi oleh keegoisan karena memang keegoisan yang mendorong mereka menjadi Kristen. Mereka menjadi Kristen karena mengejar rasa nyaman. Atau mereka merasa kesepian dan mencari pergaulan, dan bagi mereka gereja adalah semacam tempat bergaul. Atau karena mereka tidak sanggup menanggung beban kehidupan dan mereka membutuhkan dukungan. Apa pun alasannya, semua alasan itu bersumber dari keegoisan.

Memang sering terjadi ada orang yang datang kepada Tuhan karena alasan yang egois. Namun, Allah kemudian mengubah hati mereka dan sejalan dengan waktu, keegoisan mereka hilang dan mereka menjadi orang-orang indah yang siap berkorban. Akan tetapi, banyak juga dari antara mereka yang tidak pernah berubah. Apakah anda termasuk di antara mereka? Apakah anda termasuk orang yang menjadi Kristen, tetapi masih egois juga? Tak heran jika keluarga anda tidak terkesan dengan kehidupan anda. Tak heran jika rekan-rekan di kantor anda tidak melihat perbedaan antara anda dengan orang non-Kristen. Anda tahu sendiri dalam hati bahwa anda berbeda hanya dalam nama saja.

Ada lagi jenis orang Kristen yang kedua. Mereka adalah para prajurit Kristus. Mereka menjadi Kristen bukan hanya untuk menyelamatkan diri sendiri, melainkan untuk memerangi kejahatan, dosa dan Iblis. Mereka bergabung dalam peperangan pembebasan. Mereka siap untuk terluka; mereka siap untuk menderita dan mati — sama seperti prajurit yang baik, yang siap menjalani perang pembebasan. Saat anda melihat orang Kristen jenis ini, ada kualitas yang berbeda dalam diri mereka. Anehnya, mereka tidak terlihat seperti orang yang seram, orang penuh tekad yang mengerikan, yang menggigit bibir menghadapi kematian. Tidak, anda akan terkejut melihat mereka, karena sikap mereka yang cenderung tenang dan ramah; memiliki sukacita; mereka penuh dengan kedamaian dan memiliki tujuan hidup yang sebelumnya tidak anda ketahui. Satu-satunya jalan untuk mendapatkan sukacita dan damai sejahtera adalah dengan menjadi orang Kristen jenis ini.


Gereja seharusnya menjadi laskar yang penuh kuasa

Yesus sedang membangun sebuah laskar. Dia tidak ingin gereja yang hanya dipenuhi oleh massa, yang dikuasai oleh keegoisan dan secara rohani sangat buruk karena sama egoisnya dengan banyak orang non-Kristen. Saya mengatakan ‘banyak’ karena memang ada juga orang non-Kristen yang lebih baik daripada orang Kristen; dan saya tidak ingin menyinggung perasaan mereka. Yang penting adalah Yesus tidak pernah tertarik pada urusan mencari jemaat sebanyak-banyaknya. Dia berniat untuk membangun pasukan komando rohani untuk menjalani peperangan di bawah pimpinannya. Itu sebabnya dia berkata, “Pikullah salibmu dan ikutlah aku.” Dia yang memimpin di depan; dia yang akan berada di depan dalam memerangi si jahat; dia juga yang mati duluan; tetapi kita terus mengikutinya sedekat mungkin dari belakang di dalam peperangan ini. Inilah yang disebut sebagai kekristenan alkitabiah. Kekristenan semacam ini sangatlah kuat, penuh kuasa, karena dilengkapi dengan kuasa Allah.

Anda tentunya ikut menyimak berita tentang pemberontakan di Filipina. Kumpulan pasukan yang terlatih, dengan persenjataan lengkap dan tekad yang kuat, tak peduli sesedikit apa pun jumlah personelnya, tetap saja sangat berbahaya. Anda mungkin punya dukungan massa yang besar; tetapi kerumunan massa tidak bisa diandalkan sebagai sumber dukungan. Saya menyimak peristiwa yang berlangsung di Filipina ini. Saya tertarik dengan komentar dari seorang penyiar yang melaporkan dari Filipina. Dia berkata, “Ibu Aquino menjadi presiden di Filipina oleh karena dukungan rakyat.” Kemudian dia menambahkan, “Namun, rakyat yang mendukung dia bisa saja berbalik sikap dalam waktu singkat.” Dengan kata lain, penyiar ini mengingatkan bahwa Ibu Aquino bisa cepat kehilangan dukungan rakyat karena dukungan masyarakat tidak bisa diandalkan untuk bertahan. Masyarakat dikuasai oleh keegoisan. Jika anda mampu merayu keegoisan mereka, mereka akan mengantarkan anda ke tangga kekuasaan. Namun, begitu mereka merasa bahwa anda tidak memenuhi kepentingan egois mereka, dalam waktu semalam mereka bisa berbalik sikap terhadap anda.

Namun, setiap orang tahu bahwa tentara adalah elemen yang jauh lebih konsisten. Sangat sukar untuk mengubah arah dukungan mereka yang terlihat seperti sikap keras kepala. Kadang-kadang, terasa sangat sukar bagi kita untuk memahami mengapa masih ada juga pasukan di Filipina yang tetap loyal kepada Marcos, padahal semua keburukan dan korupsi Marcos sudah tersiar luas. Jika anda menyadari bahwa unit militer adalah kumpulan orang-orang yang tidak mudah berubah setia dan loyalitas, anda akan mudah memahami peristiwa di sana. Itu sebabnya setiap pemerintah diktator membangun dasar kekuasaan mereka bukan dengan dukungan rakyat. Mereka mengandalkan unit militer yang, walaupun jumlahnya tidak banyak, tetapi memiliki kesetiaan dan kekuatan nyata. Semua diktator di dunia menopang kekuasaannya dengan mengandalkan militer. Diktator tidak mendapatkan dukungan rakyat, tetapi mereka memiliki kendali penuh atas kekuatan militer negaranya. Jumlah pasukan yang ada mungkin hanya satu atau dua juta saja, dalam negara dengan penduduk berjumlah semilyar. Akan tetapi, anda bisa mengendalikan penduduk berjumlah satu milyar dengan tentara yang jumlahnya kurang dari satu persen jumlah penduduk. Tahukah anda berapa banyak tentara yang terlibat dalam upaya kudeta di Filipina? Hampir membuat anda tertawa. Hanya 800 orang! Tentara berjumlah 800 orang berusaha mengambil alih sebuah negara dan mereka hampir saja berhasil. Mereka nyaris berhasil! Itu sebabnya saya berkata, kekuatan dari pasukan yang penuh komitmen — tanpa peduli sekecil apa pun unitnya — jauh lebih berarti dan lebih berbahaya daripada kerumunan massa, walaupun berjumlah jutaan orang, yang tidak di sini atau di sana.

Secara global, jumlah orang Kristen nominal ada sekitar satu milyar orang di dunia ini. Berarti kira-kira ada sekitar satu milyar dari lima milyar penduduk dunia. Saya menyebut mereka sebagai orang Kristen nominal, walaupun mungkin ada sebagian yang merupakan orang Kristen sejati. Akan tetapi, mayoritas dari mereka adalah orang Kristen nominal. Apakah mereka memiliki dampak pada kehidupan di dunia? Anda mungkin mengira bahwa dengan jumlah satu milyar, tentunya mereka akan memberi dampak yang luar biasa. Ternyata tidak ada dampak atau pengaruh sama sekali. Setiap orang yang mempelajari sejarah akan menyadari bahwa masa depan suatu negara, pada akhirnya, ditentukan oleh unit militer yang terlatih, penuh tekad dan jumlahnya tidak begitu banyak. Hal ini terus berulang dalam sejaah. China dikuasai oleh kaum komunis — yang pada awalnya mengandalkan pasukan terlatih dan penuh tekad dengan jumlah hanya ribuan orang saja. Mereka menguasai negara dengan penduduk berjumlah hampir satu milyar orang.

Jika kita memahami bagaimana peristiwa di dunia ini terjadi dan bagaimana sejarah berlangsung, kita tidak akan membuat kesalahan dengan mengejar jumlah. Yesus juga tidak membuat kesalahan itu. Jika anda pelajari Injil, anda akan temukan hal yang menarik. Yesus cenderung menghindari kerumunan orang banyak; dia tidak berminat pada kumpulan orang banyak. Namun, dia curahkan sebagian besar waktunya dengan 12 orang, yang kemudian meningkat menjadi 70 orang, dan belakangan menjadi 120 orang. Akan tetapi, ke-120 orang itulah yang pada hari Pantekosta akan menentukan sejarah kekristenan. Bukan kumpulan orang banyak, melainkan 120 orang itu yang berperan besar. Allah mencari prajurit yang tidak takut menderita atau mati dalam peperangan melawan kejahatan.


Prajurit Kristen siap berperang

Tema menjadi laskar Kristen muncul di sepanjang Perjanjian Baru. Saya perlu memberi anda beberapa bukti untuk ini. Kita semua sudah akrab dengan Efesus pasal 6. Di sana Paulus berbicara tentang mengenakan perlengkapan perang yang sudah disediakan Allah bagi kita. Itulah tema utama dari Efesus 6:11 dan seterusnya. Siapa yang memerlukan perlengkapan perang kalau tidak ada peperangan? Paulus beranggapan bahwa jemaat di Efesus sudah mengerti bahwa setiap orang Kristen sudah paham kalau menjadi Kristen itu sama artinya dengan menjadi prajurit rohani.

Tahukah anda apa yang terjadi ketika tentara komunis memasuki kota Shanghai? Seperti yang anda ketahui, saya sangat berminat pada urusan militer sebelum saya menjadi Kristen. Saya menyaksikan pertempuran di kota Shanghai dengan penuh minat dari atas atap apartemen saya. Peluru berterbangan dan langit malam diterangi oleh ledakan peluru meriam, daerah pinggiran kota sudah dilahap oleh kobaran api yang besar, dan saya terus menyaksikan kelanjutan pertempuran. Kemudian saya menemukan hal yang menarik. Begitu pasukan komunis mulai masuk ke dalam kota Shanghai, tahukah anda hal apa yang dilakukan oleh pasukan Nasionalis? Mereka membuang senjata di tangan mereka. Demikianlah, jalanan di kota Shanghai dipenuhi oleh senapan mesin, granat, pistol — segala senjata yang bisa anda bayangkan, termasuk seragam militer mereka. Tahukah anda mengapa? Tentu saja karena pasukan Komunis akan menembak siapa pun yang berseragam tentara Nasionalis, apalagi jika membawa senjata. Demikianlah, ketika pasukan Nasionalis gagal menahan gempuran pasukan Komunis, para tentara Nasionalis berusaha menyelamatkan nyawa mereka. Mereka tidak mau menderita atau mati demi pihak yang sudah kalah. Itu sebabnya, demi menyelamatkan nyawa sendiri, hal apa yang mereka lakukan? Melucuti diri sendiri secepat mungkin! Membuang senjata di tangan! Membuang helm! Membuang seragam! Mereka bahkan menggedor pintu rumah penduduk karena tidak mungkin berdiam di jalanan dengan pakaian dalam. Ketika mereka sudah mendapatkan pakaian orang sipil, mereka berusaha menyelinap di tengah kerumunan massa dan melarikan diri.

Demikianlah, setiap orang yang memakai seragam dan membawa senjata akan langsung dikenali sebagai musuh. Paulus berkata di Efesus 6: “Kenakan seragammu; kenakan perlengkapan perangmu! Kalau tidak kamu kenakan, berarti kamu adalah tentara yang sudah kalah; atau lebih parah, sudah menyerah.” Apakah kita akan sama seperti tentara Nasionalis di Shanghai yang membuang seragam dan senjata? Atau kita tidak berani memakai perlengkapan kita karena takut dikenali sebagai orang Kristen? Saat anda pergi ke kantor atau ke tempat lainnya, apakah anda dalam keadaan berseragam? Apakah anda mengenakan seragam dan perlengkapan perang rohani anda supaya orang lain bisa melihat: di sini ada prajurit Kristus siap berperang? Perjanjian Baru tidak mengakui adanya prajurit dengan pakaian sipil. Inilah pokok yang harus kita camkan! Perjanjian Baru tidak mengenal adanya prajurit yang mengibarkan bendera putih, prajurit yang tidak mengenakan perlengkapan perang mereka dan sudah menanggalkannya. Begitu anda membuang seragam dan senjata anda, maka anda bukan lagi seorang prajurit. Anda bukan laskar Kristus lagi. Anda sudah menyangkal pihak anda sendiri, sama seperti para tentara Nasionalis yang sudah membuang semua senjata mereka. Itu adalah tanda menyerah. Akan tetapi, sangat sukar bagi saya untuk menemukan prajurit Kristus. Di manakah mereka?

Yesus sendiri menggambarkan kehidupan Kristen itu sebagai sebuah peperangan di Lukas 14:31 di mana dia berkata bahwa jika anda ingin menjadi seorang Kristen, hitunglah ongkosnya. Menjadi murid Kristus itu seperti masuk ke medan perang dengan peluang melawan anda. Dia menjelaskan bahwa kehidupan Kristen sebagai sebuah perjuangan yang kemungkinan untuk anda menderita dan mati sangat besar. Di Lukas pasal 14, dia menggambarkan seperti pasukan yang berjumlah 10.000 akan berperang melawan pasukan yang berjumlah 20.000 orang. Dengan kata lain, anda dan saya adalah laskar yang berkomitmen untuk berperang melawan kekuatan mayoritas, melawan kekuatan yang lebih besar daripada kita. Kita akan selalu berada dalam kondisi minoritas, menghadapi mereka yang berjumlah jauh lebih banyak. Itu sebabnya mengapa peluang kita untuk mengalami penderitaan dan kematian sangat besar.


Sebagai prajurit, kita membawa senjata kebenaran!

Berulang kali, Paulus menggunakan gambaran peperangan di dalam pengajarannya. Sebagai contoh, di Roma 6:13, dia berkata,

“Serahkanlah anggota-anggota tubuhmu kepada Allah untuk menjadi senjata-senjata kebenaran.”

Banyak versi terjemahan bahasa Inggris yang mengencerkan ungkapan militer ini dengan memakai terjemahan instruments (alat). Sangat menarik, banyak penerjemah yang tidak menyukai istilah militer ini. Akan tetapi, Kittel’s Theological Dictionary (Kamus Teologi susunan Kittel) dengan tepat menguraikan makna yang seharusnya dipakai. Berikut saya kutipkan uraian dari kamus tersebut, “Perjanjian Baru selalu memakai kata haplon sebagai bentuk majemuk dari kata senjata.” Artinya, jika kata ini dipakai dalam bentuk majemuk, seperti dalam Roma 6:13, terjemahan yang tepat adalah senjata, bukannya alat. Paulus mengatakan bahwa jika anda menjadi orang Kristen yang sudah dibaptis — Roma pasal 6 berbicara tentang baptisan — maka anda harus mempersembahkan senjata anda, sama seperti prajurit yang akan pergi berperang yang mempersembahkan senjatanya kepada komandan atau jenderalnya, dan komandan kita adalah Yesus. Anggota-anggota tubuh kita – kaki, tangan dan seluruh tubuh kita – dipersembahkan sebagai senjata kepada Allah bagi kebenaran.

Paulus memakai istilah militer lagi di Roma 13:12, dan dia juga memakai kata ‘senjata’ di ayat ini. Dia berkata,

“Hari sudah jauh malam, telah hampir siang. Sebab itu marilah kita menanggalkan perbuatan-perbuatan kegelapan dan mengenakan perlengkapan senjata terang!”

Saat anda menjadi orang Kristen, anda meninggalkan kehidupan dosa yang anda jalani sebelumnya dan anda mengenakan perlengkapan senjata terang, karena Allah adalah terang.

Kata yang sama dipakai lagi di 2 Korintus 10:4, di mana Paulus berkata,

“karena senjata kami dalam perjuangan bukanlah senjata duniawi, melainkan senjata yang diperlengkapi dengan kuasa Allah, yang sanggup untuk meruntuhkan benteng-benteng.”

Mereka merupakan orang-orang Kristen yang berkuasa! Orang Kristen yang mendaftar di tentara surgawi diperlengkapi dengan baik. Kita tidak punya alasan untuk takut karena senjata kita sangat kuat. Namun, di manakah orang Kristen yang kuat itu? Saya bercita-cita menjadikan jemaat ini, oleh anugerah Allah, menjadi jemaat yang menaati panggilan Allah untuk mendaftar dalam tentara Kristus, yang diperlengkapi dengan senjata ampuh untuk meruntuhkan benteng-benteng musuh.


Prajurit harus menghadapi penderitaan

Di 1 Korintus 9:7, Paulus menguraikan kehidupan Kristen dengan gambaran pengabdian seorang prajurit. Di 1 Timotius 1:18, Paulus mendorong Timotius untuk berjuanglah dalam perjuangan yang baik. Di 2 Timotius 2:3,4, Paulus berkata,

Ikutlah menderita sebagai prajurit Yesus Kristus yang baik. Tidak ada prajurit yang menyibukkan dirinya dengan urusan hidup sehari-hari supaya ia dapat menyenangkan komandannya.

Kita harus menyenangkan hati dia yang sudah memasukkan kita ke dalam laskarnya.

Kita yang tinggal di Hong Kong tidak paham lagi apa itu kesukaran, bukankah demikian? Kehidupan di Kanada begitu nyaman — semua rumah mendapatkan kehangatan yang dibutuhkan. Orang mungkin bertanya, “Bagaimana mungkin kamu bisa hidup di Kanada? Negara itu sangat dingin.” Dingin? Anda tidak pernah merasa kedinginan. Hidup di Kanada begitu nyaman dan hangat karena semua rumah mendapatkan pengatur suhu yang mereka butuhkan. Di masa musim panas, di mana suhu di Kanada akan terasa sangat panas untuk periode sekitar 2 atau 3 minggu, cuaca panas ini memang bisa memberi gangguan. Akan tetapi, bahkan untuk periode yang hanya berlangsung selama 2 atau 3 minggu itu, banyak rumah yang dilengkapi pengatur suhu yang lengkap. Pemanas ruangan untuk cuaca dingin bisa berfungsi ganda dan memberi kesejukan di dalam periode panas. Kita begitu terbiasa hidup dalam kenyamanan. Kita jadi seperti tentara Amerika yang berperang di Korea. Mereka terkenal dengan sebutan “prajurit cokelat”, tentara yang tidak mau berperang sebelum mendapatkan jatah ransum cokelat harian mereka. Saya masih tinggal di China selama masa perang Korea, dan perilaku tentara Amerika ini sudah menjadi bahan tertawaan standar bagi kami di China saat itu. Rakyat menertawai tentara Amerika yang, jika belum mendapatkan jatah kornet dan cokelat mereka, tidak punya semangat untuk berperang. Kita tidak perlu menertawai mereka. Saya rasa, mungkin kita justru lebih buruk daripada tentara Amerika yang berperang di Korea. Demikianlah, Kristus mencari prajurit yang siap berperang.


Menjadi prajurit yang baik – belajar untuk mati!

Akan tetapi, pokok terakhir yang ingin saya tekankan adalah: Kita harus belajar untuk mati! Izinkan saya mengulangi pokok penting ini. Saya tegaskan hal ini dengan sepenuh hati bahwa Anda dan saya harus belajar untuk mati jika kita memang ingin menjadi prajurit yang baik. Prajurit macam apa jika dia takut mati? Saya melihat banyak orang Kristen yang takut mati. Memang benar bahwa maut bukanlah urusan yang mudah diabaikan sekadar dengan mengangkat bahu. Kita harus melatih diri kita; kita harus belajar untuk mati. Apakah saya sudah keluar dari ajaran Kitab Suci? Tidak! Saya justru tetap berada di jalur Kitab Suci. Tak ada orang yang mau memikul salib jika dia tidak bersedia untuk mati, karena salib adalah instrumen eksekusi. Salib yang sejati bukanlah hiasan kalung emas yang melingkari leher kita. Pandangan zaman sekarang mungkin seperti itu, tetapi pandangan zaman dahulu jauh berbeda. Jadi, ketika Yesus berkata, “Pikullah salibmu,” yang dia maksudkan adalah: “Kamu harus belajar untuk siap mati. Kalau kamu tidak mau belajar untuk siap mati, jangan mengikut aku karena arah langkahku menuju kematian. Barangsiapa kehilangan nyawanya, maka dia akan mendapatkan hidup.”

Baru-baru ada satu kejadian yang sangat menyedihkan hati saya karena hal ini terkait dengan salah satu teman dekat saya. Dia adalah seorang pastor terkenal di Inggris, saya tidak akan menyebutkan namanya. Dia mendapat keterangan dari dokternya bahwa dia terkena kanker. Dia menghadapi maut dari kanker ini. Hal yang sangat menyedihkan hati saya adalah dia menjadi sangat ketakutan ketika mendapat keterangan ini! Saya terpaksa mengatakan bahwa dia dilanda ketakutan karena melihat cara dia berusaha mencari berbagai macam cara penyembuhan kanker. Saya bersedih karena melihat seorang pastor ternyata tidak belajar untuk siap mati. Saya rasa, Paulus mungkin akan sangat malu melihat reaksi semacam ini dari seorang pastor. Pastor ini berkelana ke berbagai penjuru dunia, mengunjungi berbagai gereja untuk mencari orang-orang yang mendapat karunia penyembuhan demi menyembuhkan kankernya. Banyak orang berdoa untuk dia, mendoakan kesembuhannya. Dan dia tetap mati juga! Allah tidak berkenan menjawab doa bagi kesembuhannya.

Nah, saya juga sudah pernah menyampaikan kepada anda dalam khotbah yang lain bahwa saya tidak menolak penyembuhan sebagai salah satu karunia. Saya juga sudah pernah bersaksi kepada anda bahwa saya juga terlibat dalam beberapa doa memohon kesembuhan bagi orang lain. Dalam satu kasus, saya pernah berdoa memohon kesembuhan bagi seseorang dari penyakit kanker, dan dia mengalami kesembuhan. Kanker ini lenyap setelah selesai berdoa. Semua ini sudah pernah saya sampaikan kepada anda. Saya tidak meremehkan karunia kesembuhan. Ada pemakaian yang layak untuk karunia itu, tetapi karunia ini tidak boleh dipakai untuk lari dari maut. Kita harus bersedia berkata, “Yah Tuhan, Allahku, saya siap untuk mati, dengan penuh kehormatan dan sukacita, jika hal ini berkenan bagi-Mu.” Paulus berkata kepada jemaat di Filipi, “Aku tidak tahu harus memilih yang mana, entah tetap di dunia ini bagi kepentinganmu, atau mati dan bersatu dengan Kristus. Secara pribadi, aku lebih suka pulang kepada Kristus” (bdk. Filipi 1:21-24). Paulus tidak menunjukkan tanda-tanda takut mati. Tak ada tanda-tanda semacam itu! Dia bahkan mendatangi tempat-tempat yang bisa berarti maut buat dia. Saat mengetahui bahwa dia akan menderita dan bahkan menghadapi maut jika berangkat ke Yerusalem, dia justru berangkat ke Yerusalem (Kisah 21:10-14). Saat dia mengetahui bahwa dia berpeluang mati jika berangkat ke Yerusalem, dia bergegas berangkat ke Yerusalem. Apa yang akan anda lakukan dalam keadaan seperti ini? Anda mungkin akan berbalik arah dan menjauhi Yerusalem sebisa mungkin!


Rasa takut mati dan keegoisan harus diatasi

Tak ada tanda-tanda takut mati dalam diri Paulus. Mengapa bisa begitu? Nah, tahukah anda demi apa Yesus mati? Saudara-saudari seiman, tahukah anda demi apa Yesus mati? Bacalah Ibrani 2:14,15, dan camkanlah uraian dari kedua ayat tersebut. Ibrani 2:14,15 berkata,

supaya melalui kematiannya, ia dapat membinasakan dia yang memiliki kuasa atas kematian, yaitu Iblis. Dan, membebaskan mereka yang seumur hidupnya diperbudak oleh ketakutan akan kematian.

Kristus telah mati bagi kita supaya kita dimerdekakan dari perhambaan kepada dosa, kepada Iblis, dan terhadap keegoisan kita sendiri karena rasa takut kita pada maut. Dengan kata lain, kitab Ibrani ini menyatakan: Kita takut mati karena kita ingin mempertahankan keberadaan kita di dunia, mempertahankan ‘ego’ kita, mempertahankan keegoisan kita, mempertahankan kepentingan pribadi kita. Kita lalu berusaha mencari rasa aman. Hal inilah yang membuat kita tidak mampu menjadi prajurit Kristus. Kristus telah mati, demikian kata ayat ini, untuk memerdekakan kita dari rasa takut mati ini. Jika kita tidak dimerdekakan dari belenggu itu, kita tidak akan bisa merdeka dari keegoisan dan dosa. Saya mohon anda memahami pokok ini. Kita tidak bisa memberitakan injil tentang kemerdekaan dari dosa tanpa memberitakan pentingnya dibebaskan dari ketakutan akan kematian.

Ini bukan sekadar kebebasan dari rasa takut mati secara jasmani. Ada dua alasan mengapa kita takut mati. Kita takut pada maut bukan hanya karena menghadapi kematian badan, yang lebih kita takuti adalah kehilangan keberadaan kita, bukankah demikian? Kita takut kehilangan identitas, kehilangan harapan untuk mencapai cita-cita hidup kita. Ada satu ketakutan yang melebihi rasa takut pada kematian jasmani: kita takut kehilangan keberadaan kita. Kita takut kehilangan kesombongan kita, takut kehilangan jalan hidup yang kita tempuh secara egois.

Anda tentu ingat kejadian yang berlangsung beberapa hari yang lalu di Hong Kong. Peristiwa ini tampil di halaman depan koran South China Morning Post. Dalam foto yang mengerikan, seorang pemuda, terlentang, dia melompat dari lantai tujuh dan tewas di lantai beton. Juru foto memperlihatkan detik-detik sebelum pemuda ini tewas membentur lantai dasar, dari ketinggian tujuh lantai sampai ke lantai dasar. Berbagai upaya dilakukan untuk menyelamatkan nyawanya, tetapi dia tidak bisa ditolong lagi. Salah satu alasan mengapa dia bertindak nekat adalah karena dia sedang dalam tahanan. Ada juga yang menyebutkan bahwa alasannya adalah kegagalan pemuda ini dalam ujian. Anda mungkin berpikir bahwa semua itu bukan alasan yang cukup untuk bunuh diri. Pemuda ini sempat berkata bahwa dia sudah ‘kehilangan muka’, tidak bisa lagi melanjutkan hidupnya karena penangkapan atas dirinya, hal yang akan membuat dia dipandang sebagai orang jahat selamanya. Dia juga gagal dalam ujiannya, atau mungkin tidak memperoleh nilai yang sesuai harapan. Saya tidak tahu alasan mana yang lebih kuat, kedua hal itu tampaknya sudah cukup bagi dia untuk bunuh diri. Dia menghadapi ketakutan yang melebihi rasa takut akan kematian badan. Dia takut kehilangan harga diri — takut kehilangan muka yang berarti kehilangan gengsi; dan melanjutkan kehidupan sudah menjadi tidak penting lagi baginya. Dia tidak melihat ada alasan yang cukup untuk tetap melanjutkan hidupnya.

Ada hal-hal yang lebih kita takuti daripada sekadar kematian jasmani. Itu sebabnya Yesus berkata, “Barangsiapa memelihara nyawanya, dia akan kehilangan nyawanya.” Pelajaran pertama yang perlu kita lewati adalah rasa takut pada kematian badan. Ini adalah titik awalnya. Kita juga harus belajar untuk tidak takut menghadapi kehilangan ego, kehilangan kesombongan, dan belajar untuk tidak peka terhadap penilaian orang lain, hal yang merupakan bentuk lain dari keegoisan. Mengapa kita begitu peka terhadap penilaian orang lain terhadap diri kita? Ini karena keegoisan kita masih sangat kuat. Belajarlah untuk mati!

Mengapa saya menyampaikan hal ini? Saya akan uraikan lebih jauh nanti, tetapi alasan ringkasnya adalah: saat Antikristus tampil nanti, dia akan menimpakan penderitaan yang sangat hebat kepada orang Kristen yang tetap setia kepada Kristus, sehingga Yesus berkata bahwa pada saat itu menjadi murtad sangatlah mudah. Antikristus akan menganiaya orang-orang kudus tanpa belas kasihan.

Wahyu kepada Yohanes adalah kitab tentang peperangan. Saya mengamati statistik di dalam kitab Wahyu, dan saya sangat tertarik mendapati bahwa tak ada kitab lain yang berbicara tentang peperangan, penderitaan dan kematian sebanyak kitab Wahyu karena ini adalah kitab yang membahas tentang Antikristus. Saya akan memberikan gambaran singkat statistik pemakaian ungkapan dalam kitab Wahyu. Kata Yunani untuk ‘perang’ muncul 9x dalam bentuk kata benda di kitab ini, 6x dalam bentuk kata kerja, dan totalnya adalah 15x. Dalam Injil, kata ini hanya muncul satu kali. Kata ‘bala tentara’ muncul 4x dalam kitab Wahyu. Kata Yunani untuk ‘menang perang’ atau kadang-kadang diterjemahkan dengan kata ‘mengalahkan’, muncul 16x dalam Wahyu. Kata ini juga muncul 7x dalam 1 Yohanes. Kata ini secara khusus muncul sangat banyak di bagian akhir dari Alkitab, menjelang penghabisan Perjanjian Baru, karena kita memang bergerak menuju akhir zaman ketika Antikristus tampil. Antikristus ini akan menimpakan penderitaan dan bentuk kematian yang luar biasa kepada orang Kristen, ini yang membuat saya berkata bahwa jika anda tidak bisa bertahan sekarang, peluang anda untuk bertahan nanti sangatlah tipis! Jadi, jangan berpikir, “Nah, kita bisa menunda sampai Antikristus tampil nanti, saat itu saya akan mulai menjadi orang Kristen yang taat.” Jika anda tidak bisa taat sekarang, anda tidak akan menjadi taat saat itu. Saya mohon agar anda mau memahami hal ini dengan jelas.


Belajar untuk mati sekarang – untuk hidup dalam kemenangan

Belajarlah untuk menderita! Kuatkan keteguhan diri kita, sebagaimana yang disampaikan oleh Paulus di 1 Korintus 9. Tahukah anda hal yang diperbuat oleh Paulus? Dia membangun keteguhannya setiap hari melalui latihan disiplin yang keras. Dia membiarkan penderitaan datang menerpa dan meneguhkan dirinya, dan dia memang teguh menghadapi semua penderitaan itu! Ada berapa kali dia menghadapi cambukan? Seringkali dia mengalami kapal karam, dilempari batu serta berbagai macam penderitaan lainnya! Akan tetapi, dia belajar meneguhkan dirinya melalui semua penderitaan itu! Kita bisa melatih tentara yang tangguh dan memenuhi harapan. Itu sebabnya mengapa di dalam latihan militer, para tentara selalu dihadapkan pada keadaan yang berat untuk mempersiapkan mereka dalam menghadapi segala macam penderitaan yang mungkin mereka alami.

Kita juga harus siap menghadapi maut sehingga ketika suatu hari nanti dokter berkata kepada anda bahwa anda sedang sekarat, anda tidak menjadi terkejut oleh keterangan itu. Anda bisa dengan tenang menatap dokter dan mengarahkan pandangan anda kepada Allah dan berkata, “Syukur kepada Allah! Saya sudah mempersiapkan diri menghadapi saat-saat seperti ini, dan waktu untuk saya sudah tiba.” Saya rasa, dokter itu akan terkejut dan membatin, “Belum pernah kulihat pasien semacam ini.” Para sahabat serta rekan kerja anda mungkin akan terkejut juga. Janganlah menjadi seperti pastor yang sempat saya bahas tadi, yang berjuang untuk mencari kesembuhan. Jika kehendak Allah adalah kesembuhan bagi saya, biarlah kehendak-Nya saja yang terjadi. Jika bukan kesembuhan, syukurlah! Itu berarti saya pulang kepada Bapa! Akan tetapi, untuk bisa melakukannya, anda harus belajar mempersiapkan diri untuk itu.

Anggaplah bahwa anda masuk ke Rumah Sakit besok, lalu dokter berkata kepada anda, “Sobat, saya ada kabar buruk untuk anda. Anda terkena kanker — atau penyakit jantung yang parah — dan anda sedang sekarat.” Apa yang akan anda perbuat? Menangis? Anda akan memalukan Raja dan Allah anda. Jangan! Marilah kita siapkan akal budi kita dan mencamkan pokok ini baik-baik. “Bagaimana jika kabar buruk semacam ini datang kepada saya?” bagaimana saya akan menyikapinya?” Renungkanlah hal itu baik-baik. Janganlah lari dari kenyataan. Renungkanlah, jika anda mendapatkan kesempatan istimewa untuk menderita atau ditembak mati demi nama Kristus, apakah anda akan dilanda ketakutan di depan regu tembak dan berkata, “Tuhan, mengapa kau biarkan hal ini terjadi padaku? Aku adalah orang Kristen yang baik. Kau tahu bahwa aku selalu memberi persembahan. Mengapa aku harus mati?” Saya harap anda sanggup berdiri di sana dan menatap ke arah regu tembak, dalam damai sejahtera dan sukacita — seperti Stefanus serta Yesus — berkata, “Bapa ampunilah mereka. Mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” Lalu, anda memandang ke atas, dan melihat kemuliaan Tuhan, menanti dan menyambut anda. Mari kita belajar untuk mati supaya bisa menjalani hidup yang penuh kemenangan. Barangsiapa tidak tahu bagaimana mati dalam kehidupan Kristen, dia juga tidak tahu bagaimana menjalani kehidupan Kristen. 

 

Berikan Komentar Anda: