Ev. Xin Lan | Miriam |
Hari ini, tokoh Alkitab yang akan kita bahas adalah Miriam. Miriam adalah kakak perempuan dari Musa dan Harun, dan dia juga adalah seorang nabiah. Allah memilih Musa, Harun dan Miriam, tiga kakak beradik ini sebagai pemimpin bangsa Israel. Mereka memimpin bangsa Israel keluar dari Mesir. Sangatlah jarang didapatkan tiga orang anak dari satu keluarga yang begitu luar bisa dipakai Allah.
Tentu saja, dibandingkan dengan Musa dan Harun, catatan Alkitab tentang Miriam tidaklah banyak. Catatan Alkitab tentang Miriam hanya ditemukan di tiga tempat. Kisah yang pertama ada di Keluaran pasal 2 tentang kelahiran Musa. Di pasal ini, Alkitab tidak menyebutkan nama Miriam, hanya disebutkan dalam istilah kakak perempuan Musa. Waktu Musa masih berusia tiga bulan, Miriam juga masih seorang gadis kecil pada saat itu.
Miriam berperan dalam Penyelamatan Musa
Musa dilahirkan saat bangsa Israel sedang menghadapi masa yang paling sukar. Firaun tidak mengizinkan bayi laki-laki bangsa Israel untuk hidup. Siapa bayi yang lahir langsung dibunuh. Orang tua Musa secara diam-diam memelihara Musa sampai dia berusia 3 bulan. Selanjutnya, tidak lagi memungkinkan untuk mereka secara tersembunyi merawatnya. Lalu mereka memutuskan untuk mengambil keranjang pandan yang dilumuri ter di bagian luarnya, lalu menempatkan bayi Musa di dalam keranjang itu. Lalu mereka menempatkan keranjang itu di alang-alang di tepi Sungai Nil. Alkitab menuliskan bahwa, “Kakaknya perempuan – yakni Miriam – berdiri di tempat yang agak jauh untuk melihat, apakah yang akan terjadi dengan dia.” Tentu saja, Miriam mengkhawatirkan nasib adiknya yang sedang berada di antara alang-alang di tepi dan tidak jelas apa nasib yang menantinya.
Kemudian, datanglah putri Firaun ke tepian sungai Nil untuk mandi di sana, dan dia menemukan bayi Musa itu. Miriam lalu datang menghampiri rombongan putri Firaun dan bertanya, “Akan kupanggilkah bagi tuan puteri seorang inang penyusu dari perempuan Ibrani untuk menyusukan bayi itu bagi tuan puteri?” Putri Firaun itu menyahut, “Baiklah.” Miriam segera pulang mencari ibunya. Putri Firaun kemudian menyuruh ibu Musa dan Miriam untuk merawat Musa baginya sambil menjanjikan upah bagi mereka. Akhirnya, bayi ini berhasil diselamatkan. Lalu, ketika Musa sudah cukup usia, ibunya lalu membawa dia ke istana, dan Musa menjadi anak putri Firaun.
Demikianlah, dalam peristiwa penyelamatan bayi Musa. Miriam memiliki peranan yang sangat penting di dalam seluruh peristiwa ini. Di usianya yang masih belia, dia menunjukkan kecerdikan dan keberanian untuk menghampiri rombongan putri Firaun dan berbicara kepada mereka. Dia bahkan berani untuk mengajukan usulan kepada sang putri. Tentu saja, semua ini tidak terlepas dari rencana keselamatan Allah tetapi kita melihat bagaimana Miriam dapat dipakai Allah untuk ikut serta dalam karya penyelamatan Musa. Allah memakai manusia tanpa memandang usia, seorang anak kecil juga bisa berperan dan dipakai oleh Allah dengan luar biasa.
Miriam, Seorang Nabiah yang melayani Sampai Tua
Catatan kedua tentang Miriam ada di Keluaran pasal 15. Di sini Musa sudah menyahut panggilan Allah dan berangkat pulang ke Mesir untuk memimpin bangsa Israel keluar dari Mesir. Mereka melintasi laut Merah, mengalami langsung peristiwa penyelamatan dari Allah. Musa terinspirasi untuk membuat lagu pujian bagi Allah untuk mengenang peristiwa ini. Keluaran 15:1-8 mencatat lagu yang dibuat oleh Musa. Di Keluaran 15:19-21, Miriam juga berinisiatif untuk menyanyikan lagu pujian. Mari kita baca ayat 19-21
Ketika kuda Firaun dengan keretanya dan orangnya yang berkuda telah masuk ke laut, maka YAHWEH membuat air laut berbalik meliputi mereka, tetapi orang Israel berjalan di tempat kering dari tengah-tengah laut. Lalu Miryam, nabiah itu, saudara perempuan Harun, mengambil rebana di tangannya, dan tampillah semua perempuan mengikutinya memukul rebana serta menari-nari. Dan menyanyilah Miryam memimpin mereka: “Menyanyilah bagi YAHWEH, sebab Ia tinggi luhur; kuda dan penunggangnya dilemparkan-Nya ke dalam laut.”
Miriam disebut sebagai nabiah di sini. Pada waktu itu, usia Miriam sudah jauh di atas 80 tahun, karena Musa saja sudah berusia 80 tahun. Seorang perempuan tua berusia di atas 80 tahun menari-nari dan menyanyi dengan rebana untuk memuji Allah! Dan para kaum perempuan ikut tampil mengikuti dia. Dari sini kita dapat melihat bahwa Miriam memiliki pengaruh besar sebagai pemimpin di antara kaum wanita.
Miriam, Menentang Musa
Catatan ketiga di dalam Alkitab tentang Miriam ada di Bilangan pasal 12. Di sini, dia telah berbuat yang tidak terpuji. Apa yang dia lakukan? Mari membaca di Bilangan 12:1-16
Miryam serta Harun mengatai Musa berkenaan dengan perempuan Kush yang diambilnya, sebab memang ia telah mengambil seorang perempuan Kush. Kata mereka: “Sungguhkah YAHWEH berfirman dengan perantaraan Musa saja? Bukankah dengan perantaraan kita juga Ia berfirman?”
Dan kedengaranlah hal itu kepada YAHWEH. Adapun Musa ialah seorang yang sangat lembut hatinya, lebih dari setiap manusia yang di atas muka bumi. Lalu berfirmanlah YAHWEH dengan tiba-tiba kepada Musa, Harun dan Miryam: “Keluarlah kamu bertiga ke Kemah Pertemuan.”
Maka keluarlah mereka bertiga. Lalu turunlah YAHWEH dalam tiang awan, dan berdiri di pintu kemah itu, lalu memanggil Harun dan Miryam; maka tampillah mereka keduanya. Lalu berfirmanlah Ia: “Dengarlah firman-Ku ini. Jika di antara kamu ada seorang nabi, maka Aku, YAHWEH menyatakan diri-Ku kepadanya dalam penglihatan, Aku berbicara dengan dia dalam mimpi. Bukan demikian hamba-Ku Musa, seorang yang setia dalam segenap rumah-Ku. Berhadap-hadapan Aku berbicara dengan dia, terus terang, bukan dengan teka-teki, dan ia memandang rupa YAHWEH. Mengapakah kamu tidak takut mengatai hamba-Ku Musa?” Sebab itu bangkitlah murka YAHWEH terhadap mereka, lalu pergilah Ia. Dan ketika awan telah naik dari atas kemah, maka tampaklah Miryam kena kusta, putih seperti salju; ketika Harun berpaling kepada Miryam, maka dilihatnya, bahwa dia kena kusta! Lalu kata Harun kepada Musa: “Ah tuanku, janganlah kiranya timpakan kepada kami dosa ini, yang kami perbuat dalam kebodohan kami. Janganlah kiranya dibiarkan dia sebagai anak gugur, yang pada waktu keluar dari kandungan ibunya sudah setengah busuk dagingnya.”
Lalu berserulah Musa kepada YAHWEH: “Ya Allah, sembuhkanlah kiranya dia.” Kemudian berfirmanlah YAHWEH kepada Musa: “Sekiranya ayahnya meludahi mukanya, tidakkah ia mendapat malu selama tujuh hari? Biarlah dia selama tujuh hari dikucilkan ke luar tempat perkemahan, kemudian bolehlah ia diterima kembali.” Jadi dikucilkanlah Miryam ke luar tempat perkemahan tujuh hari lamanya, dan bangsa itu tidak berangkat sebelum Miryam diterima kembali. Kemudian berangkatlah mereka dari Hazerot dan berkemah di padang gurun Paran.
Dalam bagian ini, kita melihat bahwa Miriam hanya mengucapkan satu kalimat menentang Musa, tetapi Allah memakai banyak kalimat untuk menegur dia. Bukan hanya menegur, Allah juga menghukum Miriam dengan penyakit kusta dan mengucilkan dia di luar perkemahan selama 7 hari. Mungkin kita terkejut dan bertanya: Apakah dosa Miriam sebegitu berat? Tidak ada catatan lain tentang kesalahan Miriam. Inilah satu-satunya kesalahan Miriam yang tercatat bagi kita. Mengapa Allah menangani urusan ini dengan keras?
Perlu kita ketahui bahwa Miriamlah bukan orang biasa. Dia adalah salah satu dari tiga pemimpin tertinggi bangsa dan dia juga seorang nabiah. Prinsip di dalam Alkitab adalah: ”Barangsiapa menerima banyak, maka tanggung jawab yang dituntut darinya juga banyak.” Semakin besar kasih karunia dan otoritas yang dianugerahkan Allah kepada anda, maka semakin besar pula tanggung jawab anda kepada Allah. Itu berarti, hukuman yang lebih berat akan dijatuhkan jika anda berbuat salah. Sama halnya dengan tuntutan Allah kepada orang Kristen juga lebih berat daripada kepada mereka yang bukan Kristen. Pada hari penghakiman, standar tuntutan Allah kepada orang Kristen akan lebih tinggi daripada mereka yang non-Kristen. Kita bisa menghadapi hukuman yang lebih berat.
Apa Dosa Miriam?
Dosa apa yang telah diperbuat oleh Miriam? Alkitab menyebutkan bahwa dia mengatai Musa, dia mengucapkan, “Sungguhkah YAHWEH berfirman dengan perantaraan Musa saja? Bukankah dengan perantaraan kita juga Ia berfirman?” Apa makna ucapan ini? Artinya: Jika Allah juga berfirman kepada kami, mengapa kami harus selalu menuruti Musa? Kami sudah bisa mendengar langsung firman Allah. Ringkasnya, Miriam menantang kepemimpinan Musa. Mengapa saya harus tunduk pada pimpinanmu? Allah adalah pemimpinku, aku mendengarkan langsung firman-Nya. Mirip dengan kondisi zaman sekarang, kita sering berkata, “Saya mendengar suara Allah, saya mengikuti pimpinan Roh Kudus; saya tidak perlu tunduk pada manusia.” Terdengar seperti ucapan yang rohani, tetapi Allah tahu isi hati kita. Kita sering memakai ini sebagai alasan untuk tidak mau tunduk kepada mereka yang berwenang.
1 Yohanes 4:20 menyatakan:
Jikalau seorang berkata: “Aku mengasihi Allah,” dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya.
Allah memahami watak manusia. Kita berkata bahwa kita mengasihi Allah, tetapi Allah tidak kelihatan. Sangat mudah untuk berkata bahwa kita mengasihi Allah tanpa perlu berbuat apa-apa. Jika ada yang bertanya kepada anda, “Bagaimana cara anda mengasihi Allah?” Anda mungkin menjawab, “Saya mengasihi Allah di dalam hati saya.” Orang lain tidak tahu isi hati anda. Akan tetapi, perkara mengasihi saudara-saudari seiman sangat mudah untuk dilihat. Jadi, Alkitab berkata, “Kamu mengasihi Allah? Jika memang demikian, maka kasihilah saudara-saudari seimanmu. Kalau kamu tidak mengasihi saudaramu, berarti kamu tidak mengasihi Allah.”
Demikianlah, kita bisa saja mengaku tunduk kepada Allah, tetapi hanya dalam bentuk pengakuan tanpa bukti. Karena kita tidak bisa melihat Allah, akhirnya kita hanya mengikuti kemauan kita sendiri. Jadi, di sini Allah memberi kita satu alat ukur, “Kalau memang benar bahwa kamu tunduk pada Aku, maka tunduklah kepada otoritas yang sudah diteguhkan oleh Allah, tunduklah kepada para hamba Allah. Jika tidak, berarti pengakuan itu suatu dusta semata.”
Demikianlah, di dalam rumah Allah, di dalam gereja Allah, terdapat tata urutan yang menunjukkan tingkat otoritas. Jangan mengira bahwa setiap orang itu sama, semua orang sejajar. Tentu saja, Allah berlaku adil terhadap semua orang. Allah memperlakukan kita semua dengan adil tanpa pandang bulu. Akan tetapi tugas dan kewenangan yang diberikan Allah kepada setiap orang berbeda-beda. Di dalam lingkungan umat Israel, Allah memilih Musa sebagai pimpinan tertinggi, selanjutnya ada Harun dan Miriam. Di bawah mereka, ada para tua-tua, pemimpin pasukan seribu, pasukan seratus, pasukan sepuluh, dan sebagainya. Setiap orang menaati tata urutan itu dan tunduk pada atasan mereka sesuai dengan peneguhan Allah atas tata urutan ini. Dengan demikian, segenap umat Israel akan menikmati ketertiban dan diberkati oleh Allah.
Hal yang sama berlaku di gereja di zaman Perjanjian Baru. Di 1 Korintus 12:28, Paulus berkata,
“Dan Allah telah menetapkan beberapa orang dalam Jemaat: pertama sebagai rasul, kedua sebagai nabi, ketiga sebagai pengajar. Selanjutnya mereka yang mendapat karunia untuk mengadakan mujizat, untuk menyembuhkan, untuk melayani, untuk memimpin, dan untuk berkata-kata dalam bahasa roh.”
Melanjutkan pembahasan itu, di 1 Korintus 14:32-33, Paulus berkata,
“Karunia nabi takluk kepada nabi-nabi. Sebab Allah tidak menghendaki kekacauan, tetapi damai sejahtera. Sama seperti dalam semua Jemaat orang-orang kudus.”
Jadi, di dalam gereja Allah, ada hirarki kewenangan dan ketundukan. Ada tata urutan di dalam gereja Allah dan Kristus adalah kepala dari gereja. Allah akan memberkati kita jika kita berfungsi sesuai tata urutan ini. Sama seperti bala tentara, tidak semua orang dalam angkatan perang memiliki pangkat yang sama, pasukan tidak akan bisa berperang jika semua anggotanya berpangkat sama.
Kita harus memahami kehendak Allah. Dengan meneguhkan beberapa orang sebagai pemimpin, Allah ingin agar kita belajar tunduk, maka Dia akan memberkati kita. Demikianlah, Alkitab sering berbicara tentang hal ketundukan: tunduk kepada mereka yang diberi kewenangan, tunduk kepada hamba Allah, istri tunduk kepada suami, anak-anak tunduk kepada orang tua, dan kita belajar tunduk satu sama lain. Jika kita bisa tunduk kepada mereka yang diteguhkan oleh Allah untuk kita taati, itu berarti kita tunduk kepada Allah dan kita akan diberkati oleh Allah. Watak kita sebagai manusia adalah watak yang tidak mau tunduk kepada manusia lain, kita mau menjadi yang ditaati oleh orang lain. Allah memahami watak kita, maka Allah memakai tata urutan ini untuk menguji kita. Semoga kita semua cukup bijak untuk memahami kehendak Allah.
Alasan Miriam Menentang Musa
Kembali kepada Miriam. Bilangan 12:1 menyebutkan bahwa alasan Miriam menentang Musa adalah karena Musa menikahi perempuan Kush. Hal ini adalah suatu fakta. Mengapa Musa melakukan hal itu? Alkitab tidak memberitahu kita alasannya dan Allah juga tidak menegur Musa akan hal ini. Akan tetapi, Miriam menjadikan urusan ini sebagai alasannya. Jadi kita bisa melihat bahwa Miriam sudah memiliki ganjalan di hati terhadap Musa sejak lama, dan penolakannya untuk tunduk kepada Musa juga mungkin sudah ada sejak lama. Demikianlah, sebelum kita mengkritik orang lain, mungkin kita perlu memeriksa sikap hati kita terlebih dahulu. Mungkin ada alasan tertentu orang lain bertindak seperti itu. Jika kita bersikap ceroboh, tanpa memahami kehendak Allah, tetapi sudah mau menyingkirkan selumbar di mata orang lain, mungkin kita justru mengundang murka Allah terhadap diri kita sendiri.
Miriam berkata, “Sungguhkah YAHWEH berfirman dengan perantaraan Musa saja? Bukankah dengan perantaraan kita juga Ia berfirman?” Di permukaannya, pernyataan Miriam ini tidak terlihat menentang Allah, bahkan terdengar seperti memuliakan Allah. Akan tetapi dia tidak memahami kehendak Allah. Saat dia menyerang pimpinan tertinggi, Musa, yang sudah ditetapkan oleh Allah, berarti dia juga menyerang ketetapan Allah. Saat dia menentang kewenangan Musa, berarti dia sedang menentang kewenangan Allah. Demikianlah, Miriam bukan saja tidak mendapatkan berkat, dia malah menerima hukuman dari Allah. Ini adalah hal yang sangat menyedihkan. Dalam perkara ini, Allah tidak menghukum Harun, ini berarti Harun bukanlah terdakwa utama. Dan Harun benar-benar melayani Allah di bawah pimpinan Musa di sepanjang hidupnya, dan pada akhirnya dia menerima berkat yang luar biasa dari Allah, dia menjadi imam besar. Akan tetapi, sayang sekali, Miriam tidak menerima berkat apa-apa.
Mari kita renungkan lebih jauh. Mengapa Miriam menentang Musa dan tidak mau tunduk pada otoritas Musa? Di Bilangan 12:11, Harun berkata kepada Musa, “Ah tuanku, janganlah kiranya timpakan kepada kami dosa ini, yang kami perbuat dalam kebodohan kami.” Harun mengakui bahwa dia dan Miriam telah berbuat dosa karena kebodohan mereka. Alkitab sering membandingkan hikmat dan kebodohan. Ringkasnya, hikmat berasal dari Allah, dari atas dan berupa hikmat rohani. Hikmat mengamati segala sesuatu dari sudut pandang Allah atau dari sudut pandang rohani. Kebodohan bersumber dari dunia, dan mengamati segala sesuatu dari sisi kedagingan manusia yang terjajah oleh daging. Pasal 12 kitab Bilangan tidak menjelaskan mengapa Miriam berbicara menentang Musa, tetapi kita bisa menarik pelajaran dari kata “kebodohan”.
Dari sudut pandang manusia, memang sulit bagi Miriam untuk tunduk kepada otoritas Musa. Mengapa? Karena Miriam adalah kakak kepada Musa dan Harun. Dalam kumpulan tiga pemimpin ini, Miriam adalah yang paling tua. Dia adalah kakak sulung, dan ini mungkin yang membuat Harun terpengaruh olehnya. Kita bisa menyimpulkan hal ini dari tindakan Harun yang mendukung Miriam untuk menentang Musa. Sudah pasti Harun berada di bawah pengaruh Miriam. Di antara tiga kakak beradik ini, Musa adalah yang bungsu. Ketika Musa masih bayi, Miriam sudah terlibat dalam penyelamatan nyawanya. Jadi, dari ukuran umur, dari ukuran masa pelayanan kepada Allah, sudah tentu Miriam merupakan orang yang paling senior. Mengapa dia, yang senior, harus tunduk kepada Musa yang lebih junior?
Terlebih lagi, Musa menghabiskan 40 tahun di awal kehidupannya di istana, menikmati kedudukan tinggi dan kehidupan yang nyaman. Dia tidak bertumbuh di tengah bangsa Israel. Masa 40 tahun berikutnya dihabiskan oleh Musa di tanah Midian, menjadi gembala ternak di sana. Demikianlah, total 80 tahun masa hidupnya dihabiskan oleh Musa di luar lingkungan bangsa Israel. Dia tidak hidup bersama bangsa Israel, dia tidak mengalami penderitaan mereka. Di sisi lain, Miriam dan Harun lahir dan tumbuh bersama bangsa Israel, Miriam bisa berkata bahwa dia tahu persis seluk beluk bangsa Israel. Musa di sisi lain, dia tidak tahu apa-apa tentang bangsa Israel, bagaimana mungkin dia bisa menjadi pimpinan tertinggi bangsa Israel? Apakah Musa sudah mengalami kehidupan kami? Apakah Musa sudah menderita seperti kami? Tak heran jika berbagai perintahnya sangat tidak masuk akal, karena tidak mempertimbangkan perasaan kami. Saya rasa ini bisa menjadi alasan obyektif mengapa Miriam tidak mau tunduk pada pimpinan Musa. Namun jika Miriam berpikir seperti ini, maka hal ini layak disebut sebagai ‘kebodohan’ sebagaimana yang diakui oleh Harun.
Apakah kita sering memandang suatu persoalan dari sudut pandang manusia? Sebagai contoh: mana bisa orang Kristen dari luar negeri memahami kita, orang Kristen di negara ini? Apakah mereka sudah pernah menderita seperti kita? Mana mungkin orang Kristen perkotaan bisa memahami mereka yang tinggal di perdesaan? Mana mungkin orang Kristen dari perdesaan memahami mereka yang tinggal di perkotaan? Mana bisa mereka yang sudah menikah memahami para bujangan? Mana bisa orang-orang tua memahami generasi muda? Mana mungkin generasi muda memahami generasi tua? Mana mungkin para pria memahami kaum perempuan? Bagaimana bisa para perempuan memahami laki-laki? Mana bisa pendeta, penginjil dan mereka semua itu memahami kesulitan kita, orang-orang yang bukan siapa-siapa ini? Daftarnya sangat panjang…
Kita bisa mencari berbagai alasan yang dilandasi kedagingan serta kebodohan untuk menolak tunduk kepada mereka yang memimpin kita. Lalu, apakah kita orang yang pandai atau bodoh? Orang yang pandai akan memandang persoalan dari sudut pandang rohani atau dari sisi Allah. Dia mengerti bahwa jika seseorang sudah ditetapkan untuk menjadi pemimpin oleh Allah, maka dia akan tunduk kepada pemimpin itu, tanpa memandang latar belakang orang itu. Karena menundukkan diri ke bawah pimpinannya berarti menundukkan diri kepada Allah, dan itu berarti kita akan menerima berkat dari Allah. Bukan hanya itu, orang yang bijak juga akan dapat melihat dari sudut pandang Allah mengapa orang itu ditetapkan Allah untuk menjadi pemimpin itu. Dia akan mampu memusatkan perhatiannya pada kualitas rohani dari kehidupan pemimpin yang ditentukan Tuhan.
Apa kriteria Pemimpin yang dipilih Allah?
Kita harus tunduk kepada pemimpin yang sudah dipilih oleh Allah. Akan tetapi, bagaimana kita bisa tahu siapa yang sudah dipilih oleh Allah dan siapa yang pemimpin yang menyenangkan Tuhan? Apakah Allah memilih berdasarkan kemampuan? Pengetahuan? Atau karena berdasarkan karunia yang dimilikinya?
Dalam Bilangan 12:3, Alkitab secara khusus menyatakan kualitas kerohanian Musa, “Adapun Musa ialah seorang yang sangat lembut hatinya, lebih dari setiap manusia yang di atas muka bumi.” Apakah kita memiliki mata untuk melihat? Alkitab secara khusus memberikan keterangan ini di tengah kasus penentangan Miriam terhadap Musa sebagai pemimpin. Mengapa? Karena di mata manusia, Musa tidak layak memimpin Miriam dan Harun, tetapi Allah memandang Musa sebagai orang yang paling layak menjadi pemimpin tertinggi karena kehidupan rohaninya adalah yang terbaik di antara yang lainnya. Dia adalah orang yang paling lemah lembut dan rendah hati di bumi.
Dari sini, kita juga bisa melihat bahwa Allah tidak akan memakai seseorang secara luar biasa tanpa alasan, lalu memerintahkan yang lain untuk tunduk tanpa alasan: “Bagaimana mungkin Allah tidak memilih saya?” Masalahnya bukan seperti itu. Allah tidak begitu saja memilih seseorang untuk menjadi pemimpin kemudian menyuruh yang lainnya untuk tunduk secara semena-mena. Mereka yang dipilih oleh Allah adalah orang-orang dengan kualitas kehidupan rohani yang terbaik. Persoalannya adalah jika kita terikat pada kedagingan, maka kita tidak akan mampu melihat hal-hal baik dari mereka yang dipilih oleh Allah. Kualitas luar biasa dari mereka terletak pada kehidupan rohani mereka! Apakah kita berharap untuk dipilih oleh Allah? Maka kita harus mengejar kualitas kehidupan rohani yang baik, karena itulah kualitas yang dicari Tuhan.
Dosa Besar Miriam: Pemimpin yang Memecah-belahkan Umat Allah
Demikianlah, Miriam gagal menundukkan diri di bawah kepemimpinan Musa. Teguran dan tindakan disiplin dari Allah kepadanya sangatlah keras. Kita sudah melihat bahwa Allah bertindak keras karena Miriam adalah seorang pemimpin. Jika dilihat lagi dari sisi Allah, mengapa Allah bersikap keras terhadap pemimpin? Ini adalah karena kerusakan yang bisa ditimbulkan oleh seorang pemimpin sangatlah besar, jauh melebihi kerusakan yang bisa ditimbulkan oleh jemaat atau orang biasa. Jika ada orang biasa yang menentang Musa, maka mereka hanya akan mempengaruhi diri mereka sendiri dan, paling jauh, orang-orang terdekatnya. Namun jika orang sekelas Miriam yang bangkit menentang, hal ini bisa memecah-belah bangsa Israel. Umat akan terpecah dan sebagian memilih ikut Musa sedangkan sebagian yang lain memilih untuk ikut Harun dan Miriam.
Tindakan Miriam berusaha menghasut umat yang berpotensi memecah-belahkan umat Allah, adalah dosa yang sangat besar di mata Allah. Akibatnya, Allah menghukum berat Miriam, dan hukuman berat ini dilakukan di depan mata bangsa Israel. Miriam harus dikucilkan di luar perkemahan selama 7 hari. Segenap bangsa Israel harus menunggu sampai masa hukuman Miriam berakhir untuk bisa melanjutkan perjalanan. Setelah lewat masa 7 hari ini, bangsa Israel bergerak meninggalkan Hazerot dan berkemah di padang gurun Paran. Dari sini kita bisa melihat bahwa segenap bangsa Israel tahu bahwa Miriam terkena hukuman dari Allah. Allah melakukan hal seperti ini untuk mengajar bangsa Israel satu pokok penting: Jangan memecah belahkan gereja Allah dan jangan meniru perilaku Miriam dalam hal ini.